Asas Pengharapan yang Wajar

LEGAL OPINION
Perizinan Selalu Bersifat “Perikatan Bersyarat Batal”
Question: Lahan keluarga kami disewa sekian belas tahun untuk perkebunan oleh pihak perusahaan swasta. Masalahnya ketika termin pembayaran sewa berikutnya belum juga dibayar penyewa sesuai perjanjian, sehingga kami meminta mereka untuk pergi, mereka tidak mau pergi dari tanah sewa dengan alasan tanaman yang mereka tanam kebetulan belum siap panen. Apa bisa dibenarkan gitu?
Brief Answer: Perjanjian hanya mengikat sepanjang para pihak saling beritikad baik dan saling memenuhi janji dalam kesepakatan. Pada prinsipnya, ketika salah satu pihak ingkar janji terhadap komitmen dalam perjanjian, pihak yang melakukan pelanggaran terhadap perikatan tidaklah dapat menuntut agar pihak lain menghormati isi perjanjian.
PEMBAHASAN:
Untuk memudahkan pemahaman, secara analogi mungkin adalah cukup relevan bila SHIETRA & PARTNERS merujuk pada putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, sengketa izin penguasaan tanah register Nomor 204/G/2012/PTUN-JKT tanggal 20 Maret 2013, perkara antara:
- PT. PABRIK KERTAS INDONESIA (PT. PAKERIN), sebagai Penggugat; melawan
- MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, selaku Tergugat.
Penggugat selaku perusahaan perkebunan, menolak ketika hak penguasaan tanah dinyatakan berakhir sementara berbagai tanaman belum siap panen, sehingga dinilai sebagai kerugian. Dimana terhadapnya, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, dari jawab menjawab antara para pihak dihubungkan dengan bukti-bukti di persidangan, terdapat fakta hukum yang tidak dibantah, yaitu sebagai berikut:
1. Pada tanggal 27 Februari 1998, Menteri Kehutanan Dan Perkebunan menerbitkan Keputusan Nomor 226/KPTS-II/1998 Tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri Pulp Atas Areal Hutan Seluas +/- 43.380 hektar (bukti P-10 = T-2);
2 Pada tanggal 6 Agustus 2012, Menteri Kehutanan Republik Indonesia menerbitkan Keputusan Nomor SK.422/MENHUT-II/2012 Tentang Pencabutan Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan Nomor 266/KPTS-II/1998 Tanggal 27 Februari 1998 Tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri Pulp Atas Areal Hutan Seluas +/- 43.380 Hektar, Di Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Selatan, yang ditujukan kepada PT. Pakerin (bukti P-1 = T-17);
“Menimbang, ... Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan:
Pasal 128
(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 dapat berupa: d. pencabutan izin.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijatuhkan oleh pemberi izin sesuai dengan kewenangannya masing-masing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 sampai dengan Pasal 65, kecuali sanksi administratif berupa denda, dijatuhkan oleh Menteri.
“Menimbang, bahwa mencermati keputusan objek sengketa, dikaitkan dengan ketentuan pada peraturan perundang-undangan diatas, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa Tergugat dalam menerbitkan objek sengketa a quo telah sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya berdasarkan peraturan yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan (bukti T-4);
“Menimbang, bahwa selanjutnya dari segi Prosedural penerbitan keputusan objek sengketa, Majelis Hakim mempertimbangkan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa Majelis Hakim terlebih dahulu menguraikan fakta hukum yang tidak dibantah berkaitan dengan segi Prosedural, hasil dari jawab-menjawab para pihak dan keterangan saksi Ir. Prayogo Pujiantoro di persidangan, sebagai berikut:
1. Bahwa telah diberikan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri Pulp Atas Areal Hutan Seluas +/- 43.380 hektar, kepada PT. PAKERIN, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan Nomor 226/KPTS-II/1998, tanggal 27 Februari 1998 (bukti P-10 = T-2);
2. Bahwa telah dilakukan pemeriksaan dan ditandatangani Berita Acara Pemeriksaan Areal IUPHHK-HTI PT. Pakerin Provinsi Sumatera Selatan, pada tanggal 24 November 2010, (bukti T-7);
3. Bahwa Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kementerian Kehutanan RI, dengan Surat Nomor S.656/Menhut-VI/BPHT/ 2010, tanggal 1 Desember 2010, memberikan Peringatan I, Kepada Direktur Utama PT. Pakerin, dengan materi peringatan agar Penggugat segera melakukan penanaman dan penebangan berdasarkan RKTUPHHKHT yang disahkan sesuai ketentuan yang berlaku (bukti P-2 = T-8);
4. Bahwa PT. Pakerin, menanggapi surat dari Kementerian Kehutanan RI mengenai Peringatan I, dengan Surat Nomor  01/PKR-1.1/I/2011, tanggal 14 Januari 2011, perihal Progres Kegiatan IUPHHK-HTI PT. Pakerin, dengan materi surat bahwa Penggugat mohon waktu 3 (tiga) bulan untuk dibebaskan dari Peringatan I tersebut, dengan itikad untuk bisa melaksanakan perkembangan yang direncanakan Penggugat (bukti T-9);
5. Bahwa telah dilakukan pemeriksaan dan ditandatangani Berita Acara Pemeriksaan IUPHHK-HTI PT. Pakerin di Provinsi Sumatera Selatan, pada tanggal 21 September 2011 (bukti T-11);
6. Bahwa Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kementerian Kehutanan RI, dengan Surat Nomor S.763/Menhut-VI/BUHT/2011, tanggal 7 Desember 2011, memberikan Peringatan II kepada Direktur Utama PT. Pakerin, dengan materi peringatan telah diberikan kesempatan 6 (enam) bulan untuk merealisasikan tanaman dan pemanfaatan kayu hasil tanaman, namun berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan tanggal 21 September 2011, Penggugat (PT. Pakerin) belum melaksanakan dua hal pokok, yaitu penanaman dan pemanfaatan kayu hasil tanaman (bukti P-3 = T-12);
7. Bahwa PT. Pakerin, menanggapi surat dari Kementerian Kehutanan RI mengenai Peringatan II, dengan Surat Nomor : 012/PKR/XII/2011, tanggal 19 Desember 2011, dengan materi surat menyampaikan kendala-kendala yang dihadapi Penggugat yaitu, sulit menemukan buyer untuk membeli kayu jenis acacia mangium, proses tata batas areal kerja IUPHHK-HTI atas nama Penggugat masih dalam pembahasan dan pengesahan, serta telah membuat laporan bulanan konflik terkait perambahan yang dilakukan oleh masyarakat (bukti P-4 = T-13);
8. Bahwa Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kementerian Kehutanan, dengan surat Nomor S.35/Menhut-VI/BUHT/2012, tanggal 18 Januari 2012, memberikan Peringatan III kepada Direktur Utama PT. Pakerin, dengan materi peringatan Penggugat belum melaksanakan kegiatan penanaman pada areal HTI yang disahkan, dan dapat dikenakan sanksi berupa pencabutan izin sebagai akibat pelanggaan ketentuan Pasal 75 ayat (1) huruf j Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan (bukti P-5 = T-14);
9. Bahwa, PT. Pakerin menanggapi surat dari Kementerian Kehutanan RI mengenai Peringatan III, dengan Surat Nomor 001/PKR/I/2012, tanggal 15 Februari 2012, dengan materi surat antara lain bahwa Penggugat mohon kepada Kementerian Kehutanan untuk mengubah komoditi tanaman dari acacia mangium ke tanaman jabon dan karet, dan masih menunggu pengesahan revisi RKU, telah merealisir penjualan kayu kepada KUD Salam Desa, untuk kegiatan penanaman Penggugat baru melakukan land clearing di desa Pagar Desa, Kecamatan Bayung Lencir, dan sudah melakukan penanaman Jabon serta mohon diberi waktu 6 (enam) bulan untuk menyelesaikan revisi RKU (bukti P-6 = T-15);
10. Bahwa telah dilakukan pemeriksaan, dan ditandatangani Berita Acara Pemeriksaan Kegiatan Pemegang IUPHHK-HTI PT. Pakerin di Provinsi Sumatera Selatan, pada tanggal 26 April 2012 (bukti T-16);
11. Bahwa Menteri Kehutanan Republik Indonesia, mengeluarkan Surat keputusan Nomor SK. 422/MENHUT-II/2012, Tanggal 6 Agustus 2012, Tentang Pencabutan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 266/KPTS-II/1998 Tanggal 27 Februari 1998 Tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri Pulp Atas Areal Hutan Seluas + 43.380 Hektar, Di Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Selatan Kepada PT. PAKERIN (Vide bukti P-1 = T-17);
“Menimbang, bahwa Pasal 28 Peraturan Menteri Kehutanan, Nomor P.39/Menhut-II/2008 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif terhadap Pemegang Izin Pemanfaatan Hutan (bukti T-5), mengatur sebagai berikut:
(5) Dalam hal pemegang izin melakukan pelanggaran:
a. Tidak melaksanakan kegiatan nyata di lapangan untuk paling lambat 1 tahun untuk pemegang izin UPHHK-Hutan Alam, UPHHK Restorasi ekosistem pada hutan alam, UPHHK-Hutan Tanaman; atau
b. Meninggalkan areal kerja.
(6) Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan peringatan I secara tertulis.
(7) Atas peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pemegang izin dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari kerja dapat memberi tanggapan dengan alasan-alasan sesuai materi peringatan sebelum berakhirnya jangka waktu peringatan.
(8) Dalam hal pemegang izin tidak memberi tanggapan dalam tenggang waktu yang telah ditetapkan, atau memberi tanggapan dengan mengemukakan alasan-alasan yang tidak sesuai dengan materi peringatan, maka diterbitkan peringatan II.
(9) Dalam hal pemegang izin tidak memberi tanggapan dalam tenggang waktu yang telah ditetapkan, atau memberi tanggapan dengan mengemukakan alasan-alasan yang tidak sesuai dengan materi peringatan, maka diterbitkan peringatan III.
(10) Dalam hal materi tanggapan dapat diterima, maka Surat Peringatan Tertulis batal demi hukum.
(11) Dalam pemegang izin telah mendapat peringatan I, II, dan III, Direktur Jenderal mengusulkan pencabutan izin kepada Menteri, dengan dilengkapi konsep keputusan pencabutan.
“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian-uraian fakta hukum dan Peraturan Perundangan diatas, Majelis Hakim menyimpulkan bahwa dari aspek Prosedural Penerbitan keputusan Objek sengketa a quo oleh Tergugat, telah memenuhi tata cara atau prosedur yang telah ditentukan;
“Menimbang, bahwa selanjutnya mencermati surat peringatan I, II, III (bukti P-2, P-3, P-5 sama dengan T-8, T-12. T-14), meskipun tidak tegas dicantumkan alasan tidak diterimanya tanggapan Penggugat, menurut Majelis Hakim pada pokoknya Tergugat mendasarkan pada Pemeriksaan yang menyimpulkan bahwa Penggugat belum melaksanakan penanaman dan pemanfaatan kayu hasil hutan tanaman;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas cukup alasan hukum bagi Majelis Hakim untuk menyatakan bahwa penerbitan keputusan objek sengketa in litis secara Prosedural telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
“Menimbang, bahwa selanjutnya dari segi Subtansi Materi Penerbitan Keputusan Objek Sengketa, Majelis Hakim mempertimbangkan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terkait dengan segi substansi materi penerbitan keputusan objek sengketa, Majelis Hakim mencermati peraturan perundang-undangan, diantaranya ketentuan Pasal 133 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, yang menyebutkan:
‘Sanksi adminstratif berupa pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (1) huruf d dikenakan kepada: Pemegang IUPHHK pada HTI dalam hutan tanaman pada hutan produksi yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Pasal 71 huruf a, huruf b angka (3), huruf f, huruf g,huruf I, Pasal 75 ayat (1) huruf a, huruf j, ayat (5) huruf b, dikenakan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, atau dinyatakan pailit oleh pengadilan negeri.’
“Menimbang, bahwa Pasal 71 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan, menyebutkan:
‘Setiap pemegang izin usaha pemanfaatan hutan, wajib:
a. menyusun rencana kerja untuk seluruh areal kerja;
b. melaksanakan kegiatan nyata di lapangan untuk paling lambat:
- 16 bulan sejak diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan hutan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu;
- 21 (satu) bulan sejak diberikan izin pemungutan hasil hutan;
- 31 (satu) tahun untuk IUPHHK dalam hutan alam, IUPHHK restorasi ekosistem dalam hutan alam maupun hutan tanaman; atau
- 46 (enam) bulan sejak diberikan izin penjualan tegakan hasil hutan dalam hutan hasil reboisasi.
“Menimbang, bahwa lebih lanjut Pasal 75 ayat (1) huruf j, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan, disebutkan:
‘Selain melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72, Pemegang IUPHHK pada HTI dalam hutan tanaman, wajib: melakukan penanaman pada areal HTI dalam waktu paling lambat 1 (satu) tahun sesuai dengan rencana penanaman dalam RKT sejak RKT disahkan.’
“Menimbang, bahwa Pasal 25 ayat (4) huruf h, Peraturan Menteri Kehutanan RI, Nomor P.39/Menhut-II/2008 tanggal 24 Juni 2008 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Terhadap Pemegang Izin Pemanfaatan Hutan, menyebutkan:
‘Pemegang IUPHHK pada HTI dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin apabila tidak melakukan penanaman pada areal HTI dalam waktu paling lambat 1 (satu) tahun sesuai rencana penanaman dalam RKT sejak RKT disahkan.’
“Menimbang, bahwa mencermati Berita Acara Pemeriksaan Areal IUPHHKHTI PT. PAKERIN Provinsi Sumatera Selatan, tanggal 24 November 2010 (bukti T-7), diketahui pada pokoknya bahwa hasil pemeriksaan yang dilakukan Tim Pemeriksa dan Pihak Penggugat, adalah:
a. PT. Pakerin belum mengerjakan areal IUPHHK-HTI yang terletak di Unit Sungai Medak;
b. PT. Pakerin belum menyediakan alat-alat berat atau peralatan untuk melaksanakan kegiatan land clearing dan penebangan;
c. PT. Pakerin tidak melakukan kegiatan penanaman maupun penebangan sesuai target yang ditetapkan pada RKTUPHHK-HT Tahun 2009/2010. penanaman pada areal HTI dalam waktu paling lambat 1 (satu) tahun;
“Menimbang, bahwa Surat Peringatan I (bukti P-2 = T-8), pada intinya berupa peringatan agar PT. Pakerin melakukan kegiatan penanaman dan penebangan berdasarkan RKTUPHHKHT yang disahkan sesuai ketentuan yang berlaku, dan selanjutnya telah dilakukan rangkaian tindakan administratif lainnya oleh pihak Tergugat;
“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian diatas, diketahui bahwa inti dari peringatan I, II dan III yang diterbitkan oleh pihak Tergugat, dikarenakan PT. Pakerin tidak melakukan kegiatan penanaman maupun penebangan sesuai target yang ditetapkan pada RKTUPHHK-HT Tahun 2009/2010;
“Menimbang, bahwa dari pemeriksaan lokasi di Kecamatan Bayung Lencir Provinsi Sumatera Selatan, Majelis Hakim menemukan fakta bahwa terdapat tanaman Acacia Mangium yang tidak terurus, telah cukup tua dan banyak yang tumbang sendiri, serta banyak tumbuhan/pohon liar diantara pohon acacia mangium milik Penggugat dan tidak terdapat tanaman baru;
“Menimbang, bahwa dari uraian tersebut diatas, dihubungkan dengan ketentuan Pasal 75 ayat (1) huruf j, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, dan Pasal 25 ayat (4) huruf h, Peraturan Menteri Kehutanan RI Nomor P.39/Menhut-II/2008 tanggal 24 Juni 2008 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Terhadap Pemegang Izin Pemanfaatan Hutan, Majelis Hakim berpendapat dari aspek Substansi Materi Penerbitan Keputusan Objek Sengketa in litis oleh Tergugat, telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
“Menimbang, bahwa berkaitan dengan Asas Kepercayaan Dan Menanggapi Pengharapan Yang Wajar, dalam gugatannya Penggugat mendalilkan: ‘telah berharap untuk mendapatkan keuntungan dari Hak Penguasaan Hutan Tanaman Industri Pulp / Izin Usaha Pemanfaatan (IUPHHK-HTI) Penggugat. Akan tetapi akibat diterbitkannya Objek Sengketa, Penggugat kehilangan pengharapan atas keuntungan’, maka Majelis Hakim mempertimbangkan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa Pengugat telah diberi Peringatan I, II dan III oleh pihak Tergugat, inti dari peringatan yang diterbitkan oleh pihak Tergugat tersebut, dikarenakan PT. Pakerin tidak melakukan kegiatan penanaman maupun penebangan sesuai target yang ditetapkan pada RKTUPHHK-HT Tahun 2009/2010, dan hal tersebut telah dipertimbangkan oleh Majelis Hakim dalam pengujian segi substansi materi penerbitan keputusan objek sengketa, yang telah sesuai dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
“Menimbang, bahwa Pasal 82 ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan (bukti T-3), menyebutkan: ‘Izin pemanfaatan hutan hapus, apabila: izin dicabut oleh pemberi izin sebagai sanksi yang dikenakan kepada pemegang izin’;
“Menimbang, bahwa lebih lanjut Pasal 82 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan (bukti T-3), menyebutkan: ‘Pada saat hapusnya izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b dan huruf c, untuk IUPHHK dalam hutan tanaman, terhadap barang tidak bergerak menjadi milik Negara, sedangkan tanaman yang telah ditanam dalam areal kerja menjadi aset pemegang izin’;
“Menimbang, bahwa pada bagian Penjelasan dari Pasal 82 ayat (5), Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan (bukti T-3), dinyatakan: ‘Setelah izin habis, maka tanaman yang telah ditanam tersebut harus segera ditebang bagi tanaman yang telah memenuhi masa tebang sesuai daur, paling lambat 1 (satu) tahun sejak tanggal hapusnya izin, dan bila tidak ditebang menjadi milik Negara’;
“Menimbang, bahwa dari uraian ketentuan dalam peraturan perundangan diatas, maka menurut Majelis Hakim Penggugat tidak kehilangan pengharapan atas keuntungan, karena terhadap tanaman yang telah ditanam menjadi aset Penggugat dan tanaman yang memenuhi masa tebang diberi kesempatan paling lambat 1 (satu) tahun untuk ditebang oleh Penggugat, sehingga keputusan objek sengketa in litis tidak bertentangan dengan Azas Kepercayaan Dan Menanggapi Pengharapan Yang Wajar;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum diatas cukup beralasan Hukum bagi Majelis Hakim untuk menyatakan Menolak Gugatan Penggugat Untuk seluruhnya;
M E N G A D I L I :

Menolak Gugatan Penggugat untuk seluruhnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.