KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Pilih yang RINGKAS-SINGKAT ataukah yang MENDALAM? Bahaya Dibalik Bergantung pada Aplikasi AI yang Perlu Kamu Tahu

Bagi Anda yang baru belajar suatu topik atau bidang tertentu, hati-hatilah terhadap “jebakan mental” bernama “instan” lewat artikel ringkas, video ringkas, audio ringkas, dan segala sesuatu yang sifatnya pendek alias singkat.

Jangan pernah melakukan “penghakiman” ataupun “operasi”, bila bekal Anda hanyalah berupa hal-hal yang bersifat “ringkas-singkat”—karena Anda bukanlah figur yang terampil.

Bila Anda ingin menjadi seorang pakar atau ahli pada suatu bidang disiplin ilmu tertentu, maka Anda perlu menekuninya secara telaten, sabar, dan mendalam. Mendalam, artinya bukanlah harus belajar dan menggali ilmu lewat membaca, mendengar, ataupun melihat sesuatu topik yang bersifat bertele-tele—materi pembelajaran tetap harus padat, “to the point”, serta mudah dipahami sesuai level audiens (mulai dari basic, intermediate, dan advance).

Kita ambil contoh siaran televisi atau radio, yang kerap menyajikan para tokoh-tokoh bergelar profesor ataupun akademisi. Namun cobalah perhatikan, sekalipun sepanjang waktu untuk seumur hidup Anda menjadi penonton atau pendengar siaran radio ataupun televisi tersebut, tetap saja Anda belum terampil dalam bidang disiplin ilmu tertentu—Anda hanya mengetahui “kulit”-nya semata.

Mungkin Anda akan menjawab, buat apa belajar begitu lama, jika lewat bantuan aplikasi AI, kita sudah bisa membuat video ataupun tulisan yang panjang serta berhasil menjaring para “subscriber”?

Cobalah renungkan hal berikut secara lebih jujur kepada diri Anda sendiri : Bila seluruh penduduk dunia, dapat mengakses aplikasi Ai “canggih” yang selama ini Anda gunakan, atau bahkan AI yang lebih “canggih” lagi yang belum Anda miliki, maka jutaan bahkan ratusan juta penduduk negeri kita ini juga dapat membuatnya sendiri.

Lantas, dimana letak keunikannya yang membuat orang lain tertarik terhadap “karya” Anda tersebut? Jawabannya ialah karena itu BUKANLAH “karya” Anda, Anda hanyalah pengguna aplikasi Ai, alias “konsumen” AI, bukan produser AI. Tidak ada yang “UNIK” dari “karya” Anda tersebut.

Disitulah letak “mudarat”-nya AI. Ia memang menawarkan kemudahan bagi Anda, namun juga memberikan kemudahan bagi berbagai pelaku usaha dan masyarakat luas pada umumnya, sehingga perusahaan maupun masyarakat tidak lagi merasa perlu untuk menyewa jasa Anda untuk menjadi seorang seniman ataupun pekerja seni lainnya.

Semua penduduk bisa menjadi “pengguna jasa AI”—bukan lagi sebagai “pengguna jasa Anda”. Anda, secara personal, tidak “eksis” bila selama ini Anda mengandalkan AI.

“Jebakan mental” kedua, Anda akan menjadi cenderung untuk bersikap serba “instan”. Mentalitas “instan”—bahaya dibalik AI yang jarang disadari masyarakat terutama kaum muda kita—membuat kita pada gilirannya menolak segala sesuatu yang sifatnya membutuhkan pendalaman terhadap materi pembelajaran.

Faktanya, sampai kapanpun itu—kecuali Anda punya talenta atau bakat warisan dari kehidupan lampau Anda yang masih terbawa hingga ke kehidupan saat kini—untuk bisa menjadi seorang ahli, pakar, atau terampil dalam arti yang sesungguhnya, Anda butuh hal yang MENDALAM sifatnya, barulah Anda memiliki keunikan atau talenta yang bersifat personal.

Contoh, dokter A dan dokter B, sekalipun lulusan yang sama pada fakultas spesialisasi tertentu, bisa jadi dokter A lebih dikenal sebagai ahli hebat yang banyak dicari oleh pasien dari berbagai daerah, berkat keterampilan yang dibangun lewat kesediaan mendalami pada bidang kompetensinya—tentu ada pengorbanan waktu, tenaga, serta biaya dibalik kesemua itu.

Untuk bisa menekuni hal yang MENDALAM, maka kita perlu pengabdian waktu bahkan biaya dan tenaga yang tidak sedikit. Ibarat menapak atau meniti anak tangga, satu anak tangga demi satu anak tangga berikutnya sebelum bisa sampai ke “lantai kedua”, “lantai ketiga”, dan seterusnya. Tidak ada cara instan.

Sampai saat kini, secara pribadi saya belum pernah menggunakan aplikasi AI, sama sekali. Mengapa? Karena saya takut, kreativitas saya menjadi tumpul sampai kemudian menjadi “inkompeten” akibat lebih bergantung kepada aplikasi AI.

Alasan kedua, bila semua orang di dunia ini menggunakan aplikasi AI, maka tiada lagi yang “unik”, semua seragam hasil “output” aplikasi AI jutaan kompetitor kita.

Bila aplikasi AI dijadikan sekadar sebagai “alat bantu”, itu mungkin masih OKE. Namun bila dijadikan andalan, maka itu bisa jadi akan menjadi bumerang bagi diri kita sendiri di masa mendatang—karena kita masuk kedalam jebakan mental “buat apa belajar MENDALAM, bila bisa membuatnya secara instan lewat AI?”

Kembali, semua adalah pilihan masing-masing. Sadari bahaya dibalik setiap tawaran dan opsi yang dapat kita pilih dalam hidup. Selalu ada “harga” yang harus kita bayarkan dibalik setiap pilihan tersebut.

Sebagai penutup, Rene Descartes pernah berkata : “Bila saya berpikir, maka saya ada.” Sebaliknya, bila tidak ada AI, maka tidak ada Anda. Bukankah itu “mimpi buruk”?

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.