Tanah Adat adalah Milik Kolektif Masyarakat Hukum Adat

LEGAL OPINION
Question: Ada rencana untuk beli tanah adat dari seorang penduduk yang menawarkan untuk menjual tanahnya. Apa ada resiko dikemudian hari? Setelah dibeli, bisakah diajukan sertifikat tanah?
Brief Answer: Tanah adat tidak dapat diajukan permohonan penerbitan sertifikat hak atas tanah, karena tanah adat ialah tanah milik kolektif komunitas masyarakat hukum adat, bukan milik salah satu anggota komunitas hukum adat, terlebih dijual-belikan. Bila memang dapat diterbitkan sertifikat hak atas tanah, maka sifatnya “ringkih” karena dapat dengan mudah dibatalkan oleh komunitas masyarakat hukum adat setempat. Kaedah tersebut dibentuk oleh berbagai preseden putusan Mahkamah Agung sebagai suatu best practice.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi konkret, untuk itu SHIETRA & PARTNERS merujuk putusan sengketa register Nomor 1287 K/Pdt/2016 tanggal 9 Agustus 2016, perkara antara:
1. ANDREAS WALANG HURIT, 2. DOMINIKUS DOSI WELAN; 3. MIKHAEL PEHAN HURIT; 4. DOMINIKUS SINA HURIT; 5. YOHANES RAJA HURIT, sebagai Para Pemohon Kasasi dahulu Para Tergugat; melawan
1. LAURENSIUS SINA HURIT; 2. EMANUEL KELI HURIT, selaku Para Termohon Kasasi dahulu Para Penggugat; dan
- KEPALA KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN FLORES, sebagai Turut Termohon Kasasi dahulu Turut Tergugat.
Gugatan ini merupakan sengketa lahan, dimana terhadap gugatan tersebut, Pengadilan Negeri Larantuka kemudian menjatuhkan putusan Nomor 08/Pdt.G/2014/PN.Lrt., tanggal 8 April 2015, dengan amar sebagai berikut:
Dalam Eksepsi:
- Mengabulkan tangkisan/eksepsi dari Turut Tergugat;
Dalam Pokok Perkara:
- Menyatakan gugatan Para Penggugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard).”
Dalam tingkat banding atas permohonan Para Penggugat, putusan Pengadilan Negeri tersebut kemudian dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Kupang lewat putusannya Nomor 95/PDT/2015/PT.KPG., tanggal 28 September 2015, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
- Menerima permohonan banding dari Para Pembanding semula Para Penggugat tersebut;
- Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Larantuka Nomor 08/Pdt.G/2014/PN.Ltk., tanggal 8 April 2015 yang dimohonkan banding tersebut;
Mengadili sendiri:
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Para Pembanding semula Para Penggugat tersebut untuk sebagian;
2. Menyatakan Para Pembanding semula Para Penggugat adalah ahli waris sah turunan dari almarhum Petrus Wato Hurit;
3. Menyatakan tanah sengketa yang disebut Wai Sangaria terletak di Beloaja, Desa Sinar Hadigala, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, seluas ± 3 Ha dengan batas-batas: ...; Namun dalam perjalanan waktu lokasi tanah tersebut terbagi menjadi 2 bidang, yaitu tanah sengketa bagian Timur dan tanah sengketa bagian Barat karena dipisahkan oleh Jalan Raya Larantuka-Riang Puho dengan luas masing-masing ± 1½ Ha dengan batas masing-masing sebagai berikut: ... Adalah sah milik Para Pembanding semula Para Penggugat;
4. Menyatakan penempatan dan penguasaan tanah sengketa oleh Terbanding II, III, IV dan V semula Tergugat II, III, IV dan V merupakan penempatan dan penguasaan tanpa alas hak yang sah dan melanggar hukum;
5. Menghukum Terbanding II, III, IV dan V semula Tergugat II, III, IV dan V atau siapa saja yang mendapat hak dari padanya untuk menyerahkan tanah sengketa kepada Para Pembanding semula Para Penggugat dalam keadaan kosong dan bersih dari segala macam jenis tanaman seperti semula dan bila perlu dengan bantuan alat Negara;
6. Menyatakan Sertifikat Hak Milik Nomor 49/Desa Sinar Hadigala dan Nomor 50/Desa Sinar Hadigala atas nama Terbanding II semula Tergugat II maupun sertifikat Nomor 14/Desa Sinar Hadigala atas nama Terbanding III semula Tergugat III harus dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum berlaku;
7. Menolak gugatan Para Pembanding semula Para Penggugat selebihnya.”
Pihak Tergugat yang sertifikat tanahnya dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah membaca secara saksama memori kasasi tanggal 17 Oktober 2015 dan kontra memori kasasi tanggal 29 Oktober 2015, dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti Pengadilan Tinggi Kupang yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Larantuka tidak salah menerapkan hukum, dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa tanah objek sengketa adalah sah milik Para Tergugat dan tidak pernah ada peralihan hak kepada Para Tergugat atau kepada siapapun;
- Bahwa dari bukti-bukti dan saksi-saksi di persidangan ternyata bahwa tanah objek sengketa adalah tanah ulayat yang menjadi milik Penggugat, yang diperoleh dari warisan orang tuanya almarhum Petrus Wato Hurit, yang tidak pernah dialihkan kepada siapapun, maka pensertifikatan atas tanah objek sengketa yang dilakukan oleh Para Tergugat Andreas Walang Hurit dan lainnya atas tanah objek sengketa adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum;
- Bahwa oleh karena tanah objek sengketa tersebut adalah tanah ulayat Suku Hurit yang merupakan milik kolektif masyarakat hukum adat yang bersangkutan, maka tidak akan dapat diterbitkan Sertifikat Hak Milik atas nama perseorangan (dalam hal ini Tergugat II, III, IV dan V);
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, ternyata bahwa putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Para Pemohon Kasasi: ANDREAS WALANG HURIT dan kawan-kawan tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi: 1. ANDREAS WALANG HURIT, 2. DOMINIKUS DOSI WELAN, 3. MIKHAEL PEHAN HURIT, 4. DOMINIKUS SINA HURIT dan 5. YOHANES RAJA HURIT tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.