Faktor Penyebab Tingginya Kriminalitas dan Kejahatan di Indonesia

ARTIKEL HUKUM

Penipuan merupakan Delik Formil

Mencoba Menipu Sekalipun Calon Korban Tidak Tertipu, Tetap Dipidana sebagai Percobaan Penipuan

Terdapat sebuah isu hukum klasik, yang tampaknya kini mulai terang-benderang salah satu faktor penyebab mengapa begitu tingginya tingkat kriminalitas di tengah-tengah masyarakat di Indonesia. Yakni, disamping karena faktor kerap absennya (abainya) aparatur penegak hukum yang diberi mandat serta kewenangan monopolistik untuk menegakkan hukum pidana serta memberantas pelaku kejahatan demi melindungi dan mengayomi masyarakat serta publik, dimana fakta realitanya ialah “negara senantiasa tidak pernah benar-benar hadir di tengah masyarakat” sehingga secara langsung maupun tidak langsung menyuburkan sekaligus memelihara praktik kalangan premanisme yang berkeliaran tanpa penindakan berarti oleh negara, terdapat sebuah faktor utama lainnya yang baru penulis pahami ketika pandemik akibat wabah Virus Corona merebak menjadi “global pandemic” sekaligus menjadi momok di Indonesia yang tidak pernah berhasil mengendalikan penyebaran wabah.

Apakah Virus Penyebab Wabah Pandemik, adalah Ciptaan dan Kehendak Tuhan?

ARTIKEL HUKUM

Tanpa Turut Campur Tangan Tuhan Sekalipun, Gempa Bumi dan Gunung Meletus Tetap Akan Terjadi Sepanjang Tahun, ALAMIAH Saja Sifatnya, BY NATURE, Tidak Terkecuali Kemunculan dan Mutasi Virus Penyebab Wabah

Menerka-Nerka Kehendak dan Isi Pikiran Tuhan, Itulah Spekulasi Sekaligus Penistaan (Fitnah) terhadap Tuhan

Para warga yang menolak “protokol kesehatan (cegah dan atasi virus penyebab wabah)” dikala kesehatan serta ekonomi negeri diluluh-lantakkan oleh pandemik yang diakibatkan oleh virus penyebab wabah yang dapat menular antar manusia serta dapat mematikan terhadap warga tertular yang memiliki kondisi fisik penyulit seperti usia lanjut maupun karena faktor daya tahan tubuh yang (kebetulan sedang) lemah karena adanya penyakit penyerta lainnya, mendeklarasikan bahwasannya mencoba mengatasi dan melawan wabah sama artinya mencoba melawan kehendak Tuhan. Mereka, secara arogan mencoba menantang serta menentang, akibat kesombongan atas kesehatannya, berkeberatan bersikap kooperatif sekadar seperti menjaga jarak dan mengenakan masker secara patut dan layak. Apakah kontra-narasi demikian, yang terang-terangan mencoba menentang himbauan pemerintah, merupakan opini yang dapat dipertanggung-jawabkan?

Katakan TIDAK, untuk Setiap Bentuk Penyimpangan Moralitas, Sekecil Apapun, Tanpa Perlu Tawar-Menawar

LEGAL OPINION

Pilihannya hanya Dua, Selalu Kompromi (Penuh Kompromi) atau Tiada Kompromi (Penuh Ketegasan)

Untuk Hal Teknis, Bisa Dinegosiasikan. Namun untuk Urusan Etika dan Prinsip terkait Moralitas, Tiada Kompromi

Question: Sebagai pegawai, meski hanya sekadar menjalankan perintah atasan di perusahaan saat bekerja di kantor, tetap saja hati nurani tidak bisa bohong, kenyataan bahwa semua pekerjaan di kantor saya itu penuh manipulasi, kebohongan, kepalsuan, tipu-muslihat, rekayasa, keburukan, kejahatan, dan bentuk-bentuk kecurangan lainnya yang bisa merugikan orang lain, merugikan kompetitor perusahaan, merugikan pemerintah, merugikan masyarakat, merugikan lingkungan hidup, maupun merugikan konsumen, semata demi kepentingan memperbesar keuntungan pribadi perusahaan maupun pemilik perusahaan tempat saya bekerja.

Saya pikir, yang penting saya dapat pemasukan nafkah dari gaji bulanan, selebihnya biarkan dosa si pemilik perusahaan. Saya hanya menjalankan perintah saja dari atasan, mengerjakan apa yang diperintahkan untuk saya kerjakan, bukan untuk kepentingan maupun untuk keuntungan pribadi saya semua hasil perbuatan kejahatan perusahaan ini. Apakah saya egois, dan apakah keliru memposisikan diri dengan paradigma demikian?

Mengapa Orang Baik Sering Disakiti, Dikecewakan, Dilukai, dan Dijahati? Karena Orang baik di Mata Orang Jahat, adalah Sasaran sekaligus MANGSA EMPUK

ARTIKEL HUKUM

Hanya Pohon yang Banyak Buahnya Saja yang Akan Dilempari Batu, menjadi Wajar bila Orang Baik Selalu Dijahati. Seolah-olah adalah Dosa, bila Tidak Mengganggu dan Mencuri Buah yang Tumbuh di Pinggir Jalan. Seolah-olah adalah Dosa, bila Tidak Menyakiti dan Melukai Orang-Orang Baik

Kakek saya pernah bercerita, pemburu kayu selalu terlebih dahulu mencari dan menyasar pohon yang tumbuh tegak lurus ke atas! Banyak pohon yang tumbuh miring ke sana dan ke sini, tapi berapa banyak sisa pohon di hutan sana yang tumbuh lurus ke atas?” (Basuki Cahaya Purnama)

Menjadi orang baik, terlebih orang suci, jelas-jelas eksistensinya akan membuat orang-orang jahat (terlebih orang yang berdosa, pendosa) merasa diremehkan serta “terancam”, semata karena keberadaan serta eksistensi orang-orang baik maupun para suciwan membuat mereka melihat betapa berbeda dirinya, betapa jauh dirinya, dan betapa jahat-kotornya mereka—berbanding terbalik dengan orang-orang baik yang bersih dan orang-orang suci yang murni. Karenanya, keduanya menjadi tampak kontras ketika berhadapan dengan orang-orang kotor yang penuh oleh noda dosa dan tercemar oleh perbuatan-perbuatan jahat yang tercela.

Debat antara TUHAN Vs. MANUSIA PENDOSA tentang Penghapusan Dosa

SERI SENI HIDUP

Standar Ganda, Cerminan Watak yang Curang, Serakah, dan Tidak Akuntabel sebagai Seorang Umat Manusia yang Mengaku Ber-Tuhan dan Rajin Beribadah

Menurut para pembaca, konsep curang sejenis iming-iming “janji surgawi” semacam “penghapusan dosa” maupun “penebusan dosa”, adalah lebih menguntungkan ataukah merugikan umat manusia, membawa ancaman ataukah memperutuh “standar moral” umat manusia, menjernihkan ataukah mengeruhkan, lebih banyak mudarat ataukah faedah, musuh untuk ditolak ataukah teman untuk dipeluk dan dipelihara, merusak ataukah membangun dan memelihara peradaban, menjadikan umat manusia kian humanis ataukah menjadikan manusia kian biadab-premanis, obat penyembuh ataukah racun pembunuh, adil ataukah curang, dan lain sebagainya yang saling bertolak-belakang satu sama lainnya menjelma blunder hebat tersendiri yang mengandung “moral hazard” terhebat dalam sejarah umat manusia?

MANUSIA AGAMAIS Vs. ROBOT KOMPUTERISASI dalam Layanan Publik, Pilih yang Mana?

ARTIKEL HUKUM

Tingkat Kejujuran sebuah ROBOT ternyata Jauh Melampaui Bangsa Agamais yang ber-Tuhan, Ironis namun Nyata, Realita, dan Fakta Adanya

Bangsa yang “agamais”, semestinya dipenuhi oleh para manusia suci (suciwan) atau setidaknya berisi manusia-manusia yang baik, luhur, agung, berbudi luhur, penuh kejujuran, kredibel, akuntabel, berintegritas, dapat dipercaya, moralis, serta bertanggung-jawab, semata karena mereka rajin beribadah, berceramah perihal kebaikan, kejujuran, dan keluhuran, mengaku ber-Tuhan, serta meyakini surga dan neraka, maupun tentang hari kiamat. Ironisnya, kini berbagai peran para Aparatur Sipil Negara (manusia “agamais”) di Indonesia sudah akan dan tengah telah digantikan sepenuhnya oleh kehadiran peran sebuah robot. Mengapa demikian?

TINDAK PIDANA KORPORASI, Konsep yang Rawan Disalahgunakan Mafia Hukum

LEGAL OPINION

Pilih Mana, Uang Kembali (Pilih Tindak Pidana Koporasi, Sanksi Denda); atau Pilih Pidanakan Pengurusnya (Penjara bagi Direktur Perusahaan) lalu Gugat Perdata Perusahaannya?

Kita memiliki lembaga Kejaksaan Agung hingga Kejaksaan Negeri yang tersebar dari Sabang hingga Merauke dengan ribuan personel, lengkap dengan peralatan canggih dan mampu berkoordinasi dengan institusi pemerintahan lainnya terutama seperti dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Badan Pertanahan Nasional (BPN), maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sehingga memudahkan melacak aset dan mengetahui secara pasti harta-kekayaan milik seorang warga maupun badan hukum yang melakukan perbuatan melawan hukum sehingga merugikan keuangan negara maupun kejahatan lainnya. Yang jarang diketahui publik serta lebih jarang lagi dilakukan oleh Kejaksaan kita di Indonesia, ialah peran dan fungsi Kejaksaan selaku “PENGACARA NEGARA” (ranah perdata)—Secara pribadi, penulis melihat bahwa fungsi satu tersebut seolah-olah telah dimati-surikan akibat tidak pernah digalakkan oleh internal organisasi Kejaksaan di Indonesia, sekalipun dari segi jumlah personel, para Jaksa tersebut tergolong “gemuk” dan tidak optimal.

Kiat bagi Warga ketika Menghadapi PREMAN Pelaku Aksi PREMANISME

ARTIKEL HUKUM

Agamais namun Disaat Bersamaan PREMANIS BARBARIS & HEWANIS PREDATORIS

Seseorang yang Benar-Benar Tidak Terkalahkan adalah Orang yang Kebetulan sedang Beruntung atau yang Selalu Diliputi Keberuntungan, Orang yang Beruntung Tidak dapat Disakiti Preman ataupun Pelaku Kejahatan Manapun

Bangsa Indonesia mengklaim sebagai bangsa “agamais” lewat busana maupun ritual yang dilakukan olehnya setiap hari secara berjemaah sekaligus norakisme maupun narsisme. Namun, sudah menjadi rahasia umum, alih-alih bersikap “humanis” ataupun “Tuhanis”, bangsa kita lebih menyerupai wajah para “hewanis” sekaligus “premanis” yang mana selalu saja menjadikan kekerasan fisik sebagai jalan untuk menyelesaikan masalah, untuk memaksakan kehendaknya, untuk meminta dihormati, maupun untuk sekadar pamer kekuatan ataupun kekuasaan (baca : mempertontonkan kedangkalan peradaban). Orang-orang tidak berotak, wajar bila hanya dapat pamer dan mengandalkan “otot” untuk menganiaya ataupun bermain kekerasan fisik.