Bukti Pembayaran Pajak Berfungsi sebagai Dasar Kepemilikan Sebidang Tanah

LEGAL OPINION
Question: Bukankah katanya SPPT PBB tanah (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan) bukanlah alat bukti kepemilikan, kalau begitu bisa dong seseorang pembayar pajak PBB digugat oleh orang lain, meski SPPT memang tercantum nama yang bersangkutan?
Brief Answer: Asumsi demikian, sayangnya, keliru alias salah kaprah. Bila SPPT PBB dihadapkan / dibenturkan dengan bukti kepemilikan berupa Sertifikat Hak Atas Tanah yang dimiliki pihak lain, tentu berlaku asas “SPPT pembayaran pajak tidak berlaku sebagai alat bukti kepemilikan”. Namun bila para pihak yang saling bersengketa memperebutkan sebidang tanah dengan sama-sama mengklaim alas hak kepemilikan masing-masing berupa SPPT PBB, maka nama suatu pihak yang tertera dalam SPPT PBB tersebutlah yang paling kuat posisi hukumnya.
Yang disebut dengan karakter hukum yang kasuistik, artinya sifat atau karakter suatu perkara sangat berkaitan dengan fakta-fakta hukum empirik yang terjadi diseputar suatu sengketa. Karena itulah pencari keadilan perlu bersikap arif dengan melihat karakter suatu perkara beserta fakta-fakta hukum empiris yang relevan guna mencari suatu kaedah preseden yang tepat guna. Seperti itu jugalah fungsi peran jasa Konsultan Hukum yang akan menelaah dan memberi opini hukum secara netral dan objektif, bukan subjektif.
PEMBAHASAN:
Untuk memudahkan pemahaman, tepat kiranya SHIETRA & PARTNERS merujuk sebuah ilustrasi konkret sebagaimana tertuang dalam putusan Mahkamah Agung RI sengketa tanah register Nomor 2919 K/Pdt/2016 tanggal 10 Januari 2017, perkara antara:
- KETUT NETRA, sebagai Pemohon Kasasi, semula selaku Penggugat; melawan
- I GUSTI MADE LUDRA, selaku Termohon Kasasi dahulu Tergugat.
Kumpi Penggugat yang bernama Wayan Nangur alias Pan Geloh kawin dengan Bunteran. Keduanya telah meninggal, yang semasa hidupnya disamping meninggalkan Penggugat sebagai ahli warisnya juga meninggalkan harta warisan berupa tanah tegalan yang terletak seluas 27.900 M² sesuai dengan NOP: 51.08.010.005.000-0224.7, tercatat atas nama paman Penggugat yang bernama Wayan Sueca (alm).
Namun dari tanah seluas 27.900 m², bidang tanah seluas 11.000 m² ternyata dikemudian hari dimohonkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) dengan NOP: 51.08.010.005.018.0029.0, tercatat atas nama: Gusti Made Rai (orang tua dari Tergugat).
Sejak kakek Penggugat masih hidup, bidang tanah dikuasai dan dikerjakan sampai kakek Penggugat meninggal dilanjutkan penguasaanya lagi oleh ayah Penggugat yang bernama Wayan Degdeg (alm). Setelah orang tua Penggugat meninggal, Penggugat menguasai dan mengolah objek tanah tanpa halangan dan hambatan dari pihak lain.
Memasuki tahun 2007-2008, di lokasi objek tanah ada penataan wajib pajak yang dilaksanakan oleh Kantor Pajak. Tanpa sepengetahuan Penggugat, Tergugat telah mendaftarkan tanah sengketa sebagai objek pajak atas nama Gusti Made Rai yakni orang tua Tergugat.
Semula, setiap tahunnya Penggugat mendapatkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan, akan tetapi sejak tahun 2008 Penggugat tidak lagi mendapatkan SPPT Pajak Bumi dan Bangunan. Setelah Penggugat meminta klarifikasi ke Kantor Pajak, ternyata untuk Surat SPPT Pajak Bumi dan Bangunan untuk tahun 2008 telah tercatat atas nama Gusti Made Rai yakni orang tua Tergugat.
Menurut Penggugat, antara Penggugat dengan Tergugat tidak ada hubungan keluarga dan waris-mewaris. Dengan Surat Pemberitahuan Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan yang tercatat atas nama orang tuanya, pihak Tergugat kemudian mengajukan permohonan pendaftaran hak atas tanah untuk mendapat sertifikat pada Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Buleleng. Maksud dan tujuan dari gugatan ini, tidak lain untuk mencegah agar terhadap bidang tanah tidak terbit sertifikat oleh Kantor Pertanahan.
Dengan perubahan SPPT Pajak Bumi dan Bangunan yang semula atas nama paman Penggugat, kemudian dirubah menjadi atas nama orang tua Tergugat, telah beberapa kali berusaha diselesaikan melalui mediasi. Namun tidak menemukan solusi. Penggugat juga telah mengajukan surat pembatalan objek pajak atas nama Gusti Made Rai ke Kantor Pajak penerbit SPPT.
Objek tanah telah Penggugat kuasai, garap / kelola, dan hasilnya Penggugat nikmati sendiri hingga awal tahun 2013. Dengan Surat Pemberitahuan Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan yang tercatat atas nama orang tua Tergugat, sekitar bulan April 2013, Tergugat telah masuk secara menyerobot untuk menguasai tanah sengketa dan menebang tanaman jati milik Penggugat. Tergugat juga mendirikan bale bengong seolah-olah penguasaan tanah tersebut telah berlangsung lama.
Dengan telah ditebangnya tanaman jati yang Penggugat tanam sebanyak 750 batang pohon yang telah berumur 10 tahun, tentu membawa kerugian yang tidak sedikit bagi Penggugat. Sehingga yang menjadi pokok tuntutan dalam gugatan (petitum) yang diajukan pihak Penggugat, ialah agar pengadilan menyatakan:
- Menyatakan hukum tanah sengketa adalah sah peninggalan kumpi Wayan Nangur alias Pan Geloh (alm).
- Menyatakan hukum bahwa Penggugat adalah sah sebagai ahli waris dari Wayan Degdeg (alm) anak dari kakek Nyoman Nuriasta (alm) dan Kumpi dari Wayan Nangur alias Pan Geloh (alm).
- Menyatakan hukum bahwa Penggugat dengan Tergugat tidak ada hubungan waris-mewaris.
- Menyatakan hukum bahwa penguasaan tanah sengketa oleh Tergugat adalah tidak sah, dan merupakan perbuatan melawan hukum.
- Menyatakan hukum perubahan SPPT Pajak Bumi dan Bangunan dengan NOP: 51.08.010.005.018.0029.0 tercatat atas nama Gusti Made Rai yakni orang tua Tergugat, adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
- Menyatakan hukum bahwa permohonan sertifikat berdasarkan SPPT Pajak Bumi dan Bangunan, yang diajukan atas nama Tergugat, adalah tidak sah.
- Menghukum Tergugat untuk mengosongkan, membongkar segala bentuk bangunan dan mengembalikan tanah sengketa dengan segala sesuatu yang tumbuh di atas tanah sengketa kepada Penggugat.
- Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi kepada Penggugat sebesar Rp150.000.000,00.
Sementara dalam bantahannya, pihak Tergugat menyanggah dengan mendalilkan bahwa gugatan Penggugat adalah salah / keliru objek, oleh karena tanah seluas 11.000 m² SPPT Nomor 51.08.005.018.0029.0 tercatat atas nama Gusti Made Rai (orang tua dari Tergugat), ternyata terletak di lokasi yang berbeda dari lokasi yang dirinci dalam gugatan Penggugat. Sehingga batas-batas tanah yang disebutkan dalam dalil gugatan Penggugat, lokasinya berada di tempat lain.
Adapun dari versi dalil Tergugat, asal hak objek sengketa dimakusd adalah tanah waris peninggalan leluhur Tergugat, dan objek sengketa juga dikuasai dan dihasili secara turun-temurun oleh leluhur Tergugat. Oleh karena objek sengketa adalah sah milik Tergugat, maka segala hak yang melekat diatas bidang objek tanah, merupakan hak milik pribadi pihak Tergugat semata untuk mengklaim sebagai pemilik.
Pihak Penggugat tanpa alas hak yang sah telah mengakui Objek Sengketa sebagai miliknya dan telah melakukan tindakan pemblokiran permohonan sertifikat hak atas tanah yang telah diajukan oleh Tergugat ke Kantor Pertanahan, sehingga sertifikat hak milik yang dimohonkan kini tidak bisa diproses lebih lanjut alias tidak bisa terbit.
Perbuatan “mengklaim” objek sengketa tanpa alas hak yang jelas dan tindakan pemblokiran proses penerbitan sertifikat hak milik atas objek sengketa oleh Penggugat, merupakan perbuatan melawan hukum yang merugikan Tergugat, setidak-tidaknya sertifikat hak milik atas objek sengketa yang dimohonkan pada Kantor Pertanahan Kabupaten Buleleng menjadi terkendala penerbitannya.
Terhadap gugatan demikian, Pengadilan Negeri Singaraja kemudian menjatuhkan Putusan Nomor 212/Pdt.G/2014/PN.Sgr tanggal 9 April 2015, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
- Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Penggugat, putusan Pengadilan Negeri tersebut diatas kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Denpasar lewat putusannya Nomor 167/PDT/2015/PT.DPS. tanggal 28 Oktober 2015.
Pihak Penggugat mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah memeriksa secara saksama memori kasasi tanggal 1 Desember 2015 dan jawaban memori kasasi tanggal 8 Desember 2015 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti dalam hal ini Pengadilan Tinggi Denpasar yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Singaraja tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa oleh karena objek sengketa dalam perkara a quo adalah tanah sebagaimana termuat dalam SPPT PBB NOP 51.08.010.005.018.0029.0 atas nama Gusti Made Rai seluas 11.000 m² tidak termasuk dalam SPPT atas nama I Wayan Sueca seluas 27.900 m² maka penguasaan tanah objek sengketa oleh Tergugat adalah sah dan bukan merupakan perbuatan melawan hukum;
“Bahwa lagi pula alasan-alasan mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, hal mana tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, ternyata putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi KETUT NETRA tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi KETUT NETRA tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.