Spanduk Sebagai Pemanggilan Sah Perintah Kembali Bekerja

LEGAL OPINION
Question: Untuk menghadapi para pekerja yang mogok, apa hanya bisa lewat surat ke rumah mereka? Mereka mogok di lokasi pabrik, kok perlu beri perintah kembali bekerja ke rumah mereka? Mereka masuk kerja, tapi tidak bekerja.
Brief Answer: Benar bahwa setiap aksi mogok kerja dimaknai sebagai mangkir, sehingga berlaku asas no work no paid. Namun pada hakekatnya terdapat dua jenis aksi mogok kerja: mogok kerja berupa tidak masuk kerja, atau masuk kerja namun tidak melakukan fungsi pekerjaan alias hanya sekadar presensi tanpa aktivitas produksi ataupun sekadar melakukan aksi demonstrasi / orasi, dsb.
Terhadap jenis aksi mogok berupa tidak masuk bekerjanya pihak Pekerja / Buruh, maka pemanggilan untuk kembali masuk bekerja wajib dilakukan secara layak dan patut berupa surat tertulis ke masing-masing domisili dari pihak Pekerja yang mogok.
Namun terhadap aksi mogok kerja berupa demonstrasi, unjuk rasa, sweeping / razia / intimidasi terhadap para pekerja lain agar turut tidak bekerja, maka pemanggilan untuk kembali bekerja dapat berupa dibentangkannya spanduk perintah untuk kembali bekerja pada lokasi mogok kerja.
PEMBAHASAN:
Salah satu ilustrasi yang dapat SHIETRA & PARTNERS jadikan cerminan, sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 13 K/Pdt.Sus-PHI/2015 tanggal 18 Maret 2015, perkara antara:
- PT. SINAR ANTJOL, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Penggugat; melawan
- 47 orang Pekerja, selaku Para Termohon Kasasi dahulu Para Tergugat.
Pasal 137 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, memiliki pengaturan:
”Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.”
Permasalahan timbul, ketika para pihak masih melakukan perundingan Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Namun demikian meski masih dalam proses perundingan PKB, Para Tergugat tetap memaksa melaksanakan mogok kerja.
Melihat banyaknya jumlah peserta yang ikut mogok kerja serta dari orasi pada saat mogok kerja, Para Tergugat dinilai telah menghasut Pekerja lain agar ikut mogok kerja dengan menyatakan kepada para Pekerja diantaranya:
”Mogok kerja yang dilakukan adalah sah dikarenakan gagalnya perundingan, dan hak-hak karyawan akan tetap di bayar, dan kalau pun di PHK akan mendapatkan pesangon 2 (dua) kali PMTK”.
Akibat hasutan Para Tergugat, alhasil mogok-mogok kerja yang dilakukan selanjutnya selalu diikuti oleh mayoritas pekerja. Atas perbuatan Para Tergugat, mengakibatkan keresahan di lingkungan perusahaan, bahkan dalam mogok kerja yang dilakukan selanjutnya, Para Tergugat telah menduduki pintu gerbang pabrik dan melarang semua kendaran masuk, serta melarang karyawan lain yang hendak bekerja, sehingga berakibat pabrik lumpuh dan tidak dapat beroperasi.
Tergugat membantah, dan mengajukan gugatan balik (rekonvensi), dimana terhadap gugatan Pengusaha dan gugatan balik Pekerja, Pengadilan Hubungan Industrial Serang kemudian menjatuhkan putusan Nomor 06/PHI.G/2014/ PN.Srg., tanggal 20 Agustus 2014, dengan amar sebagai berikut:
A. DALAM KONVENSI:
- Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
B. DALAM REKONVENSI:
- Mengabulkan gugatan rekonvensi untuk sebagian;
- Menghukum Tergugat Rekonvensi/Penggugat Konvensi untuk mempekerjakan kembali Para Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi pada jabatan dan tempat kerja semula sejak putusan ini diucapkan;
- Menolak gugatan rekonvensi Para Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi untuk selain dan selebihnya.”
Pihak Pengusaha mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“bahwa keberatan tersebut dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 12 September 2014 dan kontra memori kasasi tanggal 30 September 2014 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Serang telah salah dan keliru serta tidak tepat dalam menilai, menimbang dan menerapkan hukumnya;
“bahwa mogok kerja dilakukan bukan akibat gagalnya perundingan atau tuntutan normatif yang belum dijalankan oleh pihak Pemohon Kasasi, namun mogok kerja yang dilakukan tentang tuntutan untuk perubahan dan perpanjangan PKB. Sedangkan PKB Pemohon Kasasi i.c PT. Sinar Antjol periode 2010-2012 tetap berlaku berdasarkan kesepakatan bersama tanggal 18 januari 2013 (vide P-141 dan T-3), karena sebelumnya Pemohon Kasasi telah meminta perubahan perundingan sebanyak tiga kali yaitu tanggal 9, 21 dan 29 Oktober 2013, begitu pula PUK SPSI PT. Sinar Antjol juga pernah menunda perundingan PKB pada tanggal 26 Juni 2013 dan 13 September 2013 (vide P-111 dan P-112);
“bahwa dengan demikian pekerja telah melanggar ketentuan mengenai syarat mogok kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 137 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 karena tetap melakukan mogok kerja pada tanggal 13-16 November 2013, sedangkan pada tanggal 12 November 2013 sebelum mogok kerja terjadi Pemohon Kasasi telah memberikan Briefing dan pada tanggal 13 November 2013 saat mogok kerja Pemohon Kasasi telah melakukan pemanggilan untuk tetap bekerja dengan pengumuman yang dibuat berupa spanduk, dipasang di lokasi mogok kerja akan tetapi pekerja tetap mogok kerja pada tanggal 16 November 2013 bahkan tanggal 3 September 2013 pekerja sudah malakukan mogok kerja;
“bahwa dengan demikian pekerja telah melanggar ketentuan pelanggaran disiplin kerja, menolak perintah untuk bekerja sebagaimana Pasal 67 ayat (11) PKB Jo. Pasal 137 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang berakibat Termohon Kasasi dapat di PHK dengan mendapatkan hak-haknya sebagai berikut: Uang Pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), Uang Penghargaan Masa Kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan Uang Penggantian Hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, Mahkamah Agung berpendapat, terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: PT. Sinar Antjol tersebut dan membatalkan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Serang Nomor 06/PHI.G/2014/PN.Srg., tanggal 20 Agustus 2014, selanjutnya Mahkamah Agung akan mengadili sendiri dengan amar sebagaimana yang akan disebutkan dibawah ini;
M E N G A D I L I :
“Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: PT. SINAR ANTJOL tersebut;
“Membatalkan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Serang Nomor 06/PHI.G/2014/PN.Srg., tanggal 20 Agustus 2014;
MENGADILI SENDIRI :
Menyatakan Pemohon Kasasi secara sah dapat melakukan PHK kepada Para Termohon Kasasi dengan menghukum Pemohon Kasasi membayar: Uang Pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), Uang Penghargaan Masa Kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan Uang Penggantian Hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.