Tiada Hubungan Kerja antara Direksi dan Perseroan Terbatas

LEGAL OPINION
Question: Seorang pengurus perusahan berbentuk (badan hukum) perseroan terbatas, kan dipekerjakan oleh para pemegang saham. Jika status direksi ataupun komisaris, bukan dianggap sebagai seorang pekerja, lalu sebagai apanya dari perusahaan?
Brief Answer: Sebagai salah satu “Organ Perseroan”. Hubungan kontraktual mandatorial belaka, alias perjanjian pemberian mandat untuk menjalankan operasional dan pengawasan perseroan, dari RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) kepada sang Direksi maupun Komisaris yang ditunjuk dan diangkat.
Hubungan diantara mereka bersifat perikatan kontraktual murni, tidak terdapat sangkut-paut keterlibatan hubungan industrial ketenagakerjaan antara sang Organ Perseroan dengan Perseroan bersangkutan—mengingat, masing-masing Organ Perseroan adalah setara dalam kedudukan secara hukum, sehingga tidak mungkin menafsirkan RUPS (Organ Perseroan) sebagai pemberi kerja dari Direksi maupun Komisaris yang juga merupakan bagian dari tiga Organ Perseroan.
PEMBAHASAN:
Meski demikian, menjadi permasalahan utama bila seorang pekerja kemudian dipromosikan serta diangkat untuk menduduki jabatan Direksi ataupun anggota Dewan Komisaris. Kompleksitas permasalahan hukum demikian, dapat merujuk pada apa yang menjadi pendirian pengadilan sebagaimana putusan Pengadilan Hubungan Industrial Medan register Nomor 218/Pdt.Sus.PHI/2015/PN.Mdn tanggal 28 Januari 2016, perkara antara:
- DAHLIANI, sebagai Penggugat; melawan
- PT. NITORI FURNITURE INDONESIA, selaku Tergugat.
Dimana terhadap gugatan sang mantan direktur yang meminta pesangon karena telah diberhentikan oleh RUPS, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa berdasarkan bukti-bukti tersebut setelah dihubungkan dengan jawab-menjawab antara kedua belah pihak, maka Majelis Hakim telah menemukan fakta-fakta hukum sebagai berikut:
1. Bahwa benar Penggugat telah bekerja di perusahaan PT. Nitori Furniture Indonesia selama 20 tahun dan 5 bulan terhitung sejak tanggal 18 Januari 1995 (vide bukti P-3) sampai dengan tanggal 15 Juni 2015 (vide bukti T-5) dengan jabatan terakhir sebagai Direktur Administrasi dan menerima upah terakhir sebesar Rp. 31.000.000,- setiap bulannya (vide bukti P-1 identik T-6);
2. Bahwa benar melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) PT. Nitori Furniture Indonesia pada tanggal 7 Januari 2011, Penggugat diangkat sebagai Direktur Administrasi, sebagaimana tertuang dalam Akta Nomor 315 tanggal 16 Februari 2011 (vide bukti T-2);
3. Bahwa benar Tergugat telah memberikan uang pesangon kepada Penggugat setelah dipotong pajak berjumlah Rp. 155.802.467,- yang ditransfer ke rekening BNI Penggugat Acc No. 0091395365, pada tanggal 19 Januari 2011 (vide bukti T-3);
4. Bahwa benar Penggugat telah diberhentikan sebagai Direktur Administrasi melalui RUPS-LB terhitung sejak tanggal 15 Juni 2015 sebagaimana tertuang dalam Akta Pernyataan Keputusan Rapat PT. Nitori Furniture Indonesia, Nomor 09, tanggal 15 Desember 2015 (vide bukti T-5);
5. Bahwa perselisihan ini telah pernah diupayakan penyelesaiannya melalui mediasi di Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan dan selanjutnya Mediator mengeluarkan anjuran No. 567/5561/DSTKM/2015, tertanggal 24 September 2015;
“Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan tersebut diatas, maka Majelis Hakim berpendapat sebagai berikut:
TENTANG MASA KERJA PENGGUGAT.
“Menimbang, bahwa Penggugat mendalilkan bahwa masa kerja Penggugat adalah selama 20 tahun dan 5 bulan terhitung sejak bulan Januari 1995 sampai dengan tanggal 15 Juni 2015, namun ketika Penggugat diangkat menjadi Direktur pada tahun 2011, kepada Penggugat ada diberikan sejumlah uang sebesar Rp. 155.802.467,- yang disebut Tergugat sebagai uang pesangon, akan tetapi tidak pernah diterbitkan surat keterangan apapun oleh Tergugat dan Penggugat juga tidak pernah diberhentikan oleh Tergugat sampai dengan terjadinya PHK pada tanggal 15 Juni 2015, dengan demikian penyerahan uang sebesar Rp. 155.802.467,- kepada Penggugat hanya merupakan uang penghargaan pada level karyawan;
“Menimbang, bahwa dalil Penggugat tersebut telah dibantah oleh Tergugat dan selanjutnya Tergugat mendalilkan bahwa Penggugat sebelumnya adalah karyawan Tergugat, akan tetapi status Penggugat selaku pekerja berakhir setelah Penggugat setuju mengakhiri hubungan kerjanya pada tahun 2011 dengan menerima pesangon dari Tergugat, maka tidak benar Penggugat berstatus sebagai pekerja sejak bulan Januari 1995 sampai dengan tanggal 15 Juni 2015;
“Menimbang, bahwa apabila diperhatikan bukti T-3 yaitu berupa slip transfer uang ke rekening Penggugat setelah dipotong pajak berjumlah Rp. 155.802.467,- dimana disebutkan bahwa pemberian sejumlah uang tersebut merupakan pembayaran uang pesangon kepada Penggugat sebesar dua kali ketentuan dengan total seluruhnya berjumlah Rp. 168.387.600,- yang dihitung berdasarkan masa kerja Penggugat sampai dengan bulan Desember 2010, yaitu selama 15 tahun 11 bulan dan upah sebesar Rp. 6.101.000,-;
“Hal yang sama terungkap dari keterangan saksi Mahrum Maini di persidangan yang menyatakan bahwa berdasarkan pengakuan Penggugat sebelum menjabat sebagai Direktur Administrasi, Penggugat harus melepas terlebih dahulu statusnya sebagai karyawan dan saksi mendengar Penggugat ada menerima pesangon dari Tergugat;
“Menimbang, bahwa berdasarkan bukti T-3 tersebut, dapat dipahami bahwa faktanya pihak Penggugat telah menerima kompensasi atas PHK dari pihak Tergugat yang ditransfer ke rekening Penggugat pada tanggal 19 Januari 2011, berupa uang pesangon sebesar dua kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar satu kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
“Menimbang, bahwa Penggugat mendalilkan bahwa pihak Penggugat tidak pernah diberhentikan oleh Tergugat dan pemberian sejumlah uang kepada Penggugat yang disebut Tergugat sebagai uang pesangon, akan tetapi tidak pernah diterbitkan surat keterangan dalam bentuk apapun oleh Tergugat mengenai pesangon tersebut, sehingga Penggugat beranggapan pemberian uang sebesar Rp. 155.802.467,- tersebut hanya merupakan penghargaan pada level karyawan;
“Menimbang, bahwa penolakan Penggugat terhadap PHK yang telah dilakukan oleh Tergugat pada tanggal 19 Januari 2011 tersebut dapat dipahami karena faktanya Penggugat tidak ada menerima surat PHK dari Tergugat, akan tetapi jika Penggugat menolak PHK yang dilakukan Tergugat, semestinya Penggugat juga konsisten untuk tidak menerima uang kompensasi PHK yang telah diberikan oleh Tergugat dengan cara mengembalikannya kepada Tergugat dan sekaligus mempertanyakan kepada Tergugat mengenai status hubungan kerja Penggugat beserta uang yang ditransfer Tergugat tersebut;
“Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan tersebut, ternyata hingga permasalahan ini masuk ke ranah pengadilan, pihak Penggugat sama sekali tidak pernah mengembalikan atau mempertanyakan uang kompensasi PHK yang telah diterimanya kepada pihak Tergugat, padahal telah berlangsung lebih dari empat tahun;
“Menimbang, bahwa oleh karena Penggugat tidak pernah mengembalikan pembayaran uang kompensasi PHK yang ditransfer pada 19 Januari 2011 berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak kepada pihak Tergugat, maka sesuai ketentuan Pasal 1327 KUHPerdata jo. Pasal 1360 KUHPerdata, pihak Penggugat secara diam-diam telah menerima PHK tersebut, terhitung sejak 19 Januari 2011, hal ini sesuai dengan Putusan MA RI No. 075K/ Pdt.Sus/2011 tanggal 24 Maret 2011 yang dalam pertimbangannya menyatakan sebagai berikut:
‘Menimbang, bahwa karena para Penggugat tidak pernah mengembalikan pembayaran yang dikirimkan tertanggal 14 Juni 2010 berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak, uang cuti, THR tahun 2010, gaji bulan Juni 2010 sampai dengan batas akhir tanggal 18 Juni 2010 kepada Tergugat sehingga sesuai dengan Pasal 1327 KUHPerdata jo. Pasal 1360 KUHPerdata para Penggugat secara diam-diam telah menerima PHK terhitung tanggal 14 Juni 2010.’
“Menimbang, bahwa oleh karena sesuai ketentuan Pasal 1327 KUHPerdata jo. Pasal 1360 KUHPerdata, terbukti pihak Penggugat secara diam-diam telah menerima PHK yang dilakukan Tergugat tersebut, maka demi hukum PHK yang dilakukan Tergugat terhadap Penggugat pada tanggal 19 Januari 2011 haruslah dinyatakan sah;
“Menimbang, bahwa oleh karena PHK yang dilakukan Tergugat terhadap Penggugat dinyatakan sah, maka kompensasi PHK yang diterima Penggugat pada tanggal 19 Januari 2011 berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak perumahan serta pengobatan dan perawatan, harus dinyatakan sah;
“Menimbang, bahwa oleh karena PHK yang dilakukan Tergugat terhadap Penggugat pada tanggal 19 Januari 2011 dinyatakan sah, maka masa kerja Penggugat selanjutnya terhitung sejak Penggugat diangkat menjadi Direktur Administrasi yaitu sejak tanggal 7 Januari 2011;
TENTANG HAK-HAK PENGGUGAT.
“Menimbang, bahwa Penggugat mendalilkan bahwa pada tanggal 15 Juni 2015, Tergugat melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) dimana salah satu agendanya adalah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap Penggugat dan kepada Penggugat diberikan uang penghargaan sebesar 1 (satu) bulan upah, akan tetapi Penggugat menolaknya;
“Menimbang, bahwa Tergugat mendalilkan bahwa pemberhentian Penggugat melalui forum RUPS telah disetujui oleh Penggugat karena Penggugat menghadiri RUPS terkait pemberhentiannya tersebut dan Penggugat tidak memberikan respon penolakan atau tanggapan dalam bentuk apapun atas pemberhentiannya tersebut, karena sebelum diselenggarakan RUPS, Penggugat telah mengajukan pengunduran diri secara lisan kepada Direktur dan Komisaris serta memberitahukan rencana pengunduran dirinya kepada beberapa rekannya;
“Menimbang, bahwa menurut ketentuan Pasal 50 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dinyatakan bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja/buruh;
“Menimbang, bahwa yang menjadi pertanyaan selanjutnya dalam perkara aquo adalah apakah pengangkatan dan pemberhentian seseorang sebagai salah seorang Direktur Perseroan dalam RUPS dapat dikategorikan sebagai perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja/buruh (?);
“Menimbang, bahwa RUPS adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka (4) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
“Menimbang, bahwa oleh karena RUPS merupakan organ perseroan, maka pihak-pihak yang hadir dalam RUPS adalah organ perseroan itu sendiri yang terdiri dari Direksi, Dewan Komisaris dan para pemengang saham;
“Menimbang, bahwa oleh karena pihak yang hadir dalam RUPS adalah organ perseroan yang terdiri dari Direksi, Dewan Komisaris dan para pemegang saham, maka dapat dipahami bahwa sesungguhnya RUPS merupakan perjanjian antara pihak pengusaha dengan pengusaha lainnya dimana Direksi atau Direktur bertindak sebagai mewakili pengusaha;
“Menimbang, bahwa oleh karena RUPS merupakan perjanjian antara pengusaha dengan pengusaha dimana Direksi atau Direktur bertindak mewakili pengusaha, maka RUPS tidak dapat dikategorikan sebagai perjanjian kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 50 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
“Menimbang, bahwa oleh RUPS tidak dapat dikategorikan sebagai perjanjian kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 50 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, maka dalam perkara aquo pengangkatan dan pemberhentian Penggugat selaku Direktur PT. Nitori Furniture Indonesia melalui RUPS bukan merupakan hubungan kerja sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 50 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
“Menimbang, bahwa oleh karena pengangkatan dan pemberhentian Penggugat selaku Direktur PT. Nitori Furniture Indonesia melalui RUPS bukan merupakan hubungan kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 50 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, maka Penggugat tidak berhak mendapatkan uang pesangon sebagaimana diatur dalam hukum ketenagakerjaan yang berlaku;
“Menimbang, bahwa oleh karena Penggugat dinyatakan tidak berhak mendapatkan uang pesangon karena pengangkatan dan pemberhentian Penggugat selaku Direktur PT. Nitori Furniture Indonesia melalui RUPS bukan merupakan hubungan kerja, maka dengan demikian gugatan Penggugat haruslah dinyatakan ditolak untuk seluruhnya;
“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian-uraian pertimbangan tersebut diatas, ternyata gugatan Penggugat haruslah dinyatakan ditolak untuk seluruhnya sebagaimana yang akan disebutkan dalam amar putusan ini;
M E N G A D I L I :
DALAM POKOK PERKARA
- Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.