KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Modus “PHK Terselubung” Tanpa Diwajibkan Membayar Pesangon terhadap Pegawai yang Dinilai telah Melakukan Pelanggaran terhadap Norma Kerja

Mengundurkan Diri Mensyaratkan Kerelaan dan Inisiatif Pribadi sang Pekerja, Bukan sebagai Buntut dari Sanksi dari Pihak Pemberi Kerja

Mengundurkan Diri karena Kemauan Sendiri  Vs. Dipaksa / Terpaksa Mengundurkan Diri Atas Tekanan Pemberi Kerja

Pekerja / buruh yang “mengundurkan diri atas kemauan sendiri”, hanya memperoleh uang penggantian hak, sekalipun kemudian menggugat pihak pemberi kerja. Namun, seringkali konteks peristiwa yang melatar-belakanginya tidak sesederhana itu. Bagaimana dengan “pengunduran diri sebagai buntut intimidasi pihak pemberi kerja” yang menilai pegawainya tersebut telah melakukan pelanggaran terhadap Perjanjian Kerja? Salah satu contoh kejadian nyatanya, dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan ilustrasi konkretnya sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 1354 K/Pdt.Sus-PHI/2017 tanggal 13 November 2017, perkara antara:

Mengungkap Politik Hukum Penyelidik dan Penyidik Kepolisian Dibalik Limitasi Objek PRAPERADILAN

Apakah “BLOKIR” oleh Kepolisian, Termasuk sebagai Upaya Paksa dan dapat Diajukan Praperadilan?

Apakah Tersangka dapat Mengajukan Praperadilan?

Pemeriksaan praperadilan terhadap penetapan seseorang sebagai “Tersangka”, hanyalah berkaitan dengan proses atau prosedur penegakan hukum pidana, semisal tata-cara pengumpulan alat bukti apakah penggeledahan dan penyitaan barang bukti telah mendapatkan izin dari pengadilan, dan sebagainya. Artinya, ketika seorang Tersangka menang dalam upayanya mengajukan gugatan praperadilan terhadap penyidik yang menetapkan yang bersangkutan sebagai “Tersangka”, tidak dapat dimaknai bahwa dirinya adalah orang yang “bersih”. Suatu upaya menantang aparatur penegak hukum yang menyidik ataupun menuntut (“challenge”) yang sejati, seorang jentelmen tidak akan menempuh prapredilan, namun berani membersihkan namanya lewat persidangan di hadapan Majelis Hakim serta “adu alat bukti” antara JPU Vs. Terdakwa. Karenanya, penulis menyebut pihak-pihak yang dibebaskan karena memenangkan praperadilan, sebagai “bebas tidak murni”—bukan “bebas murni”.

Bersikap EGOISTIK, apakah Keliru? Mengupas Kelirumologi tentang Menjadi DIRI SENDIRI serta MEMPERJUANGKAN KEPENTINGAN DIRI SENDIRI

3 Rangkap Profesi dalam Setiap Individu yang Penting untuk Anda Ketahui dan Pahami

Dalam kesempatan sebelumnya, penulis telah membahas perihal dua rangkap profesi yang sejatinya diemban setiap individu dalam waktu yang bersamaan, yakni profesi terkait karir (terkait pencarian nafkah) dan profesi terkait harkat dan martabat sebagai seorang “MANUSIA”. Kini, penulis akan mengajak para pembaca untuk mengungkap rangkap ketiga dari masing-masing individu, yakni sebagai “DIRI SENDIRI”. Sebagai contoh, penulis mencari nafkah dengan berprofesi sebagai seorang Konsultan Hukum. Itu adalah profesi nomor ketiga penulis. Sementara itu profesi nomor kedua, ialah sebagai seorang “MANUSIA”. Adapun profesi nomor kesatu penulis, ialah sebagai “DIRI PENULIS SENDIRI”. Lantas, apa tujuan dan manfaatnya, memahami rangkap profesi disatu waktu bersamaan demikian?

Profesional sebagai Penyedia Jasa Hukum Vs. Profesional sebagai MANUSIA

Apapun Profesi Anda, Jangan Pernah Rendahkan Martabat Anda sebagai Seorang MANUSIA yang BERADAB Menjelma BIADAB

Ingatlah bahwa disaat bersamaan, dalam diri setiap individu secara inheren selalu setidaknya melekat paling sedikit dua buah profesi, yakni entah sebagai pengusaha, ibu rumah tangga, pelajar, guru, pejabat, pekerja kantoran, dan juga profesi sebagai seorang “MANUSIA”. Tidak ada yang salah ketika Anda selaku penyedia jasa hukum, baik pengacara, notaris, ataupun konsultan hukum, memiliki klien yang notabene seorang koruptor. Barulah menjadi kesalahan, ketika Anda membenarkan apa yang salah, dan berupaya membebaskan pihak yang sebetulnya bersalah. Kita selaku penyedia jasa hukum, dapat memberikan edukasi serta persuasi, agar klien bersikap realistis, dan mengetahui konsekuensi bila berbelit-belit ataupun mengingkari fakta hukum yang ada di persidangan.

Psikologi Dibalik Putusnya Perkawinan Akibat Perceraian dan Gugatan Cerai

Bermula dari Cinta, Berakhir kepada Kebencian. Semakin Anda Mencintai Seseorang, (maka) Semakin Besar Resiko Anda akan Merasa Tersakiti dan Terluka

Tanpa Hitam, Tanpa Putih. Tanpa Cinta, Tanpa Benci. Tanpa Pernikahan, Tanpa Perceraian

Di negara China, mengupayakan perceraian lewat gugatan ke pengadilan, tidak semudah praktek putusnya perkawinan akibat gugatan perceraian di peradilan Indonesia. Alasan gugatan perceraian yang klise, seperti telah berpisah tempat tinggal selama dua tahun atau lebih, maupun perselisihan pendapat yang terjadi terus-menerus, tidaklah cukup untuk membuat hakim bersedia mengabulkan gugatan perceraian. Banyak pasangan yang secara “de facto” rumah tangganya telah putus di China, merasa frustasi karena secara “de jure” administrasi kependudukan masih tercatat sebagai masih terikat perkawinan sehingga tidak dapat menjalin rumah-tangga dengan pihak lain. Ibaratnya, sekali memilih untuk menikah, maka akan tersandera untuk seumur hidup, satu buah keputusan yang dapat menjerat untuk sepanjang hayat hidup Anda, keputusan mana bisa jadi akan Anda sesali sendiri dikemudian hari.

Penipu Teriak Penipu, Terdakwa dapat Membuktikan bahwa Korban Pelapor (Memang) adalah Penipu, maka Tidak Dipidana

Disebut “Tuduhan” (ISU HUKUM), bila Belum Masuk dalam Tahap Pembuktian. Bila Kemudian Terbukti Benar, maka Bukanlah Lagi “Tuduhan”, namun “FAKTA HUKUM”

Pelapor (Memang) adalah Penipu, maka Terlapor yang Mengatakan bahwa Pelapor adalah Seorang Penipu, Tidak Dipidana

Question: Jika kita menghina seseorang, tapi kita bisa buktikan bahwa hinaan kita itu memang benar adanya. Apakah kita tetap bisa dikriminalisasi ke polisi oleh yang kita hina? Misal kita sebut seseorang bukan dengan namanya, tapi dengan sebutan “si pernah dipenjara”, karena warga di sini benar-benar sudah tahu ia pernah dipenjara (mantan narapidana). Contoh lain, apa tidak boleh, kita sebut seseorang sebagai “hidung-belang” karena dirinya selingkuh dan benar-benar memang telah ber-selingkuh?

Turut Terlibat dalam Mata-Rantai Kejahatan dengan Alasan Dipaksa Atasan, Tetap Dipidana

Dipaksa Atasan, Bukanlah Alasan Pemaaf dan Tidak Menghapus Kesalahan Pidana, sehingga Tetap dapat Dimintakan Pertanggung-Jawaban Pidana

Question: Pimpinan di kantor mengancam, jika saya tidak terlibat serta dalam rencana jahat pimpinan yang ingin memakai tangan saya untuk menyalah-gunakan wewenang saya di kantor, maka posisi saya akan digeser dan didemosi. Jika akhirnya itu benar-benar saya lakukan, yakni turut terlibat dengan rencana jahat pimpinan di kantor, apakah ada resiko hukumnya bila itu tetap dilakukan akan tetapi tidak mendapatkan bagian apapun dari hasil kejahatan?

Kaitan antara Asas Legalitas dan Prinsip Egalitarian, serta Kaitan antara Asas Legalitas dan “Informed Consent”

Makna Asas Legalitas yang Tidak Diketahui para Sarjana Hukum : YOU ASKED FOR IT!

Sudah ada Larangan, masih juga Dilanggar. Jika Dihukum karena Melanggar, Salah Siapa?

Sering kita dengar berita, terpidana yang dipidana karena melakukan kejahatan, semisal korupsi, ketika dijatuhi vonis pidana penjara cukup lama, sang terpidana kemudian berseru lantang : “Hakim mau membuat saya mati membusuk di penjara!” Pertanyaannya, sudah tahu yang bersangkutan sudah berusia uzur, namun masih juga menantang hukum dengan secara sengaja melakukan Tindak Pidana Korupsi. Maka, ketika yang bersangkutan dihukum karena secara sengaja melanggar, dengan melakukan aksi korupsi, dan benar-benar divonis “mati membusuk di penjara”, menjadi salah siapa? Yang bersangkutan, faktanya, telah menyalahgunakan usia sepuhnya yang telah paruh baya. Bagaimana mungkin, seorang kriminal berlindung dibalik usianya, dengan harapan divonis ringan agar dapat kembali menghirup udara segar?

Meskipun hanya Menyuap 1 dari 3 Orang Hakim, Tetap Dipidana

Terkadang dan Seringkali, Putusan Pengadilan Bukanlah Produk Putusan Majelis Hakim, namun Putusan Seorang Hakim yang Dominan

Question: Yang menyidangkan ialah majelis hakim yang terdiri lebih dari satu orang hakim. Bila yang menyuap hanya memberi uang suap kepada satu dari tiga orang hakim, apakah bisa dipidana karena menyuap, dan apakah hakim yang disuap bisa berkelit bahwa putusan diputus oleh majelis hakim yang terdiri dari tiga orang? Beda cerita dengan hakim praperadilan yang terdiri dari hakim tunggal, bila yang memeriksa dan memutus perkara adalah majelis hakim, apakah harus menyuap seluruh hakim itu barulah dapat disebut menyuap untuk memengaruhi putusan?

Koperasi adalah Korporasi dimana Seluruh Warga Desa menjadi Pemegang Sahamnya

Tidak Penting Namanya Koperasi ataukah Korporasi, yang Terpenting dapat Memakmurkan Masyarakat Luas

DI China, terdapat sebuah desa dimana para penduduk desa tersebut makmur secara ekonomi, karena mereka memiliki konsep yang menyerupai koperasi, yakni “korporasi / perusahaan dimana seluruh penduduk desa memiliki saham atas perusahaan” yang ada di desa itu. Korporasi tersebut menjelma raksasa, memiliki berbagai bisnis pada berbagai sektor. Sudah sejak lama, masyarakat di sana tidak lagi membuat dikotomi antara korporasi dan koperasi. Korporasi yang “merakyat”, dimana seluruh penduduk desa menjadi pemegang sahamnya, sejatinya merupakan koperasi yang sesungguhnya. Nama tidaklah penting, yang penting tujuan utamanya tercapai. Seperti pernyataan seorang tokoh di China : Tidak penting apa warna kucingnya, hitam atau putih, yang penting bisa menangkap tikus.