Delik Aduan Pelanggaran Pidana Merek, Wajib ada Aduan Korban

LEGAL OPINION
Question: Apa bisa sewaktu-waktu ada pihak polisi ancam bilang mau dipidanakan saya karena pakai merek punya orang lain, tapi dari pihak yang punya merek itu sendiri ngak ada protes atas usaha saya yang selama ini pakai merek miliknya. Apa memang seperti itu aturannya, kompetitor seenaknya pidanakan pesaingnya?
Brief Answer: Segala hal yang terkait pelanggaran terhadap hak keperdataan (termasuk segala jenis Hak atas Kekayaan Intelektual) yang juga disaat bersamaan terdapat pengaturan pidananya, maka hal tersebut ancaman pidananya dibatasi keberlakuannya semata dalam kerangka “delik aduan”—dalam artian, tiada laporan dari korban pengadu, maka pelaku pelanggar tidak dapat diproses pidana, terlebih dihukum pidana.
Dalam stelsel pidana, yang dilanggar ialah hak publik. Sementara merek, hanya terkait hak subjektif satu subjek hukum / seorang warga. Maka, tidaklah tepat kriminalisasi diberlakukan sementara tiada hak publik yang terlanggar oleh pelaku. Dalam “delik aduan”, aduan dari pihak korban pelapor menjadi prasyarat mutlak, jika pelaku pelanggar hendak diproses pidana.
Mungkin yang menjadi masalah utama yang perlu dianalisa, bukanlah: apakah ada atau tidaknya pihak pelapor / pengadu, namun apakah pihak pelapor tersebut adalah pelapor yang sah memiliki hak / kewenangan untuk melaporkan kerugiannya. Kita perlu memahami, bukanlah pelanggaran terhadap pidana merek, bila kelas barang / jasa yang diadukan saling berbeda antara milik pelapor dengan yang diperdangkan oleh terlapor.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah kasus konkret yang menjadi rujukan utama SHIETRA & PARTNERS, sebagaimana dapat dicerminkan dalam putusan Pengadilan Negeri Bekasi perkara pidana “merek” register Nomor 277/PID/B/2009/PN.BKS tanggal 04 Juli 2011, dimana Terdakwa didakwa karena telah dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan atau diperdagangkan.
Dimana terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum sebagai terdakwa dalam perkara ini adalah IWAN BAHTIAR MARYANTO dengan identitas lengkap tersebut dalam surat dakwaan dengan uraian dakwaan yang menyebutkan bahwa terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan dalam jabatan sebagai Direktur PT.Shalom Kita Abadi;
“Menimbang, bahwa dari rumusan surat dakwaan tersebut diatas dalam uraian dakwaan dirumuskan, pada waktu ditempat seperti tersebut diatas bahwa terdakwa selaku Direktur PT. Shalom Kita Abadi ..... (dan seterusnya) maka dapat disimpulkan bahwa apa yang dilakukan oleh terdakwa sehingga diajukan sebagai terdakwa dalam perkara ini adalah dalam kedudukan atau jabatannya sebagai Direktur pada PT. SHALOM KITA ABADI, dan bukan sebagai pribadi;
“Menimbang, bahwa berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan yaitu baik berdasarkan keterangan terdakwa maupun berdasarkan surat yang terlampir dalam berkas perkara yaitu pernyataan keputusan rapat PT. SHALOM KITA ABADI No. 30 tanggal 03 Juli 2008 yang dibuat di hadapan Notaris ... , diketahui bahwa terdakwa menjabat sebagai Direktur PT.SHALOM KITA ABADI adalah terhitung sejak tanggal 03 Juli 2008;
“Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan undang-undang Perseroan Terbatas (PT) yaitu Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, maka yang bertanggung jawab baik keluar maupun ke dalam terhadap kegiatan perusahaan adalah Direksi, termasuk direktur;
“Menimbang, bahwa oleh karena dalam surat dakwaan disebutkan perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa adalah dilakukan pada bulan Juni 2008 sekitar jam 08.30 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu lain disekitar waktu itu di dalam bulan Juni 2008, sedangkan pada waktu itu terdakwa belum menjabat sebagai Direktur PT. SHALOM KITA ABADI, tetapi hanya sebagai karyawan / pegawai (Bukan direksi), maka sesuai dengan ketentuan Undang-undang Perseroan Terbatas tersebut maupun ketentuan tentang TEMPUS DELICTY (waktu terjadinya tindak pidana), perbuatan tersebut tidak dapat dimintakan pertanggung-jawaban kepada terdakwa, tetapi harus kepada orang lain yang menjabat sebagai Direktur sebelum terdakwa;
“Menimbang, bahwa tentang rumusan dalam surat dakwaan yang menyebutkan kalimat “atau setidak-tidaknya lagi dalam tahun 2008”, kalimat tersebut meskipun lazim dipergunakan dalam surat dakwaan. Tetapi berkaitan dengan tempus delicty, rumusan tersebut dapat menyulitkan terdakwa dalam mengajukan pembelaan;
“Menimbang, bahwa dengan demikian maka unsur ke-1 : ‘barangsiapa’, tidak terpenuhi atau tidak terbukti;
Unsur ke.2. ‘Dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan’;
“Menimbang, bahwa pengertian dengan sengaja adalah perbuatan dan akibat dari perbuatan tersebut memang dikehendaki oleh si pelaku, sedangkan pengertian tanpa hak adalah tanpa alas atau landasan hukum yang sah, seperti mempunyai ijin dari yang berwenang atau dari orang yang berhak, dan lain sebagainya;
“Menimbang, bahwa dalam perkara ini, yang dimaksud dalam unsur ke-2 diatas adalah apakah benar terdakwa dalam kedudukannya sebagai Direktur PT. SHALOM KITA ABADI bersama-sama dengan LEE BYUNG JOO (terdakwa dalam perkara yang sama dengan berkas yang terpisah / splitzing), dengan sengaja dan tidak mempunyai landasan yang sah (ijin), telah menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain (dalam hal ini merek Nashua milik saksi pelapor Agustinus Tong) untuk barang dan / atau jasa sejenis (dalam hal ini berdasarkan sertifikat merek tertanggal 11 Februari 2005 yang dikeluarkan oleh Dirjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia adalah kelas barang / jasa 17) yang diproduksi atau diperdagangkan;
“Menimbang, bahwa dengan demikian maka menurut Majelis Hakim yang harus dibuktikan pada unsur ke 2 ini adalah:
1. Apakah perbuatan terdakwa bersama saksi LEE BYUNG JOO dalam memproses atau memperdagangkan produk berupa pita perekat (MASKING TAPE) merek NASHUA yang notabene jenisnya yaitu pita perekat (masking tape) dan mereknya adalah sama dengan merek NASHUA milik saksi pelapor Agustinus Tong, sebagai suatu perbuatan yang disengaja dan tanpa mempunyai ijin yang sah?
2. Apakah kelas barang dan / atau jasa masking tape yang diproduksi atau diperdagangkan oleh terdakwa adalah sama dengan kelas barang / jasa milik saksi Agustinus Tong yaitu kelas barang / jasa 17?
3. Apakah saksi pelapor AGUSTINUS TONG adalah sebagai satu-satunya pemegang Hak Merek Nashua yang terdaftar di Indonesia dan oleh karenanya dilindungi haknya oleh undang-undang dalam menggunakan merek tersebut, sehingga memiliki kewenangan (kapasitas) sebagai saksi pelapor?
4. Apakah barang / jasa yang diproduksi / diperdagangkan oleh terdakwa bersama saksi LEE BYUNG JOO berupa masking tape merek Nashua tersebut adalah ‘sama keseluruhannya’ dengan merek Nasuha milik saksi Agustinus Tong, sehingga melanggar Pasal 90 Undang-Undang RI No.15 tahun 2001 tentang Merek?
“Menimbang, bahwa berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan yaitu berdasarkan keterangan saksi AHMAD, saksi ARMAN, saksi NAPIS, saksi LEE BYUNG JOO maupun keterangan terdakwa di persidangan, terdakwa baru mengetahui bila produk merek NASHUA yang diproduksi atau diperdagangkan oleh PT. SHALOM KITA ABADI adalah sama dengan produk merek NASHUA milik saksi AGUSTINUS TONG, yaitu saat terdakwa diberitahu oleh penyidik Polres Bekasi atas adanya laporan dari saksi AGUSTINUS TONG pada tanggal 15 Juli 2008, sebelumnya terdakwa tidak tahu, dan terdakwa melakukan hal tersebut karena ‘merasa’ memiliki hak atau ijin yang sah, yaitu karena PT. SHALOM KITA ABADI telah mendapat ijin dari NASHUA CORPORATION;
“Menimbang, bahwa NASHUA CORPORATION berdasarkan sertifikat merek No. ... tanggal 13 Maret 1998 yang dikeluarkan oleh Dirjen Hak Cipta, Paten, dan Merek Departemen Kehakiman RI, telah dinyatakan sebagai pemegang merek NASHUA, sedangkan merek NASHUA yang dimiliki oleh saksi AGUSTINUS TONG baru terdaftar dan memperoleh sertifikat merek NASHUA pada tanggal 11 Februari 2005;
“Menimbang, bahwa tentang kebenaran PT. SHALOM KITA ABADI telah mendapat / memperoleh ijin dari NASHUA CORPORATION diperoleh dari keterangan saksi LEE BYUNG JOO, saksi ARMAN maupun keterangan terdakwa yang menyatakan bahwa seluruh surat-surat ijin yang diberikan oleh NASHUA CORPORATION kepada PT. SHALOM KITA ABADI telah ikut terbakar saat PT.SHALOM KITA ABADI mengalami kebakaran pada tanggal 13 Juni 2007, serta di dukung oleh surat tanda penerimaan laporan kebakaran dari Polres Metro Bekasi, dan baru kemudian pada tanggal 29 Maret 2009 terdakwa kembali memperoleh ijin tersebut, dimana tentang kronologis adanya ijin dari NASHUA CORPORATION kepada PT. SHALOM KITA ABADI, dapat dilihat dari bukti-bukti surat yang dilampirkan dalam pembelaan / pledoi terdakwa yaitu yang diberi tanda bukti T.14, T.17, T.13, dan T.10 ... , dapat disimpulkan adanya fakta bahwa setidak-tidaknya sejak tahun 1997 PT. SHALOM KITA ABADI telah memperdagangkan Masking Tape Merek NASHUA pada kelas 16 berdasarkan ijin (Lisensi) dari NASHUA CORPORATION dan atau dari agen-agen NASHUA CORPORATION yang lain yang tersebar diberbagai Negara seperti Korea, Singapore dan Amerika, dan pula merek NASHUA telah terdaftar atas nama NASHUA CORPORATION untuk masking tape Kelas 16 sejak tahun 1998 seperti diuraikan diatas;
“Menimbang, bahwa selain itu, dari bukti surat yang diajukan oleh Penasehat Hukum Terdakwa, telah didapat pula bukti pertunjuk bahwa PT. SHALOM KITA ABADI telah diberikan perpanjangan atau pembaharuan ijin menggunakan merek NASHUA yaitu berdasarkan bukti-bukti surat yang diterbitkan setelah tahun 2008;
“Menimbang, bahwa selain surat-surat diatas, maka berdasarkan keterangan saksi AHMAD, NAPIS, LEE BYUNG JOO dan saksi ARMAN, diperoleh fakta bahwa mereka masing-masing telah bekerja pada PT. SHALOM KITA ABADI sejak tahun 1999, dimana saksi ARMAN sebagai Direktur, saksi LEE BYUNG JOO sebagai Quality Control, saksi AHMAD dan NAPIS sebagai karyawan yang sejak itu PT. SHALOM KITA ABADI memang sudah memproduksi / menjual making tape merek NASHUA;
“Menimbang, bahwa berdasarkan sertifikat merek No.IDM ... tertanggal 11 Februari 2005 yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen hukum dan Hak Asasi Manusia yang diberikan kepada AGUSTINUS TONG, diketahui bahwa kelas barang / jasa yang dilindungi adalah kelas barang / jasa 17;
“Menimbang, bahwa berdasarkan sertifikat merek No. ... tertanggal 13 Maret 1998 yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Hak Cipta, Paten, dan Merek Departemen Kehakiman RI yang diberikan kepada NASHUA CORPORATION, di ketahui bahwa kelas barang / jasa yang dilindungi adalah kelas barang / jasa 16;
“Menimbang, bahwa berdasarkan surat permintaan perpanjangan pendaftaran merek dari NASHUA CORPORATION tertanggal 10 April 2007, diketahui bahwa kelas barang / jasa yang didaftarkan adalah kelas 16;
“Menimbang, bahwa menurut kedua ahli tersebut, pengklasifikasian barang dan jasa didasarkan pada bahan dasar barang dan untuk keperluannya, barang-barang yang termasuk dalam kelas 17 adalah barang-barang yang terbuat dari karet, getah, asbes, mika, plastik dan digunakan untuk keperluan industri. Sedangkan kelas 16 adalah untuk keperluan rumah tangga. Pita perekat yang terbuat dari bahan kertas dan peruntukannya untuk rumah tangga termasuk dalam kelas 16, sedangkan pita perekat untuk keperluan industri termasuk dalam kelas 17;
“Menimbang, bahwa oleh karena pita perekat (masking tape) yang diproduksi / diperdagangkan oleh PT. SHALOM KITA ABADI adalah terbuat dari bahan dasar kertas, maka termasuk dalam dalam kelas 16, bukan kelas 17 produk masking tape milik AGUSTINUS TONG yang dilindungi haknya oleh Undang-undang, demikian pula mengingat tidak ada satu orang saksi pun yang mengatakan bila pita perekat (masking tape) yang diproduksi / diperdagangkan oleh terdakwa adalah untuk keperluan industri, maka dengan demikian dapat disimpulkan adanya perbedaan kelas antara produk milik saksi AGUSTINUS TONG dengan produk yang diperdagangkan oleh terdakwa melalui PT. SHALOM KITA ABADI yaitu kelas 17 untuk produk milik AGUSTINUS TONG, dan kelas 16 untuk PT. SHALOM KITA ABADI;
“Menimbang, bahwa berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan yaitu berdasarkan keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa, serta surat-surat yang terlampir dalam berkas perkara baik yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum maupun Penasehat Hukum terdakwa, diketahui bahwa merek ‘NASHUA’ selain telah didaftarkan lebih dahulu oleh NASHUA CORPORATION dari pada NASHUA milik AGUSTINUS TONG sebagaimana telah diuraikan diatas, juga telah digunakan hingga disengketakan oleh beberapa orang / pihak sebagaimana dapat diketahui dari Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 21 Oktorber 2002, No. 37/Merek/2002/PN.Niaga.JKT.PST., antara NASHUA CORPORATION sebagai pihak Penggugat melawan HENDRA SURYA JOE sebagai Tergugat dalam perkara penggunaan merek Nashua tersebut, dimana HENDRA SURYA JOE telah memiliki sertifikat merek NASHUA No. 460479 tertanggal 3 Januari 2001 dari Dirjen Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Kehakiman dan HAM.RI, dalam perkara tersebut NASHUA CORPORATION adalah sebagai pihak yang dimenangkan perkaranya, dengan demikian berdasarkan putusan diatas maka NASHUA CORPORATION sebagai pemegang hak merek yang disengketakan, apalagi Agustinus Tong memperoleh Hak menggunakan merek NASHUA tersebut dari HENDRA SURYA JOE berdasarkan Akta Pemindahan Hak No.89 tanggal 30 Mei 2002, selanjutnya berdasarkan Surat dari Direktur Merek Departemen Kehakiman tertanggal 04 Juni 2004, permohonan pengalihan hak pendaftaran merek No. 460479 dari HENDRA SURYA JOE kepada AGUSTINUS TONG, telah ditolak dengan alasan merek NASHUA No. 460479 tersebut telah dicoret dari daftar umum merek, berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 37/Merek/2002/PN.NIAGA JAKARTA PUSAT tanggal 21 Oktober 2002, dan baru kemudian pada tanggal 11 Februari 2005 merek NASHUA milik AGUSTINUS TONG telah terdaftar dan memperoleh sertifikat merek NASHUA No.IDM. ...;
“Menimbang, bahwa patut dipertanyakan berdasarkan penolakan tersebut ternyata Dirjen HAKI Depkum RI, juga menerbitkan sertifikat dengan merek NASHUA No. 460479 tertanggal 03 Januari 2001, dengan demikian sejak itu sampai pada tahun 2010 masih terdapat 2 (dua) sertifikat merek Nashua yaitu masih dimiliki oleh Hendra Surya Joe dan Agustinus Tong;
“Menimbang, bahwa demikian pula berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri / Niaga Jakarta Pusat No. 67/Merek/2008/PN.NIAGA.JKT.PST tanggal 27 Januari 2009, diketahui bahwa saksi AGUSTINUS TONG pada tanggal 21 Oktober 2008 telah digugat oleh NASHUA CORPORATION, juga dalam masalah penggunaan Merek NASHUA, perkara mana hingga tingkat kasasi, bahkan peninjauan kembali;
“Menimbang, bahwa berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 04/Merek/2010/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 15 April 2010, diketahui bahwa AGUSTINUS TONG pada tanggal 15 Januari 2010 juga telah digugat oleh PT. UNIVERSAL PACK INDUSTRY, dalam perkara merek NASHUA yang dipergunakan untuk perdagangan kelas 16, padahal ijin yang diberikan kepada AGUSTINUS TONG adalah untuk kelas 17;
“Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta dan pertimbangan diatas maka ternyata ijin penggunaan merek Nasuha tidak hanya diberikan kepada saksi AGUSTINUS TONG yaitu pelapor dalam perkara ini tetapi juga diberikan kepada NASHUA CORPORATION, dan selanjutnya oleh karena terdakwa melalui PT. SHALOM KITA ABADI telah memperoleh ijin dari NASHUA CORPORATION serta beberapa pihak lainnya melalui kerjasama dengan NASHUA CORPORATION, seperti THE CANDALL COMPANY, TICO ADHESIVES LP, KB TRADING CORPORATION / COVALENCE SPECIALTY MATERIALS CORPORATION, BERRY PLASTICS CORPORATION, maka PT. SHALOM KITA ABADI adalah juga sebagai pemegang lisensi terhadap penggunaan merek ‘NASHUA’;
“Menimbang, bahwa dengan demikian maka dalam hal ini kepada siapa perlindungan ini akan diberikan, apakah kepada AGUSTINUS TONG atau kepada NASHUA CORPORATION yang dengan haknya sebagai pemegang merek telah memberikan lisensi kepada terdakwa ( PT. SHALOM KITA ABADI);
“Menimbang, bahwa tentang belum didaftarkannya lisensi tersebut oleh terdakwa dimana menurut ketentuan pasal 43 ayat (3) Undang-undang RI No.15 tahun 2001 tentang Merek adalah wajib dimohonkan pencatatan pada Direktorat Jenderal Merek, namun oleh karena menurut keterangan ahli ketentuan tentang pendaftaran lisensi tersebut belum ada peraturan pelaksanaannya, maka kewajiban mendaftarkan lisensi tesebut belum memiliki sanksi hukum bila tidak / belum dilaksanakan terdakwa; [Note SHIETRA & PARTNERS: Tidak ada urgensi pendaftaran / pencatatan lisensi demikian, oleh sebab yang paling berkepentingan atas Hak Kekayaan Intelektual, ialah pemegang Merek itu sendiri, sehingga tidak pada tempatnya pihak ketiga berkeberatan terhadap penggunaan merek itu oleh pemegang lisensi bila pemberi lisensi sama sekali tidak berkeberatan mereknya digunakan oleh penerima lisensi.]
“Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan ahli dipersidangan ... dinyatakan bahwa ahli sependapat dengan surat Direktur Merek ... tanggal 03 April 2009 yang pada pokoknya menyatakan terdapat persamaan pada pokoknya antara masking tape yang diproduksi atau diperdagangkan oleh terdakwa dengan produk yang dimiliki oleh saksi AGUSTINUS TONG, namun menurut ahli tersebut, perlindungan hukum yang diberikan kepada pemegang merek adalah terhadap kelas barang dan / atau jasa yang sama;
“Menimbang, bahwa berdasarkan sertifikat merek yang diberikan kepada produk masking tape milik AGUSTINUS TONG adalah tercatat barang dan atau jasa kelas 17, sedangkan terdakwa memperoleh lisensi dari NASHUA CORPORATION yang juga memiliki sertifikat merek dan tercatat sebagai barang dan atau jasa kelas 16;
“Menimbang, bahwa oleh karena terdapat perbedaan kelas dari kedua produk tersebut, maka meskipun mempunyai persamaan pada pokoknya dari merek ‘NASHUA’, namun perbuatan terdakwa bukan merupakan pelanggaran Pasal 90 dari Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek tersebut;
“Menimbang, bahwa selain pertimbangan diatas ternyata pula bahwa pada saat perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa sebagaimana didakwakan yaitu pada bulan Juni 2008 masih terdapat persoalan tentang siapa sebenarnya yang berhak atas merek Nashua tersebut yaitu apakah menjadi hak dari NASHUA CORPORATION berdasarkan sertifikat No.411378 tanggal 13 Maret 1998 dan Putusan Pengadilan Negeri No. 37/Merek/2002/ PN.Niaga.JKT.PST; ataukah menjadi hak HENDRA SURYA JOE berdasarkan sertifikat No.460475 tanggal 03 Januari 2007 hingga menjadi hak AGUSTINUS TONG berdasarkan sertifikat Merek NASHUA No.IDM. ... tanggal 11 Februari 2005;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum diatas, maka dapat disimpulkan bahwa unsur ke 2 yaitu Dengan sengaja dan tanpa hak, menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan atau jasa sejenis yang diproduksi atau diperdagangkan, tidak terpenuhi atau tidak terbukti;
Ad.3. ‘Disyaratkan adanya pengaduan’;
“Menimbang, bahwa menurut ketentuan Pasal 95 Undang-Undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek, pengaduan merupakan persyaratan esensiil terhadap tindak pidana yang diatur dalam Pasal 90 dan Pasal 94 Ayat (1);
“Menimbang, bahwa berdasarkan pada ketentuan Pasal 95 diatas, maka untuk dapat mengajukan terdakwa dimuka persidangan adalah harus disertai adanya ‘pengaduan’ dan tidak cukup sekedar ‘laporan’ dari pihak yang benar-benar merasa dirugikan haknya;
“Menimbang, bahwa pengertian pengaduan secara substantif adalah berbeda dengan pengertian laporan, dimana suatu laporan dapat dilakukan oleh siapapun terhadap adanya suatu peristiwa pidana yang terjadi maupun yang akan dilakukan yang diketahui oleh si pelapor tanpa pelapor tersebut harus memiliki kepentingan atau sebagai pihak yang dirugikan, sedangkan pengaduan adalah suatu laporan yang disertai dengan permintaan untuk ditindak-lanjuti oleh pihak yang berwenang dan hanya dapat dilakukan oleh orang yang benar-benar haknya merasa dirugikan;
“Menimbang, bahwa menurut penjelasan Pasal 72 KUHP dalam buku R.Soesilo, disebutkan bahwa delik aduan itu dibedakan atas dua jenis yaitu :
a. Delik aduan absolut, yaitu delik atau peristiwa pidana yang selalu hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan seperti tersebut dalam pasal-pasal : 284, 293, 310, dan berikutnya, 332, 322, dan 369. Dalam hal ini maka pengaduan diperlukan untuk menuntut peristiwanya, sehingga permintaan dalam pengaduannya harus berbunyi ‘saya minta agar peristiwa ini dituntut’. Oleh karena yang dituntut itu peristiwanya, maka semua orang yang bersangkut paut (melakukan, membujuk, membantu) dengan peristiwa itu harus dituntut.
b. Delik aduan relatif, yaitu delik-delik (peristiwa pidana) yang biasanya bukan merupakan delik aduan, akan tetapi jika dilakukan oleh sanak keluarga, yang ditentukan dalam pasal 367 lalu menjadi delik aduan. Cara mengajukan pengaduan itu ditentukan dalam pasal 45 HIR yaitu ialah dengan surat yang ditanda-tangani, atau dengan lisan. Pengaduan dengan lisan oleh pegawai yang menerimanya harus dituliskan dan ditanda-tangani olehnya serta oleh orang yang mengadu.
“Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim mencermati dengan seksama terhadap dasar diajukannya IWAN BAHTIAR MARYANTO sebagai terdakwa dalam perkara ini, ternyata hanya didasarkan pada adanya surat laporan polisi tertanggal 15 Juli 2008 No. Pol. :... , tanpa disertai adanya surat pengaduan sehingga hal tersebut tidak memenuhi formalitas suatu delik aduan yang bersifat absolut dalam suatu perkara delik aduan (klach delict) sebagaimana yang disyaratkan dalam ketentuan Pasal 95 Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum diatas maka unsur ke-3 yaitu disyaratkan adanya pengaduan, tidak terpenuhi atau tidak terbukti;
“Menimbang, bahwa pasal 91 berbunyi : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00.
“Menimbang, bahwa oleh karena perbedaan antara ketentuan dalam Pasal 90 dengan Pasal 91 Undang-undang RI No.15 tahun 2001 tentang Merek adalah tentang ‘Persamaan secara keseluruhan’ dan ‘Persamaan pada pokoknya’ atas penggunaan merek yang sama, sedangkan alasan hukum Majelis Hakim untuk menyatakan terdakwa tidak melanggar Pasal 90 adalah karena adanya perbedaan kelas antara produk milik Agustinus Tong dengan kelas yang diproduksi / diperdagangkan terdakwa, maka terdakwa harus pula dinyatakan tidak melanggar Pasal 91 Undang-undang tersebut;
“Menimbang, bahwa Pasal 93 berbunyi : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang dilindungi berdasarkan indikasi-asal pada barang atau jasa sehingga dapat memperdaya atau menyesatkan masyarakat mengenai asal barang atau asal jasa tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00.
Menimbang, bahwa oleh karena obyek dalam Pasal 93 tersebut adalah berbeda dengan obyek yang dipermalahkan dalam perkara ini yaitu ‘menggunakan’ tanda yang dilindungi dan bukan penggunaan ‘merek’, maka tentang pasal ini tidak perlu dipertimbangkan lebih lanjut;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum diatas maka unsur ke-1 dan ke-2 pada dakwaan alternatif kedua tidak terpenuhi atau tidak terbukti;
Menimbang, bahwa oleh karena unsur ke-1 dan ke-2 pada dakwaan alternatif kedua tidak terbukti maka terdakwa harus dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 94 ayat (1) Undang-undang No.15 tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP pada dakwaan alternatif kedua, sehingga oleh karenanya terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan tersebut;
“Menimbang, bahwa oleh karena seluruh dakwaan Jaksa Penuntut Umum telah dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan dan terdakwa harus dibebaskan dari segala dakwaan, maka terdakwa harus dipulihkan dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya;
“Mengingat, ketentuan Pasal 90 dan Pasal 94 ayat (1) Undang-undang No.15 tahun 2001 tentang Merek dan Peraturan Perundang-undangan lainnya yang bersangkutan;
M E N G A D I L I :
1. Menyatakan bahwa terdakwa IWAN BAHTIAR MARYANTO, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana baik pada dakwaan alternatif pertama ataupun dakwaan alternatif kedua;
2. Membebaskan terdakwa IWAN BAHTIAR MARYANTO tersebut dari segala dakwaan Jaksa Penuntut Umum (Vrijspraak);
3. Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.