Menggugat Pemegang Saham dari Korporasi yang Ingkar Janji

LEGAL OPINION
Pengalihan Isu Tanggung Jawab Korporasi
Telaah Gugatan Konsumen Secara Class Action
Question: Saya mengajukan komplain karena pihak rekanan ada ingkar janji terhadap kesepakatan yang sebelumnya telah disepakati bersama-sama. Namun pihak perusahaan rekanan berkilah, dengan alasan bahwa pimpinannya telah diganti dengan pejabat baru, dan mereka bilang kalau mau tuntut ya tuntut pejabat yang dulu jadi pimpinan. Mereka bilang kalau pimpinannya yang lama menyalahi SOP perusahaan mereka, sehingga perjanjian kerja sama kami dianggap tidak berlaku untuk mereka. Bisa gitu?
Sebenarnya juga apakah pemegang saham dari perusahaan rekanan itu dapat turut kami gugat juga? Berhubung kami tahu siapa saja pemegang sahamnya. Hal ini penting kami tanyakan, karena perusahaan rekanan itu kini sudah tidak lagi punya aset untuk disita ketika kami benar-benar akan menggugat, sehingga kini kami menyasar para pemegang sahamnya untuk dimintai tanggung jawab.
Brief Answer: Tak perlu terjebak dalam pengalihan isu. Perihal sengketa internal antara pemilik dan pengurus, bukanlah urusan masyarakat pengguna jasa selaku pihak ketiga. Ketika suatu hubungan hukum dilakukan oleh pengurus suatu badan hukum, maka pengurus bertindak atas nama dan untuk kepentingan badan hukum yang diwakilinya, sehingga segala perikatan dengan pihak ketiga adalah atas nama badan hukum tersebut.
Salah satu ciri badan hukum, ialah memiliki tanggung jawab hukum berupa hak dan kewajiban sendiri serta kekayaan yang terpisah dari para pengurusnya, disamping tanggung jawab tersebut tetap melekat sekalipun pengurusnya silih berganti.
Prinsip yang menjadi pedomannya ialah sebagai berikut: resiko tidak dapat dilimpahkan sebagai kerugian bagi pihak ketiga yang beritikad baik. Perihal resiko menunjuk seseorang sebagai pejabat / pimpinan suatu usaha, maka hal tersebut menjadi sepenuhnya beban resiko pemilik usaha, sementara dalam hubungannya dengan pihak yang berhubungan dengan perusahaan tersebut, dikategorikan sebagai pihak ketiga.
Namun pernah juga terjadi konteks sebaliknya, terhadap badan hukum yang melakukan cidera janji (wanprestasi), pihak-pihak yang dirugikan mengajukan gugatan terhadap para pemegang saham dari badan hukum yang melakukan wanprestasi, oleh sebab bagaimana pun para pemegang saham memiliki andil dalam “menunjuk dan mengangkat pengurus dan pengawas” dari badan hukum yang ternyata dikemudian hari bermasalah dalam praktiknya.
Pertimbangan kedua, pemegang saham bertanggung jawab sebatas jumlah modal yang telah ditempatkan dan disetor pada badan hukum—artinya, bagaimana pun pemegang saham dapat digugat dan dimintai pertanggung-jawaban oleh pihak ketiga, meski tidak dapat “renteng” sifat pertanggungjawabannya.
Mengingat, kekayaan badan hukum yang ingkar janji pada prinsipnya dapat dibebankan sita jaminan dan sita eksekusi, artinya modal milik para pemegang saham tersebut pada badan hukum telah disita, yang secara tidak langsung, para pemegang saham memiliki kepentingan pula sehingga dapat saja turut digugat ataupun turut tampil sebagai “Penggugat Intervensi”—meski sifatnya fakultatif, yang tentunya sita eksekusi hanya dapat diletakkan sebatas terhadap harta kekayaan badan hukum.
PEMBAHASAN:
Kasus gugatan class action yang fenomenal karena kaya akan konstruksi hukum yang kompleks berikut dapat menjadi representasi karena sifat dan karakter perkaranya yang menyerupai, sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa hutang-piutang register Nomor 216 K/Pdt/2012 tanggal 15 Mei 2012, perkara antara:
1. PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT dan/atau GUBERNUR JAWA BARAT;
2. SEKRETARIS DAERAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT;
3. KEPALA BAGIAN PEREKONOMIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT;
... sebagai Para Pemohon Kasasi dahulu Tergugat I, II, III; melawan
1. ABDUL AZIS, mewakili Kelompok I, bertindak untuk dan atas nama diri sendiri serta mewakili kelompok nasabah sebanyak 289 orang/nasabah yang menyimpan uangnya di PD PK Tarogong Garut (Perusahaan Daerah Perkreditan Kecamatan Tarogong Garut), dalam bentuk tabungan yang sampai saat ini tidak bisa mengambil dana simpanannya;
2. Hj. NENA JUARESNA, Wakil Kelompok II, bertindak untuk dan atas nama diri sendiri serta mewakili kelompok nasabah sebanyak 196 orang/nasabah yang menyimpan uangnya di PD PK Tarogong Garut, dalam bentuk deposito/simpanan berjangka yang sampai saat ini tidak bisa mengambil depositonya tersebut beserta bunganya;
... sebagai Para Termohon Kasasi dahulu para Penggugat/para Terbanding; dan
1. PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DAN ATAU BUPATI KABUPATEN GARUT;
2. SEKRETARIS DAERAH PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN GARUT;
3. KEPALA BAGIAN PEREKONOMIAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN GARUT;
4. PIMPINAN PERUSAHAAN DAERAH PERKREDITAN KECAMATAN TAROGONG GARUT (PD PK TAROGONG GARUT);
5. DEWAN PENGAWAS PERUSAHAAN DAERAH PERKREDITAN KECAMATAN TAROGONG GARUT (PD PK TAROGONG GARUT);
... sebagai Para Turut Termohon Kasasi dahulu Tergugat IV, V, VI, VII, Turut Tergugat.
Penggugat sebagai wakil dari “gugatan secara kelompok” (class action) sama-sama menderita kerugian/memiliki sifat dan kerugian yang sama, sebagai akibat perbuatan ingkar janji yang dilakukan oleh Badan Usaha Pemerintah, yakni Perusahaan Daerah Perkreditan Kecamatan Tarogong Garut (PD PK Tarogong Garut), sebagai pelaku usaha dan penyedia jasa.
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen:
Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegitatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.”
Pasal 46 ayat (1) sub (b), UU No. 8 Tahun 1999:
“Gugatan terhadap pelaku usaha/penyedia jasa dan layanan dapat dilakukan oleh: b. Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama.”
Penggugat merupakan korban yang dirugikan sebagai akibat perbuatan ingkar janji (wanprestasi) yang dilakukan oleh para Tergugat diperkirakan berjumlah 485 orang, yang terdiri dari 289 orang yang menyimpan uangnya dalam bentuk tabungan, dan 196 orang yang menyimpan uangnya dalam bentuk deposito/simpanan berjangka.
Oleh karena ada kesamaan fakta dan dasar hukum serta kerugian yang sama dari para nasabah dengan jumlah + 485 orang yang mengalami kerugian, maka dalam mengajukan gugatan ini ditempuh prosedur gugatan perwakilan kelompok, dengan maksud agar pelaksanaan gugatan menjadi sederhana, cepat, dan berbiaya yang efisien.
Sejak tahun 2008 sampai dengan sekarang, korban/yang dirugikan oleh PD PK Tarogong Garut disebabkan karena para nasabah tidak dapat menarik/mencairkan baik bunga maupun uang pokoknya yang disimpan di PD PK Tarogong Garut, berupa dalam bentuk tabungan maupun dalam bentuk deposito/simpanan berjangka.
Dengan adanya kesamaan fakta berupa para nasabah tidak dapat menarik/mencairkan uangnya yang disimpan/ditabung di PD PK Tarogong Garut, baik dalam bentuk tabungan maupun deposito/simpanan berjangka, dasar hukum yang sama dan adanya kerugian yang sama pula, maka pengajuan gugatan perwakilan kelompok yang diajukan para Penggugat telah memenuhi persyaratan menurut peraturan perundang-undangan.
Penggugat yang memiliki kepentingan dan kedudukan hukum sebagai konsumen yang dirugikan sekaligus sebagai wakil sekelompok konsumen lain, telah mengumumkan secara luas (notifikasi) lewat media cetak dan elektronik atau setidak-tidaknya disebarkan lewat selebaran, sehingga keberadaan Penggugat diketahui masyarakat yang merasa memiliki kepentingan yang sama sehingga dapat memilih untuk bergabung dalam proses gugatan perwakilan kelompok ini (opt. in), sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok.
Sementara pilihan bagi anggota untuk keluar (opt. out) dicantumkan dalam pemberitahuan, dapat dilakukan secara tertulis yang ditandatangani dan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri oleh anggota-anggota dari wakil kelompok yang menginginkan keluar. Adanya pernyataan keluar anggota-anggota dari wakil kelompoknya, berarti anggota-anggota tersebut secara hukum tidak lagi terikat dengan segala keputusan gugatan perwakilan kelompok yang dihasilkan (Pasal 8 PERMA No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok).
Note SHIETRA & PARTNERS: Dari berbagai putusan terkait class action yang sudah-sudah, syarat pencantuman keterangan perihal opt. in dan opt. out yang diuraikan dalam pengumuman atas rencana “gugatan massal” bagi khalayak ramai, merupakan prasyarat mutlak, dimana tiadanya pencantuman keterangan demikian akan mengakibatkan gugatan class action akan dinyatakan cacat prosedur.
Perusahaan Daerah Perkreditan Kecamatan Tarogong Garut (PD PK Tarogong Garut), didirikan berdasarkan modal dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebesar 45%, dan modal dari Pemerintah Kabupaten Garut sebesar 55%.
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 14 tahun 2006 tersebut, dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b jo. Pasal 4 ayat (2), maka PD PK Tarogong Garut dapat melakukan kegiatan jasa keuangan, yaitu diantaranya menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan.
Sejak didirikannya, PD PK Tarogong Garut telah menghimpun dana dari masyarakat termasuk dari para Penggugat, baik berupa tabungan, maupun berupa deposito/simpanan berjangka, yang sampai saat ini mencapai sebesar Rp. 5.540.297.450,-.
Pada akhir tahun 2007, simpanan para nasabah/para Penggugat yang disimpan di PD.PK Tarogong Garut tersebut, baik yang berupa tabungan maupun berupa deposito/simpanan berjangka, tidak bisa diambil/dicairkan dengan berbagai alasan yang tidak jelas, padahal simpanan para Penggugat dimaksud adalah murni hak para Penggugat yang dapat diambil/dicairkan kapan saja seperti simpanan berupa tabungan, sedangkan simpanan berupa deposito/simpanan berjangka dapat diambil pada waktu yang telah ditentukan, sehingga dikategorikan sebagai perbuatan ingkar janji (wanprestasi).
Terhadap gugatan Penggugat, Pengadilan Negeri Garut kemudian menjatuhkan putusannya No. 04/Pdt.G/2010/PN.Grt tanggal 11 Januari 2011, dengan pertimbangan serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal tersebut, Majelis berpendapat bahwa keberadaan kegiatan usaha PDPK Tarogong yang menghimpun dana dari masyarakat selain dalam bentuk tabungan, juga dalam bentuk deposito/simpanan berjangka adalah sudah diketahui dan disetujui oleh pemilik PDPK Tarogong yaitu Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kabupaten Garut, dan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk deposito/simpanan berjangka tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang sebagaimana diatur di dalam Perda 14/2006 dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a: ‘PDPK melaksanakan kegiatan usaha:
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan;
d. Menjalankan jasa usaha keuangan lainnya, sepanjang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;”
MENGADILI :
Dalam Provisi:
- Menguatkan Penetapan Sertifikasi Pengadilan Negeri Garut No. 04/Pdt.G/ 2010/PN.Grt tanggal 30 Juni 2010;
Dalam Eksepsi:
- Menolak eksepsi dari Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV, Tergugat V dan Tergugat VI tersebut;
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan perwakilan kelompok (class action) para Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan sah dan mempunyai kekuatan hukum dengan segala akibat hukumnya atas buku-buku tabungan dan bilyet deposito/simpanan berjangka atas nama masing-masing para Penggugat;
3. Menyatakan dan menetapkan bahwa para Tergugat mempunyai kewajiban pokok untuk mengembalikan/membayar seluruh simpanan dalam bentuk tabungan kepada para Penggugat adalah sebesar Rp. 2.933.919.271,- (dua milyar sembilan ratus tiga puluh tiga juta sembilan ratus sembilan belas ribu dua ratus tujuh puluh satu rupiah);
4. Menyatakan dan menetapkan bahwa para Tergugat mempunyai kewajiban pokok untuk mengembalikan/membayar seluruh simpanan dalam bentuk deposito/simpanan berjangka kepada para Penggugat adalah sebesar Rp. 1.767.475.000,- (satu milyar tujuh ratus enam puluh tujuh juta empat ratus tujuh puluh lima ribu rupiah);
5. Menyatakan para Tergugat telah melakukan perbuatan ingkar janji (wanprestasi);
6. Menghukum para Tergugat untuk membayar atau melunasi atas seluruh simpanan pokok dalam bentuk tabungan kepada para Penggugat yang dalam hal ini diwakili oleh Ketua Kelompok I adalah sebesar Rp. 2.933.919.271,- (dua milyar sembilan ratus tiga puluh tiga juta sembilan ratus sembilan belas ribu dua ratus tujuh puluh satu rupiah) baik sendiri-sendiri maupun tanggung renteng secara tunai, seketika dan sekaligus;
7. Menghukum para Tergugat untuk membayar atau melunasi atas seluruh simpanan pokok dalam bentuk deposito/simpanan berjangka kepada para Penggugat yang dalam hal ini diwakili oleh Ketua Kelompok II adalah sebesar Rp. 1.767.475.000,- (satu milyar tujuh ratus enam puluh tujuh juta empat ratus tujuh puluh lima ribu rupiah) baik sendiri-sendiri maupun tanggung renteng secara tunai, seketika dan sekaligus; [Note SHIETRA & PARNERTS: Tidak tepat bila menjadi ‘tanggung renteng’, mengingat Pemda selaku pemegang saham hanya bertanggung jawab sebatas modal yang ditanamkan.]
8. Menghukum para Tergugat untuk membayar ganti kerugian materiil kepada para Penggugat dan/atau sesuai dengan rumusan ganti kerugian para Penggugat sebagai patokan penghitungan pembayaran kerugian kepada anggota-anggota kelompok, atas bunga yang diperjanjikan, dengan rincian adalah sebagai berikut:
a. Kerugian atas bunga tabungan yaitu 1% per bulan x seluruh pokok tabungan yaitu 1% per bulan x Rp. 2.933.919.271,- (dua milyar sembilan ratus tiga puluh tiga juta sembilan ratus sembilan belas ribu dua ratus tujuh puluh satu rupiah) sejak bulan September 2008 sampai dengan perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap;
b. Kerugian atas bunga deposito/simpanan berjangka yaitu 1,75% per bulan x seluruh pokok deposito/simpanan berjangka yaitu 1,75% per bulan x Rp. 1.767.475.000,- sejak bulan September 2008 sampai dengan perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap;
9. Menghukum Turut Tergugat untuk mentaati isi putusan ini;
10. Menghukum para Tergugat untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini secara tanggung renteng sebesar Rp. 1.676.000,- (satu juta enam ratus tujuh puluh enam ribu rupiah);
11. Menolak gugatan para Penggugat selain dan selebihnya.”
Dalam tingkat banding atas permohonan para Tergugat putusan Pengadilan Negeri tersebut telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Bandung dengan putusan No. 147/PDT/2011/PT.BDG. tanggal 18 Agustus 2011, dimana yang menjadi pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Bandung, dengan kutipan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa selanjutnya Tergugat I, II dan III dalam jawabannya menyatakan bahwa gugatan para Penggugat kurang pihak dan atau tidak lengkap karena seharusnya para Penggugat menarik sdr. Yanto Cahyanto selaku Pimpinan PD.PK Tarogong yang telah mempergunakan dengan tanpa hak dana nasabah PDPK Tarogong semasa menjabat sebagai Pimpinan PDPK Tarogong, sehingga akibat dari perbuatan sdr. Yanto tersebut memberikan efek tersendatnya manajemen pengelolaan dana yang ada di PDPK Tarogong;
“Menimbang, bahwa untuk membuktikan dalil bantahannya tersebut Tergugat I, II, III mengajukan bukti surat yang diberi tanda T I, II, III-2, produk bukti mana adalah surat pernyataan tertanggal 26 Februari 2008 yang ditandatangani oleh Yanto Cahyanto, namun tidak ditunjukkan aslinya;
“Menimbang, bahwa terhadap bantahan tersebut, Majelis Hakim mempertimbangkannya sebagai berikut:
- Bahwa hakekat dari sebuah gugatan adalah seseorang atau lebih yang ‘merasa’ haknya atau hak mereka telah dilanggar akan tetapi orang yang ‘dirasa’ melanggar haknya atau hak mereka itu tidak mau secara sukarela melakukan sesuatu yang diminta itu, sehingga dalam hal ini penentuan seseorang ditarik sebagai pihak dalam suatu perkara/gugatan atau tidak adalah sepenuhnya hak para Penggugat;
- Bahwa bukti surat yang diajukan oleh Tergugat I, II, III tersebut tidak ditunjukkan aslinya serta tidak didukung oleh alat bukti yang lain, sehingga tidak mempunyai nilai pembuktian;
- Bahwa seandainyapun bukti surat yang diberi tanda T I, II, III-2 tersebut benar adanya, hal tersebut adalah merupakan alat bagi Pemilik PD.PK untuk melakukan tuntutan ganti kerugian kepada pimpinan PD.PK tersebut, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 62 ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat nomor 14 Tahun 2006;
“Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut maka dalil jawaban Tergugat I, II, III tentang kurang pihak dalam perkara ini tidak beralasan dan harus ditolak.”
Pemerintah Daerah (Pemda) mengajukan upaya hukum kasasi. Perhatikan argumentasi Pemda selaku Tergugat yang terkesan tidak etis mencari pembenaran diri, dengan kutipan sebagai berikut:
“PDPK Tarogong hanya boleh melaksanakan kegiatan usaha menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan saja, tanpa pengecualian. Bahwa sekali lagi para Pemohon Kasasi tegaskan, bahwa tindakan pimpinan PDPK Tarogong yang menghimpun dana dalam bentuk deposito adalah jelas sangat bertentangan dengan Pasal 4 ayat (2) huruf a Perda 14/2006. Perbuatan tersebut merupakan perbuatan ultra vires yang bertentangan dengan undang-undang. Sehingga keberadaan deposito di dalam perkara ini adalah sesuatu yang ilegal dan patut untuk ditolak karena tidak memiliki alas hukum yang dapat dijadikan dasar kebenaran.
“Bahwa jumlah nasabah tabungan yang tercatat di PDPK Tarogong mencapai 1372 nasabah, lalu mengapa yang mengajukan gugatan gugatan hanya 289 nasabah saja, bagaimana dengan 1083 nasabah yang lain, mengapa mereka tidak turut serta di dalam gugatan perwakilan kelompok ini, padahal angka 289 hanya 1/5 bagian saja dari total jumlah nasabah yang tercatat di PDPK Tarogong. Apakah gugatan perwakilan kelompok ini sudah bisa dikatakan merepresentasikan keseluruhan nasabah, padahal kalaupun memang telah terjadi suatu perbuatan ingkar janji (wanprestasi) kepada para nasabah PDPK Tarogong, bukankah seharusnya perwakilan kelompok di dalam perkara aquo juga menyertakan keselurahan nasabah yang jumlah totalnya mencapai 1372, tidak hanya seperlimanya saja yang hanya berjumlah 289;
“Perjanjian yang dilakukan antara pimpinan PDPK Tarogong dengan para nasabahnya maka secara terbatas hanya mengikat antara pimpinan PDPK Tarogong dengan para nasabahnya, sehingga tidak terdapat satu alasan yang dapat dibenarkan secara hukum terhadap apa yang menjadi dasar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Garut bahwa PDPK Tarogong bertindak untuk dan atas nama pemilik PDPK Tarogong, maka ketika PDPK Tarogong tidak melaksanakan kewajibannya untuk mengembalikan seluruh simpanan dalam bentuk tabungan dan dalam bentuk deposito/simpanan berjangka milik nasabah/para Penggugat kepada para Penggugat, maka PDPK Tarogong beserta pemilik PDPK Tarogong yaitu Tergugat I sampai dengan Tergugat VI adalah telah melakukan perbuatan ingkar janji (wanprestasi) kepada para Penggugat. Pertimbangan tersebut adalah pertimbangan yang cacat hukum dan sepenuhnya harus ditolak dan dikesampingkan.
“... tidak ada satu pun perjanjian yang dibuat antara Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III dengan para Penggugat.
“Bukankah pada saat menyimpan dana di PD.PK Tarogong, para Termohon Kasasi membuat perjanjian dengan Pimpinan PDPK Tarogong? Bukankah pada saat itu Pimpinan PDPK Tarogong yang menjabat adalah sdr. Yanto Cahyanto? Lalu mengapa para Termohon Kasasi tidak menarik sdr. Yanto Cahyanto sebagai pihak di dalam perkara a quo, padahal jelas-jelas Pasal 1243 KUHPerdata yang didalilkan oleh para Termohon Kasasi adalah didasarkan atas pelaksanaan perjanjian yang dibuat berdasarkan Pasal 1313 dan Pasal 1320 KUHPerdata antara para Termohon Kasasi dengan Pimpinan PDPK Tarogong, dalam hal ini adalah sdr. Yanto Cahyanto, ataupun setidak-tidaknya berdasarkan surat pernyataan yang dibuat oleh sdr. Yanto Cahyanto, jelas disebutkan bahwa telah terjadi penyalahgunaan dana dari para nasabah PD.PK Tarogong untuk kepentingan pribadi sdr. Yanto Cahyanto.
“Sebenarnya ada apa gerangan, mengapa justru aktor utama yang menjadi pangkal permasalahan di dalam perkara a quo justru sama sekali tidak ditarik sebagai pihak. Mengapa para Termohon Kasasi justru malah menarik para Pemohon Kasasi di dalam perkara a quo, padahal jelas-jelas tidak ada kausa hukum dan kausa fakta antara para Termohon Kasasi dengan para Pemohon Kasasi;
“Belum jelas diungkap faktanya di persidangan, sdr. Yanto Cahyanto untuk kesekian kalinya disinggung sebagai pihak yang memiliki andil besar di dalam macetnya pencairan dana nasabah. Bukankah seharusnya para Penggugat yang notabene mencari penyelesaian dalam hal pencairan dananya membawa sdr. Yanto Cahyanto untuk memberikan penjelasan sebenarnya bagaimana kemacetan dana tersebut dapat terjadi.
“Faktanya justru para Termohon Kasasi menuntut agar para Pemohon Kasasi yang tidak pernah terlibat didalam pengelolaan PD.PK Tarogong, walau para Pemohon Kasasi tidak menampik fakta, bahwa para Pemohon Kasasi merupakan pemodal sebesar 45%, tiba-tiba diminta bertanggung jawab atas suatu persoalan yang tidak jelas ujung pangkalnya.
“Bagaimana mungkin para Pemohon Kasasi dituduh telah melakukan suatu perbuatan wanprestasi, padahal faktanya tidak pernah sekalipun baik itu Pemohon Kasasi I, Pemohon Kasasi II maupun Pemohon Kasasi III melakukan perjanjian dengan para Termohon Kasasi, justru pada praktiknya para Termohon Kasasi melakukan perjanjian dengan sdr. Yanto Cahyanto yang notabene merupakan Pimpinan PD.PK Tarogong pada saat para Termohon Kasasi mengikatkan diri untuk menjadi nasabah di PD.PK Tarogong tersebut.
“Bahwa bukankah suatu keharusan bagi para Termohon Kasasi untuk menarik sdr. Yanto Cahyanto sebagai pihak yang dalam hal ini merupakan pelaku perjanjian dengan para Termohon Kasasi karena gugatan yang diajukan oleh para Termohon Kasasi adalah gugatan wanprestasi? Bahwa hal ini patut untuk didudukkan secara jelas dan terang, karena tidak mungkin suatu gugatan wanprestasi tetapi justru pihak yang melakukan perjanjian (pihak yang dianggap telah melakukan wanprestasi) malah tidak dihadirkan, sebaliknya justru pemilik modal 45% yang tidak tahu menahu dan tidak terlibat di dalam proses perjanjian dan pengelolaan tiba-tiba dituduh telah wanprestasi dan digugat untuk membayar uang nasabah yang jelas-jelas telah disalahgunakan oleh pihak pengelola PD.PK Tarogong. [Note SHIETRA & PARTNERS: Argumentasi pihak Pemda pada paragraf tersebut dapat dibenarkan secara moril maupun secara akal sehat, sehingga tidak dapat dituntut secara rentang, namun hanya dapat dituntut sebatas saham pada badan hukum yang wanprestasi.]
“Pemohon Kasasi hanya pemilik modal pasif sebesar 45%, tidak menyentuh kewenangan dalam hal pengelolaan PDPK secara keseluruhan;
“Pemohon Kasasi bukanlah pihak di dalam perjanjian yang dilakukan oleh Pimpinan PD.PK Tarogong dengan para nasabah PDPK Tarogong.”
Pemda keberatan dijadikan tergugat, karena dinilai hanya PDPK Tarogong yang semata dapat dijadikan tergugat, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena fakta yang terungkap di persidangan dalam perkara ini adalah bahwa PD.PK Tarogong telah melakukan kegiatan usaha menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan maupun deposito/simpanan berjangka dimana para Penggugat menyimpan dananya pada PD.PK Tarogong selaku nasabah;
“Dengan diterimanya simpanan tersebut, maka antara para Penggugat selaku nasabah dan PD.PK Tarogong selaku penghimpun dana, masing-masing mempunyai hak dan kewajiban dan sejak itulah telah terjadi perikatan antara para nasabah dari dengan PD.PK Tarogong tersebut;
“Oleh karena ternyata kemudian PD.PK Tarogong tidak dapat mengembalikan dana milik para nasabah, maka sejak itu terjadilah wanprestasi yang dilakukan PD.PK Tarogong tersebut, sehingga wajib membayar ganti rugi yang besarnya masing-masing sesuai dengan besarnya nominal simpanan/deposito masing-masing;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, ternyata bahwa putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh para Pemohon Kasasi: PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT REPUBLIK INDONESIA dan atau GUBERNUR JAWA BARAT dan kawankawan tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
“Menolak permohonan kasasi dari para Pemohon Kasasi: 1. PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT REPUBLIK INDONESIA dan atau GUBERNUR JAWA BARAT, 2. SEKRETARIS DAERAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT REPUBLIK INDONESIA, 3. KEPALA BAGIAN PEREKONOMIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT REPUBLIK INDONESIA tersebut.”
Catatan penutup SHIETRA & PARTNERS: Mahkamah Agung RI telah gagal untuk memilah tanggung jawab masing-masing pihak sesuai relevansi kedudukan dan posisi hukumnya, mengakibatkan pemegang saham / modal dihukum untuk secara tanggung-renteng, yang tentunya membuat “kabur” konsep kepastian hukum di Indonesia dimana konsep mendasar perihal karakteristik “badan hukum” sebagai subjek hukum yang berdiri sendiri secara yuridis (rechts persoon, legal entity), diterobos sehingga menyeret para pemegang saham / modal secara tanggung-renteng yang tidak pada tempatnya.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.