Ambivalensi Kewenangan PTUN Terkait Sengketa Kepemilikan Tanah

LEGAL OPINION
Question: Katanya kalau ada sengketa tanah, maka batas waktu gugat Kantor Pertanahan ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) adalah 90 hari sejak terbitnya surat keputusan terkait hak atas tanah. Yang bikin bingung, sebetulnya yang paling wenang putuskan sengketa tanah, itu Pengadilan Negeri atau PTUN?
Brief Answer: Simalakama dan dilematis, itulah jawabannya. Dari yurisprudensi (preseden) yang ada, PTUN tidak berwenang memeriksa ataupun memutuskan sengketa kepemilikan, meski betul bahwa objek yang dipersengketan di PTUN adalah surat keputusan / penetapan (beschikking), semisal berupa surat keputusan pemberian hak atas tanah kepada pihak lawan, pembatalan hak atas tanah, bahkan pencabutan hak atas tanah.
Dengan demikian, bila tersangkut-paut dengan sengketa kepemilikan / klaim hak atas tanah dengan pihak ketiga, maka Mahkamah Agung akan menyatakan agar sengketa kepemilikan tersebut diselesaikan terlebih dahulu di Pengadilan Negeri sebelum mempersengketakan objek Tata Usaha Negara ke PTUN.
Masalahnya, tentulah sengketa di Pengadilan Negeri tidak pernah kurang dari 90 hari, terlebih bila berlarut hingga upaya hukum banding dan kasasi. Ketika pada akhirnya sengketa kepemilikan diajukan ke hadapan Pengadilan Negeri, dan penggugat dinyatakan benar untuk kemudian dimenangkan / dikabulkan gugatannya dan dinyatakan sebagai pemilik yang sah, maka apakah objek Tata Usaha Negara tersebut masih dapat digugat di PTUN setelah lewat 90 hari?
Bila kita kembali kepada falsafah PTUN, PTUN didirikan ketika warga negara berhadapan secara linear terhadap negara / pemerintah / otoritas. Sehingga, sering terjadi, pihak ketiga yang tersangkut paut kepentingannya tidak turut digugat dalam sengketa di PTUN—dengan demikian seringkali pihak ketiga yang proaktif mengajukan diri sebagai “Tergugat Intervensi”. Sebaliknya, Pengadilan Negeri merupakan wadah sengketa antara warga negara Vs. warga negara, ataupun paralel warga negara Vs. warga negara dan negara.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi, SHIETRA & PARTNERS merujuk putusan Mahkamah Agung RI sengketa tanah register Nomor 05 PK/TUN/2017 tanggal 8 Maret 2017, perkara antara:
I. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; II. H. ABDUL AZIZ, sebagai para Pemohon Peninjauan Kembali, semula sebagai Tergugat dan Tergugat II Intervensi; melawan
- HIDAYAT LATIF, selaku Termohon Peninjauan Kembali dahulu Penggugat.
Adapun Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang menjadi Objek Gugatan, ialah Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi DKI Jakarta tentang Pembatalan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 1919/Grogol Selatan tercatat atas nama Drs. Tjeptjep Sudhira Latif seluas 2.813 m² dengan disertai alasan: “Karena Cacat Hukum Administrasi”.
Penggugat mengklaim sebagai pemilik SHM No. 1919/Grogol Selatan atas nama Drs. Tjeptjep Sudhira Latif. Penggugat memperolehnya dengan membeli dari Drs. Tjeptjep Sudhira Latif dengan melakukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), sebagaimana tercantum dalam Akta PPJB No. 126 tertanggal 22 Juni 2001 yang disempurnakan lewat Akta Jual Beli (AJB) No. 136/2003 tertanggal 1 Desember 2003 di hadapan PPAT.
Saat Penggugat kemudian melakukan balik-nama atas bidang tanah, yakni dengan mengajukan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah pada tanggal 14 Desember 2004 kepada Kantor Badan Pertanahan Nasional Jakarta Selatan. Saat itulah Penggugat baru mengetahui bahwa SHM No. 1919/ Grogol Selatan telah diblokir berdasarkan Surat dari H.Abdul Aziz Marzuki tertanggal 25 Agustus 2003, karena diduga overlaping dengan SHM No. 235/Grogol Selatan tercatat atas nama Muhadjar bin H. Djapar.
Bermula dari permasalahan tersebut kemudian Tergugat pada tanggal 3 Oktober 2013 mengeluarkan surat keputusan, dengan kutipan pertimbangan yang menjadi landasan penerbitannya, sebagai berikut:
a. Riwayat penerbitan SHM No. 1919/Grogol selatan atas nama Drs. Tjeptjep Sudhira Latif:
- Surat Ketetapan Iuran Pembangunan Derah tanggal 8 Agustus 1972, tercatat  C Nomor 136 Persil 25 Blok D-III atas nama Wajib Pajak Sairi bin Muhamad seluas 5.810 m²;
- Surat Keterangan tanggal 21 Juli 2000 yang menerangkan bahwa terhadap tanah tesebut telah terjadi perubahan-perubahan, terakhir telah dijual seluas 2.570 m² kepada Drs. Tjeptjep Sudhira Latif berdasarkan Akta Jual beli tanggal 24 Juli 1991;
- Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (Sporadik) tanggal 14 Agustus 2000 yang dibuat dan ditandatangani oleh Drs. Tjeptjep Sudhira Latif diketahui Grogol Selatan, tanggal 15 Agustus 2000, yang isinya menyatakan bahwa berdasarkan hasil pengukuran terdapat kelebihan tanah seluas 260 m² yang merupakan satu kesatuan dengan tanah yang dimiliki, tidak dijadikan jaminan, tidak pernah diperjual-belikan dan tidak sengketa;
- Berdasarkan Akta Perikatan Jual Beli tanggal 22 Juni 2001 Nomor 126, Drs. Tjeptjep Sudhira Latif mengikatkan diri untuk menjual bidang tanah tersebut kepada Hidayat Latif (belum dilakukan pencatatan peralihan hak);
b. Riwayat penerbitan SHM No. 235/Grogol Selatan atas nama Muhadjar bin Djapar:
- C Nomor 231 seb blok 208 S-1 tercatat atas nama Muhadjar bin Haji Djapar;
- Surat Keterangan Tanah Milik Adat dari Kantor Inspeksi Iuran Pembangunan Daerah tanggal 27 Maret 1973 yang menerangkan bahwa terhadap tanah C Nomor 231 Persil 208 S-I seluas 3.940 m² masih tercatat atas nama Muhadjar bin Haji Djapar;
- SHM No. 235/Grogol Selatan atas nama Muhadjar bin Haji Djapar, semula berasal dari Milik Adat Daftar C Nomor 231 seb Blok 208 S-I yang dikonversi sesuai Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5/1960 Juncto Peraturan Menteri Agraria Nomor 2/1960, seluas 2.802m² seusai 1973 tanggal 10 April 1973;
- Berdasarkan Akte Kuasa Nomor 41 tanggal 19 November 1973, bidang tanah tersebut telah dialihkan kepada Abdul Aziz Marzuki (belum dilaksanakan pencatatan peralihan hak);
- Berdasarkan hasil penelitian lapangan dan penelitian pada peta yang ada di Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Selatan, yang dituangkan dalam berita acara penelitian fisik tanggal 2 Juli 2013, dengan hasil sebagai berikut:
- Di atas bidang tanah yang dipermasalahkan fisiknya masih dalam keadaan kosong dikuasai secara fisik oleh Abdul Aziz Marzuki;
- Berdasarkan Gambar Situasi tanggal 10 April 1973 (SHM No. 235/Grogol Selatan) dan Surat Ukur Nomor 00775/2001 tanggal 3 April 2001 (SHM No. 1919/Grogol Selatan), dapat disimpulkan bahwa SHM No. 235/Grogol Selatan dan SHM No. 1919/Grogol Selatan letak / posisinya berada pada bidang yang sama / tumpang-tindih;
- Berdasarkan fakta-fakta tersebut, penerbitan SHM No. 1919/Grogol Selatan tercatat atas nama Drs. Tjeptjep Sudhira Latif, pada saat proses pengukuran maupun pemetaan tidak sesuai dengan prosedur Karena tanah yang diterbitkan haknya berada diatas tanah SHM No. 235/Grogol Selatan yang secara fisiknya dikuasai oleh Abdul Aziz Marzuki, sehingga dalam penerbitannya terdapat cacat hukum administrasi;
- Berdasarkan hasil gelar internal di Kantor Wilayah BPN Provisni DKI Jakarta pada tanggal 21 Agustus 2013, penerbitan SHM No. 1919/Grogol Selatan tercatat atas nama Drs. Tjeptjep Sudhira Latif dapat dibatalkan karena terdapat cacat hukum administrasi dalam penerbitannya. Terhadap akan dibatalkannya SHM No. 1919/Grogol Selatan tersebut, Kantor Wilayah BPN Provinsi DKI Jakarta telah memberitahukan kepada Hidayat Latif selaku pihak yang memperoleh tanah a quo dari Pemegang SHM Nomor 1919/Grogol Selatan tercatat atas nama Drs. Tjeptjep Sudhira Latif; [Note SHIETRA & PARTNERS: Penggugat merupakan pihak pembeli hak atas tanah, namun tidak mendapat perlindungan ataupun kepastian dan jaminan hukum apapun dari sertifikat hak atas tanah yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan.]
- Terhadap pemberitahuan akan dibatalkannya SHM No. 1919/Grogol Selatan tersebut Sdr. Hidayat Latif mengajukan keberatan, yang kemudian telah ditanggapi oleh Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi DKI Jakarta, yang intinya pembatalan SHM No. 1919/Grogol Selatan atas nama Drs. Tjeptjep Sudhria Latif adalah semata-semata karena terdapat cacat hukum administrasi dalam penerbitannya, yaitu tumpang-tindih dengan SHM No. 235/Grogol Selatan atas nama Muhadjar bin Djapar;
- Berdasarkan uraian tersebut diatas, mengingat penerbitan SHM No. 1919/Grogol Selatan tercatat atas nama Drs. Tjeptjep Sudhira Latif, pada saat proses pengukuran maupun pemetaan tidak sesuai dengan prosedur karena tanah yang diterbitkan haknya berada diatas tanah SHM No. 235/Grogol Selatan, maka untuk tertib administrasi pertanahan dan dengan mendasarkan pada Pasal 62 huruf d dan huruf e Peraturan Kepala badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011, perlu dilakukan pembatalan SHM No. 1919/Grogol Selatan tercatat atas nama Drs. Tjeptjep Sudhira Latif, karena cacat hukum administrasi dalam penerbitannya.
Berdasarkan kepada uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Tergugat melakukan kesalahan berupa mal-administrasi dan mal-prosedur yang tidak semestinya dilimpahkan sebagai resiko hukum Penggugat selaku pembeli objek hak atas tanah yang sudah berbentuk sertifikat.
SHM No. 235/Grogol Selatan bila memang atas nama Muhadjar bin Djapar diterbitkan pada tanggal 26 Juni 1973, namun faktanya Muhadjar bin Djapar telah meninggal pada tahun 1964, sebagaimana tercantum di dalam Surat Ketetapan/Fatwa Waris Almarhum Muhadjar bin Djapar tertanggal 6 Maret 1973.
Muhadjar bin Djapar telah meninggal dunia jauh sebelum Surat Permohonan diajukan, oleh karenanya adalah sangat tidak berdasar SHM No. 235/Grogol Selatan dapat diterbitkan padahal yang bersangkutan telah meninggal dunia.
Tergugat secara sepihak membatalkan SHM dengan tidak mengindahkan Surat Kepala Kantor BPN Jakarta Selatan tertanggal 30 Juli 2007, yang menyatakan bahwa ada kesalahan cacat hukum administrasi dalam penerbitan SHM No. 235/Grogol Selatan atas nama Muhadjar bin Djapar, dengan substansi:
“Bahwa, berdasarkan hasil penelitian pada warkah penerbitan SHM No. 235/Grogol Selatan, diduga adanya kesalahan prosedur/cacat hukum administrasi dalam penerbitan SHM No. 235/Grogol Selatan, karena secara nyata bahwa pada saat mengajukan permohonan konversi atas tanah tersebut pada tanggal 21 April 1973, orangnya/subjeknya (Muhadjar bin Djapar) telah meninggal dunia pada tahun 1964 di Simprug, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan (berdasarkan Surat Keterangan/Fatwa Ahli Waris tanggal 6 Maret 1973 Nomor 96/C/1972), sehingga yang mengajukan bukan subjek hak yang benar.”
Tergugat saat menerbitkan Keputusan pembatalan, bahkan tidak memperdulikan surat Tergugat sendiri, yakni surat Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi DKI Ibukota Jakarta kepada Kepala BPN, yang menyatakan bahwa ada kesalahan cacat hukum administrasi dalam penerbitan SHM No. 235/Grogol Selatan atas nama Muhadjar bin Djapar, yakni:
“Bahwa, berdasarkan penelitian baik data fisik maupun data yuridis yang telah dilakukan oleh Kantor Pertanahan Nasional Kodya Jakarta Selatan, Sertifikat Hak Milik Nomor 235/Grogol Selatan an. H. Muhadjar bin Djapar terdapat kesalahan prosedur/cacat hukum administrasi.”
Seakan antiklimaks, terhadap gugatan Penggugat, yang kemudian menjadi amar Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 196/G/2013/PTUN-JKT., tanggal 16 April 2014, sebagai berikut:
MENGADILI :
I. Dalam Eksepsi:
1. Menerima eksepsi Tergugat dan Tergugat II Intervensi;
2. Menyatakan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta tidak berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa dalam perkara a quo;
II. Dalam Pokok Sengketa:
- Menyatakan gugatan Penggugat tidak diterima.”
Dalam tingkat banding, yang menjadi amar Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 184/B/2014/PT.TUN.JKT, tanggal 2 Oktober 2014, sebagai berikut:
MENGADILI :
- Menerima Permohonan Banding dari Penggugat/Pembanding;
- Membatalkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 196/G/2013/PTUN.JKT tanggal 16 April 2014 yang dimohon banding, dan dengan:
Mengadili Sendiri:
Dalam Eksepsi:
- Menolak Eksepsi Tergugat/Terbanding dan Tergugat II Intervensi / Terbanding;
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat /Pembanding untuk seluruhnya;
2. Menyatakan batal Surat Keputusan yang diterbitkan Tergugat / Terbanding berupa Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi DKI Jakarta Nomor ... tentang Pembatalan Sertifikat Hak Milik Nomor 1919/Grogol Selatan tercatat atas nama Drs. Tjeptjep Sudhira Latif seluas 2.813 m², terletak di Jalan ... , tertanggal 3 Oktober 2013;
3. Mewajibkan Tergugat/Terbanding untuk mencabut surat keputusan berupa Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor ... tentang Pembatalan Sertifikat Hak Milik Nomor 1919/Grogol Selatan tercatat atas nama Drs. Tjetjep Sudhira Latif seluas 2.813 m², terletak di Jalan ... , tertanggal 3 Oktober 2013.”
Dalam tingkat kasasi, yang menjadi pertimbangan hukum amar Putusan Mahkamah Agung Nomor 128 K/TUN/2015, tanggal 16 April 2015, sebagai berikut:
“Menimbang bahwa kenyataan tumpang-tindih yang dipergunakan alasan diterbitkannya objek sengketa oleh Tergugat/Terbanding tersebut adalah merupakan suatu ketidakpastian hukum, lebih-lebih sesuai dengan bukti P-16 surat Kakanwil Badan Pertanahan Nasional propinsi daerah khusus Ibukota Jakarta Nomor 1.711.71/406/09/PT/2004 tanggal 6 April 2004 menyatakan bahwa ada kesalahan cacat hukum administrasi dalam penerbitan Sertifikat Hak Milik Nomor 235/Grogol Selatan atas nama H. Muhadjar bin H.Djafar;
MENGADILI :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: I. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi DKI Jakarta;
“Menyatakan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: II. H. Abdul Aziz, tersebut tidak dapat diterima.”
Tergugat mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali, dengan pokok keberatan dengan argumentasi bahwa, sepanjang mengenai perkara yang menyangkut sengketa kepemilikan, terdapat Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 22 K/TUN/1998 tanggal 27 Juli 2001 juncto Nomor 16 K/TUN/2000 tanggal 28 Februari 2001 juncto Nomor 93 K/TUN/1996 tanggal 24 Februari 1998 yang memiliki kaidah hukum, sebagai berikut:
“Keputusan Tata Usaha Negara yang berkaitan dengan kepemilikan tanah tidak termasuk wewenang Pengadilan Tata Usaha Negara, melainkan wewenang Peradilan Umum.”
Kemudian dikutipkan pula Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 88 K/TUN1993 tertanggal 7 September 1994, yang menyatakan:
“Walaupun ‘objek gugatan’ yang diajukan ke Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN) adalah ‘Surat Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara’ berupa: Surat Perintah Bongkar dari walikota KDH atas rumah liar yang berdiri diatas tanah milik seseorang. Masalah ini benar merupakan wewenang Peratun, namun kemudian ternyata di dalam proses pembuktian menyangkut masalah ‘kepemilikan tanah’ dimana rumah tersebut berdiri, maka masalah hukum kepemilikan tanah ini merupakan sengketa bersifat perdata, sehingga gugatan ini harus diajukan lebih dahulu ke Pengadilan Negeri, untuk ditentukan lebih dulu siapa yang menjadi pemilik tanah tersebut.”
Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan peninjauan kembali tersebut dapat dibenarkan, karena dalam putusan Judex Juris terdapat kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata, dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan Sertifikat Hak Milik Nomor 1919/Grogol Selatan atas nama Drs. Tjeptjep Sudhira Latif tanah seluas 2.813 m² Surat Ukur tanggal 3 April 2001 Nomor 00775/2001 (vide Bukti P-2) ternyata lokasinya tumpang tindih dengan Sertifikat Hak Milik Nomor 235/Grogol Selatan, Gambar situasi Nomor 323/785/1973 tanggal 10 April 1973 seluas 2.802 m², atas Nama Muhadjar bin Djapar (vide Bukti T.II Inter-7), dengan demikian belum jelas siapa pemilik yang sebenarnya, sehingga masih ada sengketa kepemilikan yang harus diselesaikan oleh Peradilan Umum;
- Bahwa oleh karena perkara a quo menyangkut pembuktian kepemilikan atas tanah maka terlebih dahulu harus diajukan ke Peradilan Umum;
- Bahwa pertimbangan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta sudah tepat dan diambil-alih sebagai pertimbangan dalam putusan Peninjauan Kembali;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka menurut Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali;
“Menimbang, bahwa oleh sebab itu putusan Mahkamah Agung Nomor 128 K/TUN/2015, tanggal 16 April 2015 tidak dapat dipertahankan dan harus dibatalkan. Mahkamah Agung mengadili kembali perkara ini sebagaimana disebut dalam amar putusan dibawah ini;
M E N G A D I L I :
“Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: I. KEPALA KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, II. H. ABDUL AZIZ tersebut;
“Membatalkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 128 K/TUN/2015, tanggal 16 April 2015;
MENGADILI KEMBALI :
I. Dalam Eksepsi:
1. Menerima eksepsi Tergugat dan Tergugat II Intervensi;
2. Menyatakan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta tidak berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa dalam perkara a quo;
II. Dalam Pokok Sengketa:
- Menyatakan gugatan Penggugat tidak diterima.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.