Pisah Harta Sejak Anda Pacaran, Agar Tidak Menyesal Dikemudian Hari
Question: Kalau ingin agar saat berlangsungnya pernikahan, agar tidak terjadi percampuran harta kekayaan maupun hutang-piutang dengan pihak ketiga, itu namanya “perjanjian pisah harta” ya, jadi tidak ada resiko dipusingkan perihal sengketa harta gono-gini jika terjadi perpisahan pasutri (pasangan suami-istri) nantinya?
Brief Answer: Sebisa mungkin, “pisah harta” dilakukan bahkan
sejak masih dalam tahap berpacaran maupun pertunangan, baik secara tertulis
maupun cukup secara lisan, sehingga pacaran dilakukan atas dasar “saling
profesional satu sama lainnya” alias masing-masing menjadi “pacar yang
profesional”—dalam artian, ketika masing-masing kemudian berpisah atau bahkan
bercerai, tidak terbit kebencian dan penyesalan yang begitu mendalam. Barulah ketika
pernikahan akan atau telah berlangsung, “perjanjian pisah harta” dilakukan
secara tertulis/formal dan wajib didaftarkan ke pihak Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil agar dalam Akta Nikah tercantum adanya kesepakatan “pisah harta”
demikian.
PEMBAHASAN:
Hendaknya masyarakat tidak
meremehkan dampak dibalik resiko berpacaran yang tidak kalah riskan dengan urusan
serius semacam pernikahan, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS ilustrasikan
lewat preseden berupa putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana No. 1280
K/Pid/2017 tanggal 6 Desember 2017, dengan kasus posisi berawal antara Korban dan
Terdakwa sudah saling mengenal dan mereka berdua berpacaran, pada bulan April
2016 Korban berniat ingin memiliki mobil untuk moda transportasi Korban berangkat
kerja.
Korban meminta tolong pacar Korban,
yaitu Terdakwa, untuk membantu mencarikan mobil yang sang Korban inginkan, saat
itu Korban ingin membeli mobil jenis sedan Toyota Yaris dengan uang muka
sebesar Rp35.000.000 dimana waktu itu uang secara tunai telah Korban serahkan
pada Terdakwa sebesar Rp15.000.000 serta kemudian korban serahkan kartu ATM
Bank milik Korban beserta Nomor PIN ATM dimaksud. Dari ATM tersebut, ditarik
atau diambil uang sebesar Rp20.000.000 dengan cara ditarik tunai senilai
Rp10.000.000 oleh Terdakwa, kemudian Rp10.000.000 lagi dicairkan, sehingga
semua uang Korban yang diberikan pada Terdakwa berjumlah Rp35.000.000.
Setelah mobil Toyota Yaris dibeli
oleh Terdakwa bersama bapaknya, saat itu mobil dikuasai dan dipakai oleh
Terdakwa, bukan langsung diserahkan kepada Korban. Sejak awal sebelum dilakukan
pembelian, Korban meminta agar nanti surat-surat pembelian dan surat-surat
mobilnya dibuat atas nama Korban, ternyata hal tersebut tidak dilakukan oleh Terdakwa.
Korban merasa tidak senang atas perbuatan Terdakwa, Korban sempat marah pada
Terdakwa. Lalu mobil Toyota Yaris dijual oleh Terdakwa tanpa seijin Korban dan
saat itu Korban meminta agar uang Korban sebesar Rp35.000.000 agar dikembalikan
kepada Korban, namun Terdakwa tidak kooperatif dan justru merayu saksi korban
untuk membeli mobil lagi agar dapat digunakan untuk mengajak Korban
jalan-jalan.
Terdakwa membeli lagi mobil
Toyota Vios tanpa persetujuan dari Korban, sehingga korban merasa telah
dibohongi dimana uang Korban telah dipakai oleh Terdakwa, karena pembelian
mobil tersebut tidak sesuai dengan kesepakatan awal. Korban terbuai atas
janji-janji Terdakwa kepada saksi korban, akibatnya menderita kerugian sebesar Rp35.000.000.
Adapun terhadapnya, tuntutan Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri, yakni:
1. Menyatakan Terdakwa telah terbukti
secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana Penggelapan;
2. Menjatuhkan pidana terhadap
Terdakwa berupa pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dengan dikurangi selama
Terdakwa berada dalam tahanan dan dengan perintah agar Terdakwa tetap ditahan.
Akan tetapi, selanjutnya yang
menjadi putusan Pengadilan Negeri Arga Makmur Nomor 62/Pid.B/2017/PN.Agm
tanggal 15 Juni 2017, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
1. Menyatakan Terdakwa tersebut di atas, terbukti melakukan perbuatan
yang didakwakan sebagaimana dakwaan Alternatif Kesatu tetapi bukan merupakan
tindak pidana;
2. Melepaskan Terdakwa oleh karena itu dari segala tuntutan hukum sebagaimana
didakwakan dalam dakwaan Alternatif Kesatu;
3. Memerintahkan Terdakwa dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan ini
diucapkan;”
Pihak JPU mengajukan upaya
hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung RI membuat pertimbangan serta
amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap
alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat bahwa alasan kasasi Penuntut
Umum tidak dapat dibenarkan dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Bahwa Judex Facti Pengadilan Negeri tidak salah dalam menerapkan hukum,
Judex Facti telah mengadili Terdakwa dalam perkara a quo sesuai hukum acara
pidana yang berlaku serta tidak melampaui kewenangannya;
2. Bahwa menurut pendapat Penuntut Umum dalam tuntutannya Terdakwa telah
terbukti melakukan penggelapan uang Korban Yeri Cahaya Pelita sejumlah Rp35.000.000,00
(tiga puluh lima juta rupiah) tetapi menurut Judex Facti Pengadilan Negeri
perbuatan Terdakwa bukan merupakan tindak pidana tetapi seharusnya
dapat diselesaikan melalui jalur perdata dengan pertimbangan antara lain
sebagai berikut:
a. Bahwa Terdakwa dengan saksi korban berpacaran saling percaya bahkan
sudah ada rencana untuk melangsungkan pernikahan, berkeinginan saksi korban
untuk membeli mobil bersama Terdakwa dengan uang muka sebesar Rp35.000.000,00
(tiga puluh lima juta rupiah) pembelian sistem leasing;
b. Bahwa atas kesepakatan tersebut Terdakwa dan korban telah membeli mobil
Toyota Yaris dengan perantaraan orang lain Saksi Hamdi bin Yanab karena baik
orang tua Terdakwa maupun Terdakwa sendiri sudah kena blacklist pada lembaga
leasing sedangkan bila langsung atas nama korban juga tidak bisa karena gaji / pendapatan
korban tidak cukup untuk membayar angsuran bulanan;
c. Bahwa setelah diterima Toyota Yaris kemudian dijual oleh Terdakwa tanpa
persetujuan korban, akan tetapi Terdakwa telah membeli penggantinya dengan
mobil Toyota Vios yang disetujui oleh korban dibeli dengan sistem leasing,
tidak lama setelah membeli mobil Vios terjadi konflik antara pihak Terdakwa
dengan pihak korban mobil Vios tersebut dirusak oleh adik korban bernama Yoka
yang selain merusak mobil Vios juga melakukan penganiayaan terhadap Terdakwa;
d. Bahwa mobil Vios angsuran tidak dibayar dan dalam keadaan rusak akhirnya
ditarik kembali oleh lembaga leasing;
3. Bahwa dalam konflik antara Terdakwa dan korban dalam pembelian mobil tidak
dapat dibuktikan dengan jelas oleh Penuntut Umum berapa uang korban dan berapa
uang Terdakwa dalam membayar uang muka sebesar Rp35.000.000,00 (tiga puluh lima
juta rupiah) menurut korban semuanya uang dari korban sedangkan menurut
Terdakwa untuk uang muka mobil Yaris adalah uang Terdakwa dan uang korban
sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dengan demikian penyelesaiannya
dari peristiwa hukum dalam perkara a quo adalah perdata, karena atas
pesetujuan bersama antara Terdakwa dan korban telah dibelikan mobil Yaris yang selanjutnya
diganti dengan mobil Vios tidak ada uang yang digelapkan oleh Terdakwa;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan di atas, lagi pula ternyata, putusan Judex Facti dalam perkara ini
tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi
tersebut harus ditolak;
“M E N G A D I L I :
- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Penuntut Umum pada
Kejaksaan Negeri Bengkulu Utara tersebut;”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.