Nilai Total Akuisisi yang Wajib Dilaporkan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha

LEGAL OPINION
Question: Memang kami tahu ada aturan yang wajibkan perusahaan hasil merger dan akuisisi untuk melaporkan kegiatan pra atau pasca merger dan akuisisi jika nilai aset total hasil penggabungan itu mencapai suatu limit tertentu. Maksud dari nilai total aset kekayaan perseroan yang saling meleburkan, diambil-alih, atau digabungkan, itu artinya nilai-nilai aset masing-masing badan hukum yang saling merger, bukan?
Brief Answer: Sekalipun masing-masing badan hukum Perseroan Terbatas dinilai sebagai subjek hukum (legal entity) yang berdiri sendiri, terpisah dari pribadi pemegang sahamnya, namun dalam konteks anti persaingan usaha tidak sehat terdapat terminologi “pihak pengendali tersentral” yang kerap diistilahkan sebagai “beneficial owner”, sehingga masing-masing badan hukum terbuka kemungkinan saling berjejaring dan terafiliasi dengan segelintir pihak pengendali.
Mendistribusikan kekayaan sang pemegang saham pengendali ke dalam beragam badan hukum yang terpisah dengan tujuan untuk mengecoh pengawasan otoritas terkait, namun masuk dalam segmen pasar yang sama, dapat melahirkan praktik monopoli usaha maupun kartel harga yang berpotensi merugikan masyarakat selaku konsumen, seolah-olah para pelaku usaha tersebut saling berkompetisi namun senyatanya dimiliki dan dikendalikan oleh segelintir pengusaha yang sama. Untuk itulah kemudian sifat konvensional doktrin orthodoks dari suatu badan hukum Perseroan Terbatas, tidak berlaku mutlak dalam konteks penindakan dan penjatuhan sanksi oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Singkat kata, yang dimaksud dengan “total nilai aset” hasil merger maupun akuisisi, bukan dimaknai oleh badan hukum yang terlibat merger / akuisisi semata, namun juga include nilai kekayaan perusahaan induk dan afiliasinya (holding dan berbagai sister company, termasuk juga shell company tanpa terkecuali).
PEMBAHASAN:
Ilustrasi konkret berikut menjadi cerminan yang representatif, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk putusan Mahkamah Agung RI sengketa praktik usaha tidak sehat register Nomor 29 PK/Pdt.Sus-KPPU/2017 tanggal 4 April 2017, perkara antara:
- PT. MUARABUNGO PLANTATION, sebagai Pemohon Peninjauan Kembali, semula selaku Pemohon Keberatan; melawan
- KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU), selaku Termohon Peninjauan Kembali dahulu Termohon Keberatan.
Bermula pada tanggal 8 April 2014, KPPU menerbitkan putusan KPPU Nomor 01/2014 yang menyatakan sangpihak pengusaha telah melanggar ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat juncto Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dengan alasan bahwa sang pengusaha terlambat memberitahukan pengambilalihan saham PT. Tandan Abadi Mandiri (PT. TAM) kepada KPPU. Sang pengusaha dihukum KPPU untuk membayar denda sejumlah Rp1.249.000.000,00.
Menurut KPPU, sang pengusaha memiliki kewajiban untuk melakukan pemberitahuan pengambil-alihan saham, dengan alasan nilai aset gabungan setelah pengambil-alihan saham mencapai sejumlah Rp4.357.130.161.417,00. Putusan KPPU demikian dapat terjadi, diakibatkan mengikut-sertakan aset PT. Tiga Pilar Corpora (PT. TPC) dalam perhitungan jumlah aset gabungan, dengan argumentasi bahwa PT. TPC merupakan Badan Usaha Induk Tertinggi Pengendali dari pengusaha.
Padahal, PT. TPC bukanlah Badan Usaha Induk Tertinggi Pengendali perusahaan yang terkait akuisisi saham ini, demikian dalil Pemohon Keberatan. Adapun substansi kaedah Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999:
(1) Penggabungan atau peleburan badan usaha, atau pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 yang berakibat nilai aset dan atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu, wajib diberitahukan kepada Komisi, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh hari) sejak tanggal penggabunganya, peleburan atau pengambilalihan tersebut.
(2) Ketentuan tentang penetapan nilai aset dan atau nilai penjualan serta tata cara pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur dalam Peraturan Pemerintah.”
Ketentuan pelaksana dari norma diatas, diatur dalam Pasal 5 Ayat (2) Huruf (a) Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2010:
“Jumlah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. nilai aset sebesar Rp2.500.000.000.000,00 (dua triliun lima ratus miliar rupiah); dan/atau b. …”
Oleh karena ketentuan Undang-Undang Nomor 5/1999 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 57/2010, hanya mewajibkan pemberitahuan untuk pengambil-alihan saham yang mengakibatkan jumlah nilai aset gabungan melebihi Rp2.500.000.000.000,00, maka pengambil-alihan saham PT. TAM oleh sang pengusaha yang hanya mengakibatkan nilai aset gabungan sejumlah Rp. 2.372.295.184.496,67 menjadi tidak wajib untuk diberitahukan kepada pihak KPPU, maka tidak ada pelanggaran oleh Pemohon Keberatan
Terhadap keberatan pihak pengusaha, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemudian menjatuhkan putusan Nomor 253/Pdt.G.KPPU/2014/PN.Jkt.Sel tanggal 30 Juni 2014, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
- Menolak permohonan keberatan dari Pemohon Keberatan (PT. Muarabungo Plantation) untuk seluruhnya.”
Dalam tingkat kasasi, yang kemudian menjadi putusan Mahkamah Agung Nomor 679 K/Pdt.Sus-KPPU/2014 tanggal 23 Desember 2014, dengan pertimbangan hukum serta amar sebagai berikut:
“Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara seksama memori kasasi tanggal 24 Juli 2014 dan kontra memori kasasi tanggal 3 Oktober 2014, dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa pengambil-alihan saham PT. Tandan Abadi Mandiri (PT. TAM) oleh Pemohon Keberatan (PT. Muarabungo Plantation) adalah sebesar Rp 3.132.184.161.417 jelas terlihat nilai assetnya melebihi jumlah Rp 2.500.000.000 sebagaimana ditentukan dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010, suatu keadaan yang harus dilaporkan kepada Termohon Keberatan;
- Bahwa disamping itu Pemohon Kasasi juga tidak dapat membuktikan bahwa pengalihan saham tersebut tidak mengakibatkan nilai asset gabungan melebihi jumlah minimal yang ditentukan oleh Pasal 5 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 tersebut;
MENGADILI :
- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. MUARABUNGO PLANTATION tersebut.”
Pihak pengusaha mengajukan upaya hukum peninjauan kembali, berkeberatan telah dihukum untuk membayar denda sejumlah Rp1.249.000.000,00 karena dianggap telah melanggar ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan, karena pengusaha dianggap terlambat memberitahukan / melaporkan transaksi pengambil-alihan saham PT. TAM kepada KPPU.
Putusan tersebut didasari pertimbangan hukum yang dinilai keliru, seolah PT. Tiga Pilar Corpora (PT. TPC) merupakan Badan Usaha Induk Tertinggi yang mengendalikan Pemohon Keberatan melalui PT. Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk. Kekeliruan tersebut menyebabkan nilai aset PT. TPC diikut-sertakan kedalam penghitungan jumlah aset gabungan akibat transaksi pengambil-alihan saham PT. TAM oleh Pemohon Keberatan, sehingga jumlah aset gabungan dalam transaksi pengambilalihan saham PT. TAM, membengkak melebihi batas wajib pemberitahuan / lapor yakni senilai Rp2.500.000.000.000,00 sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 5 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Ternyata, KPPU berhasil mengendus adanya kedudukan Tuan Budhi Istanto Suwito dan Tuan Stefanus Joko Mogoginta yang menjadi 2 (dua) orang Direktur sebagai “pihak pengendali”, baik dalam PT. TPC maupun PT. Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk., sehingga dinilai sebagai saling terafiliasi dalam Grub Usaha, sebagai induk dan anak usaha.
Namun pihak pengusaha bersikeras, KPPU tidak dapat membuktikan bahwa secara faktual / nyata / riil terdapat pengendalian PT TPC terhadap PT Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk. dihubungkan dengan kedudukan Tuan Budhi Istanto Suwito dan Tuan Stefanus Joko Mogoginta tersebut.
Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 679 K/2014 yang menguatkan Putusan KPPU, diputus dengan pertimbangan hukum keliru mengenai adanya pengendalian PT. TPC terhadap Pemohon Keberatan melalui PT. Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk., berdasarkan pada adanya jabatan Tuan Budhi Istanto Suwito dan Tuan Stefanus Joko Mogoginta, dimana keduanya merupakan pemegang saham dan organ perseroan pada PT. TPC sekaligus keduanya menjadi 2 Direktur dari total 3 Direktur di PT. Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk. (pemegang suara mayoritas dalam susunan Direksi).
Meski “pihak pengendali” telah dipetakan oleh KPPU, namun sang pengusaha berikukuh bahwa PT. TPC bukan Badan Usaha Induk Tertinggi dari Pemohon Keberatan (melalui PT. Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk.), sehingga nilai aset PT. TPC tidak boleh dicampur-aduk dalam penghitungan jumlah aset gabungan akibat pengambil-alihan saham PT TAM oleh Pemohon Keberatan.
Pertimbangan hukum Judex Juris pada tingkat kasasi menyatakan, terdapat jabatan strategis Tuan Budhi Istanto Suwito dan Tuan Stefanus Joko Mogoginta pada PT. TPC dan PT. Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk., yang dapat mempengaruhi dan menentukan arah pengelolaan dan kebijakan pengelolaan PT. Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk.
Dimana terhadap keberatan demikian, membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama alasan-alasan peninjauan kembali tanggal 16 September 2016 dan jawaban alasan-alasan peninjauan kembali tanggal 2 November 2016 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Juris, ternyata bukti-bukti peninjauan kembali yang diajukan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat diterima sebagai bukti baru yang bersifat menentukan;
“Bahwa dalam putusan Judex Juris juga tidak terdapat kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata;
“Bahwa berdasarkan Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ditentukan bahwa pengambilan saham yang berakibat nilai aset dan atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu wajib memberitahukan kepada Komisi selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pengambil-alihan tersebut;
“Bahwa pengambil-alihan saham PT. Tandan Abadi Mandiri oleh Termohon Keberatan / Terlapor berlaku tanggal 15 Oktober 2012 sedangkan pemberitahuan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha tanggal 22 Maret 2013, sehingga sudah terlambat melakukan pemberitahuan 76 (tujuh puluh enam) hari;
“Bahwa nilai aset gabungan setelah pengambil-alihan saham telah melebihi jumlah minimal yang harus dilaporkan kepada Komisi; dengan demikian pertimbangan Judex Juris yang menolak permohonan kasasi sudah tepat dan benar;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, Mahkamah Agung berpendapat permohonan pemeriksaan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali PT. MUARABUNGO PLANTATION tersebut tidak beralasan, sehingga harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan pemeriksaan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali PT. MUARABUNGO PLANTATION tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.