KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Tidak Butuh Gelar Akademik ataupun IQ Jenius untuk Menyadari Kebenaran, sebuah Puisi

HERY SHIETRA, Tidak Butuh Gelar Akademik ataupun IQ Jenius untuk Menyadari Kebenaran, sebuah Puisi

Para pemuka agama kita tanpa malu berceramah secara vulgar ke publik bahwa,

Babi adalah “haram”,

Sementara itu ideologi KORUP bagi KORUPTOR DOSA semacam “PENGHAPUSAN DOSA” adalah “halal”.

Sekalipun,

Aurat terbesar ialah berbuat dosa,

Seperti menyakiti, merugikan, ataupun melukai pihak-pihak lainnya,

Namun dipamerkan dengan speaker pengeras suara.

Sekalipun, hanya seorang PENDOSA yang butuh “PENGHAPUSAN / PENGAMPUNAN / PENEBUSAN DOSA”.

Alih-alih sibuk bertanggung-jawab atas perbuatan buruk sendiri,

Justru lebih sibuk memohon dan mengharap “ABOLITION OF SINS”.

Terhadap dosa dan maksiat,

Demikian kompromistik.

Namun,

Terhadap kaum yang berbeda keyakinan,

Begitu intoleran.

Mempromosikan “PENGAMPUNAN / PENGHAPUSAN DOSA” lewat pengeras suara tanpa sedikit pun rasa malu,

Alih-alih mengkampanyekan gaya hidup higienis dari dosa dan maksiat.

Dibutuhkan jiwa ksatria,

Keberanian yang hebat,

Untuk tampil bertanggung-jawab dan bersedia dimintakan pertanggung-jawaban,

Sehingga sang korban tidak perlu mengemis-ngemis dan memohon pertanggung-jawaban.

Seolah,

Tuhan lebih PRO terhadap PENDOSA PECANDU PENGHAPUSAN DOSA.

Karenanya,

Adalah percuma bagi korban untuk meminta keadilan kepada Allah.

Merugi menjadi korban,

Merugi menjadi orang baik,

Merugi menjadi ksatria yang bertanggung-jawab,

Merugi tidak menjadi PENDOSA PECANDU PENGHAPUSAN DOSA.

Sekalipun,

Semua orang bisa terkena bisul.

Karenanya,

Tidak patut kita tertawakan orang-orang yang menderita bisul.

Semua orang berpotensi menjadi korban serta dikorbankan.

Anda pun tidak imun dari itu.

Para guru kita di sekolah pun,

Bagaikan burung beo turut latah dengan menyatakan bahwa,

Babi adalah “haram”,

PENGHAPUSAN DOSA adalah “halal lifestyle”.

Para orangtua atau kakek-nenek kita di rumah pun,

Bagaikan tidak mampu berpikir jernih dengan akal sehat,

Turut latah dengan menyatakan bahwa,

Babi adalah “haram”,

PENGHAPUSAN DOSA adalah “halal lifestyle”.

Para pemerhati sosial di ruang-ruang publik pun,

Bagaikan mengalami disfungsi kognitif,

Turut latah dengan menyatakan bahwa,

Babi adalah “haram”,

PENGHAPUSAN DOSA adalah “halal lifestyle”.

Para akademisi kita di menara-menara gading pun,

Bagaikan memiliki segudang gelar akademik yang miskin makna,

Turut latah dengan menyatakan bahwa,

Babi adalah “haram”,

PENGHAPUSAN DOSA adalah “halal lifestyle”.

Para cendekia kita pun,

Bagaikan orang mabuk,

Turut latah dengan menyatakan bahwa,

Babi adalah “haram”,

PENGHAPUSAN DOSA adalah “halal lifestyle”.

Para senior kita yang telah berambut putih sekalipun pun,

Bagaikan otaknya telah menjelma karatan atau mungkin keropos,

Turut latah dengan menyatakan bahwa,

Babi adalah “haram”,

PENGHAPUSAN DOSA adalah “halal lifestyle”.

Para pemimpin dan petinggi negara pun,

Bagaikan orang buta,

Turut latah dengan menyatakan bahwa,

Babi adalah “haram”,

PENGHAPUSAN DOSA adalah “halal lifestyle”.

Para pedagang dan pebisnis pun,

Bagaikan tidak mampu membuat kalkulasi logika yang paling sederhana,

Turut latah dengan menyatakan bahwa,

Babi adalah “haram”,

PENGHAPUSAN DOSA adalah “halal lifestyle”.

Para tokoh-tokoh bangsa pun,

Bagaikan orang-orang buta aksara,

Turut latah dengan menyatakan bahwa,

Babi adalah “haram”,

PENGHAPUSAN DOSA adalah “halal lifestyle”.

Para umat manusia agamais yang kini mayoritas pun,

Bagaikan tidak memiliki otak untuk berpikir sendiri,

Turut latah dengan menyatakan bahwa,

Babi adalah “haram”,

PENGHAPUSAN DOSA adalah “halal lifestyle”.

Para leluhur kita sekalipun,

Bagaikan tidak memiliki nalar untuk menilai secara swadaya,

Turut latah dengan menyatakan bahwa,

Babi adalah “haram”,

PENGHAPUSAN DOSA adalah “halal lifestyle”.

Para selebritis pun,

Bagaikan otak mereka telah digadaikan demi iman setebal tembok beton yang tidak tembus oleh cahaya ilahi,

Turut latah dengan menyatakan bahwa,

Babi adalah “haram”,

PENGHAPUSAN DOSA adalah “halal lifestyle”.

Para politisi kita pun,

Bagaikan gegar otak atau mungkin demi mengejar popularitas,

Turut latah dengan menyatakan bahwa,

Babi adalah “haram”,

PENGHAPUSAN DOSA adalah “halal lifestyle”.

Para warga asing pun,

Bagaikan burung pemakan bangkai,

Turut latah dengan menyatakan bahwa,

Babi adalah “haram”,

PENGHAPUSAN DOSA adalah “halal lifestyle”.

Para polisi kita sekalipun,

Bagaikan polisi moral yang gagal untuk bermoral,

Turut latah dengan menyatakan bahwa,

Babi adalah “haram”,

PENGHAPUSAN DOSA adalah “halal lifestyle”.

Para penulis-penulis buku pun,

Bagaikan tidak tahu apa yang mereka sendiri tuliskan,

Turut latah dengan menyatakan bahwa,

Babi adalah “haram”,

PENGHAPUSAN DOSA adalah “halal lifestyle”.

Pendosawan manakah,

Yang tidak akan senang atas “kabar gembira” berupa iming-iming “PENGHAPUSAN DOSA” demikian?

Berlomba-lomba memproduksi “DOSA-DOSA UNTUK DIHAPUSKAN”.

Mereproduksi segunung dosa-dosa,

Mengoleksi segudang dosa-dosa,

Berkubang dalam lautan dosa-dosa,

Bersimbah serta berlinang dosa-dosa.

Untuk ritual setiap harinya,

Setiap hari raya kegamaan,

Bahkan ketika meninggal dunia,

Yang menjadi doa harapannya ialah memohon “PENGHAPUSAN DOSA”,

Menjelma menjadi kaum KORUPTOR DOSA sejati,

Vonis hidup dan mati sebagai PENDOSA PECANDU PENGHAPUSAN DOSA,

Lebih hina daripada hewan yang tidak memiliki akal budi.

Standar moral yang tidak bermoral.

Polisi moral yang gagal bermoral.

Untuk apa jugakah,

Menjadi orang baik,

Atau menjadi orang yang bertanggung-jawab,

Bila menjadi PENDOSA sekalipun dimasukkan ke surga?

Kesemua fakta dan fenomena sosial yang masif demikian,

Semestinya mulai mendorong kita untuk mulai berpikir,

Adalah saya seorang yang dungu,

Ataukah mereka yang betul-betul tidak memiliki otak tersisa sama sekali,

Seolah-olah otak bukanlah pemberian Tuhan,

Seakan-akan otak adalah untuk diharamkan serta untuk disunat,

Agama Sunat Kepala.

Selalu ada perbedaan kontras,

Antara “akal sakit milik orang sakit”,

Dan “akal sehat milik orang sehat”.

Sekalipun,

Cukup akal sehat dan pikiran jernih,

Untuk memahami fakta bahwa,

Itu bukanlah ajaran “Agama SUCI yang bersumber dari Kitab SUCI”,

Namun ajaran “Agama DOSA yang bersumber dari Kitab DOSA”.

Serangkaian fakta demikian,

Telah menjalani uji moral dengan tidak terhitung banyaknya lawan debat,

Tidak ada satupun kaum agamais berlatar-belakang agama samawi,

Yang mampu membantahnya,

Sebagai rekor yang tercipta hingga detik ini.

Agama-agama besar ibarat hegemoni dunia,

Umat pemeluknya mayoritas,

Namun ringkih dan kopong.

Hanya menjadi bahan tertawaan para kaum ksatria dan bijaksanawan.

Adapun lawan kata dari “PENGHAPUSAN DOSA” ialah,

Sikap BERTANGGUNG-JAWAB.

© Hak Cipta HERY SHIETRA.