Pidana Perpajakan Korporasi, Telaah Putusan Pidana Pilihan Terbaik

LEGAL OPINION
Question: Saya selaku direktur keuangan, dipaksa oleh pemegang saham untuk memalsukan data-data dalam laporan neraca laba dan rugi keuangan perseroan, guna menghindari pajak penghasilan badan yang tinggi. Wajib pajaknya adalah perseroan terbatas, sementara nama saya dicantumkan sebagai direksi, dimana sebetulnya saya hanya salah seorang karyawan pada Grub Usaha ini.
Apabila nantinya saya tidak lagi menjabat sebagai direktur, yang bertanggung jawab bila nanti ada apa-apa atau kantor pajak mempermasalahkan, resiko tidak dapat dibebankan kepada mantan direktur, bukan? Rencananya saya hanya akan mau dipakai nama saya sebagai direktur untuk selama beberapa tahun saja.
Toh, saya tidak mendapat sedikit pun bagian dari upaya manipulasi data pembukuan perusahaan terkait PPh badan hukum. Semua itu jadi keuntungan pihak perusahaan, bukan saya selaku pribadi, terlebih senyatanya saya tak punya kewenangan apapun karena semua dikendalikan oleh pemilik Grub Usaha.
Brief Answer: Dalam rezim Hukum Perpajakan di Indonesia, tanggung jawab pidana perpajakan menjadi beban Direksi (ancaman sanksi pidana penjara) dan badan hukum (ancaman sanksi denda bagi Wajib Pajak) yang telah merugikan negara terkait perpajakan, sekalipun Direksi yang menjabat kala itu pada saat kini telah tidak lagi menjabat, dan sekalipun sang mantan direksi tidak pernah menikmati penggelapan pajak penghasilan wajib pajak badan hukum.
Mengingat faktor pertimbangan resiko demikian, SHIETRA & PARTNERS tidak pernah merekomendasikan untuk mau ditunjuk menjadi seorang ‘direksi boneka’ (nominee)—karena bila pemilik perusahaan tidak mau mengindahkan somasi dari otoritas pajak, maka yang akan menjadi tumbal ‘kambing hitamnya’ ialah sang Direksi.
Dalam tanggung jawab keperdataan murni, tanggung jawab serta hak dan kewajiban perseroan tetap melekat pada badan hukum sekalipun pengurusnya silih berganti. Namun dalam konteks hukum publik—terutama hukum pidana perpajakan, paradigma keperdataan perihal silih bergantinya pengurus, tidaklah menghapus kesalahan pidana.
PEMBAHASAN:
Ilustrasi konkret berikut dapat mewakili sudut pandang hukum pidana perpajakan korporasi, sebagaimana putusan Pengadilan Negeri Purwakarta perkara pidana perpajakan register Nomor 212/Pid.B/2012/PN.PWK tanggal 4 Desember 2012, yang diperiksa dan diputus oleh Majelis Hakim H.A.S. PUDJOHARSOYO, NUR SARI BAKTIANA, dan Hakim HASTUTI, dimana Terdakwa merupakan mantan Direktur Utama PT. TUBS DEVELOPMENT sejak bulan November 2007 sampai dengan bulan Oktober 2009, dimana PT. TUBS DEVELOPMENT bergerak dalam bidang usaha developer kawasan perumahan Kota Permata di Purwakarta.
Kewajiban perpajakan PT. TUBS DEVELOPMENT selaku wajib pajak badan hukum, ialah membuat dan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Wajib Pajak Badan dan SPT Masa PPN, baik berupa pelaporan maupun penyetoran pajak yang terhutang.
Tempus delicti bermula pada Tahun Pajak 2007, wajib pajak PT. TUBS DEVELOPMENT tidak melaksanakan kewajiban perpajakan untuk menyampaikan SPT Tahunan Wajib Pajak Badan maupun SPT Masa PPN, untuk Tahun Pajak 2008, namun sang Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan, wajib Pajak juga tidak menyampaikan SPT Masa PPN peride Januari s.d. Agustus 2008 dan menyampaikan Masa SPT September yang isinya tidak benar, sedangkan untuk Tahun Pajak 2009, Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh WP Badan yang isinya tidak benar, Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT Masa PPN periode Januari s.d. Desember 2009.
Adapun seorang saksi yang sempat menjabat sebagai Manajer Keuangan PT. TUBS DEVELOPMENT menerangkan di persidangan, bahwa yang menjadi Wajib Pajak adalah PT. TUBS DEVELOPMENT, tidak menyampaikan SPT Masa PPN periode pajak Januari s.d Agustus 2008, dan tidak melaporkan SPT Masa PPN masa Oktober s.d. Desember 2008, dan juga tidak menyampaikan SPT Masa PPN periode Januari s.d. Desember 2009. Selain itu diterangkan bahwa untuk pajak PPh Badan dan PPN tahun 2008 dan 2009 selalu ditunda-tunda untuk diakumulasi dan saat saksi mengajukan dana tiap bulannya (budgeting bulanan) kepada pihak manajemen, namun tidak pernah dikabulkan.
Terdakwa menjabat sebagai Dirut PT. TUBS DEVELOPMENT sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2009, mengaku tidak pernah mengetahui mengenai adanya pelaporan SPT baik SPT Tahunan PPh Badan maupun SPT Masa PPN yang dilaporkan oleh PT. TUBS DEVELOPMENT selaku Wajib Pajak yang tercatat pada Kantor Pajak Purwakarta.
Seorang saksi yang dihadirkan ke persidangan juga menerangkan modus yang terjadi ialah penggelapan pajak, dimana saksi membeli rumah dari PT. TUBS DEVELOPMENT senilai Rp. 105.000.000;- belum termasuk PPN dan BPHTB, oleh karena itu saksi dibebani kewajiban membayar PPN sebesar Rp. 10.500.000;-. Dengan kata lain, harga jual rumah yang ditawarkan kepada konsumen, exclude PPN dan BPHTB, dimana PT. TUBS DEVELOPMENT telah memungut PPN dari para konsumen yang membeli unit rumah yang dibangunnya.
Sementara itu pihak Terdakwa menerangkan, PPN yang telah dipungut dari konsumen atas penyerahan barang kena pajak, yakni perumahan, dalam penghitungan keuangan perusahaan saat dilaporkan kepada Komisaris maupun pemilik perusahaan (Toto Utomo Budi Santoso), diakumulasikan dengan cash flow yang lain dan dihitung sebagai keuntungan (profit) perusahaan.
PPN yang telah dipungut dari konsumen, secara yuridis semestinya disetorkan sebagai kewajiban pajak PT. TUBS DEVELOPMENT, namun pajak yang telah dipungut tersebut dan diketahui oleh Terdakwa dipergunakan oleh manajemen untuk memasang instalasi jaringan listrik di kawasan perumahan, serta digunakan untuk mengembangkan kegiatan usaha pembangunan kawasan perumahan.
Salah seorang ahli yang keterangannya disampaikan ke hadapan persidangan, menerangkan bahwa bila dalam diri pengurus atau direksi atau mewakili korporasi berdasarkan kewenangan yang dimilikinya telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum dan terdapat indikasi keinginan atau niat secara sadar disertai motivasi untuk mencari keuntungan korporasi atau kepentingan pemenuhan pencapaian perusahaan, dapat dikualifikasikan untuk dijadikan dasar adanya unsur kesengajaan.
Dimana terhadap tuntutan Jaksa Penuntut, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa dengan demikian Majelis Hakim akan mempertimbangkan terlebih dahulu dakwaan Primair melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf c UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut:
1. Unsur ‘Setiap orang’;
“Menimbang, bahwa rumusan frasa ‘setiap orang’ dalam ketentuan Pasal 39 ayat (1) huruf c UU No. 28 Tahun 2007 tidak dijelaskan secara jelas, cermat, dan terperinci mengenai siapa yang dimaksud dengan ‘setiap orang’ dalam undang-undang tersebut;
“Menimbang, bahwa meskipun UU No. 28 Tahun 2007 tidak secara jelas, cermat, dan terperinci mendefinisikan pengertian ‘setiap orang’, namun pencantuman frasa tersebut pada Bab VIII mengenai ketentuan Pidana, maka definisi ‘setiap orang’ berkaitan dengan pembebanan pertanggungjawaban pidana bagi pelaku tindak pidana, sehingga menurut Majelis Hakim pengertian ‘setiap orang’ adalah subjek hukum yang dapat dibebani pertanggungjawaban pidana atas perbuatan tindak pidana yang dilakukannya (criminal liability), yang meliputi orang perseorangan maupun badan hukum;
“Menimbang, bahwa berdasarkan teori-teori hukum pidana yang berkembang saat ini yang diakui sebagai Pelaku tindak pidana itu bukan saja Natuurlijk Persoon (orang perorangan) tetapi juga adalah Badan Hukum (recht persoon) namun dengan sistem pertanggungjawaban yang terbatas yaitu yang melaksanakan pertanggungjawaban pidananya bukan Badan Hukum itu sendiri melainkan organ-organ yang ada di dalam Badan Hukum itu;
“Menimbang, bahwa perkara atas nama Terdakwa Benny Setiawan ini, yang didakwa sebagai pelaku tindak pidana adalah Terdakwa Benny Setiawan selaku orang perseorangan pribadi (natuurlijk persoon);
“Menimbang, bahwa setelah dinyatakan sebagai Subjek Hukum dalam perkara ini, maka harus juga dapat dipastikan bahwa Terdakwa adalah subjek hukum yang dapat dimintai pertanggungjawabannya secara hukum atau dengan kata lain di dalam diri pelaku tersebut tidak terdapat alasan pembenar atau alasan pemaaf yang dapat meniadakan sifat melawan hukumnya perbuatan Terdakwa tersebut;
2. Unsur ‘dengan sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan’;
“Menimbang, bahwa sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 Angka 11 UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pengertian Surat Pemberitahuan adalah Surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
“Menimbang, sedangkan pengertian Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 1 Angka 1 UU No. 28 Tahun 2007). Selain itu pengertian Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak, pemotongan pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Pasal 1 Angka 2 UU No. 28 Tahun 2007);
“Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan diketahui bahwa Terdakwa adalah mantan Direktur Utama PT. TUBS DEVELOPMENT sejak bulan November 2007 sampai dengan bulan Oktober 2009, diketahui bahwa PT. TUBS DEVELOPMENT tersebut didirikan di ... , Wajib Paka dengan NPWP ... , kegiatan usaha perusahaan adalah pengembang kawasan perumahan Kota Permata di Purwakarta;
“Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi ... yang menjabat sebagai Pemeriksa pada Kantor Wilayah DJP Jawa Barat I, dijelaskan di persidangan bahwa untuk Tahun Pajak 2007, Wajib Pajak yaitu PT. TUBS DEVELOPMENT tidak melaksanakan kewajiban perpajakan untuk menyampaikan SPT Tahunan Wajib Pajak Badan maupun SPT Masa PPN. Untuk Tahun Pajak 2008, Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan, Wajib Pajak juga tidak menyampaikan SPT Masa PPN masa Januari s/d Agustus 2008 dan masa Oktober s/d Desember 2008 dan menyampaikan Masa SPT September yang isinya tidak benar, sedangkan untuk Tahun Pajak 2009, Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh WP Badan yang isinya tidak benar, Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT Masa PPN Masa Januari s/d Desember 2009;
“Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut diatas, selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan apakah dengan tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang merupakan kewajiban PT. TUBS DEVELOPMENT menjadi bentuk kesalahan terdakwa?
“Menimbang, bahwa sebagaimana fakta hukum tersebut diatas, Terdakwa adalah sebagai Direktur Utama PT. TUBS DEVELOPMENT berdasarkan Keputusan Rapat PT. TUBS DEVELOPMENT, Akta Nomor ... tanggal ... , dinyatakan bahwa BENNY SETIAWAN adalah Direktur Utama PT. TUBS DEVELOPMENT, sampai dengan bulan Oktober 2009 dan dalam Akta surat Kuasa dan Persetujuan tanggal ... Nomor ... , Notaris ..., juga dinyatakan bahwa Komisaris Perusahaan yaitu Ibu Budi Hartati memberi Kuasa dan persetujuan kepada BENNY SETIAWAN untuk mengurus transaksi keuangan, menandatangani surat, kontrak kerjasama, dan melakukan tindakan hukum;
“Menimbang, bahwa perkara ini merupakan Tindak Pidana Perpajakan, yang erat kaitannya dengan perbuatan wajib pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, fakta yang terungkap di persidangan bahwa Wajib Pajak yang diduga melakukan tindak pidana Pajak adalah PT. TUBS DEVELOPMENT dengan NPWP ... ;
“Menimbang, bahwa menurut Majelis Hakim penetapan Terdakwa sebagai tersangka atas adanya perbuatan pidana yang dilakukan oleh Wajib Pajak PT. TUBS DEVELOPMENT tersebut didasarkan pada teori pertanggungjawaban pidana korporasi, dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa asas hukum pidana yang menyatakan bahwa ‘actus non facit reum, nini mens sit rea’ atau ‘tiada pidana tanpa kesalahan’, mengandung konsekuensi bahwa hanya ‘sesuatu’ yang memiliki batin saja yang dapat dibebani pertanggunjawaban pidana. Oleh karena itu hanya manusia yang memiliki niat batin sedangkan korporasi tidak memiliki batin, maka korporasi tidak mungkin dibebani pertanggungjawaban pidana. Namun demikian dalam perkembangan hukum pidana di Indonesia saat ini, dapat diterima pendirian bahwa korporasi, sekalipun pada dirinya tidak memiliki batin, dapat pula dibebani pertanggungjawaban pidana (dikutip dari Sutan Remi Sjahdeini, dalam buku Pertanggungjawaban Pidana Korporasi);
“Menimbang, bahwa menurut Majelis Hakim, korporasi tidak dapat melakukan sendiri suatu perbuatan / tindak pidana dan tidak dapat memiliki batin yang salah (guilty mind). Perbuatan tersebut hanya dapat dilakukan ataupun dilaksanakan oleh pengurus sebagai organ korporasi yang dilandasi adanya sikap batin tertentu baik berupa kealpaan maupun kesengajaan;
“Menimbang, bahwa dalam suatu tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi, sesuai dengan ketentuan Pasal 59 KUHP, maka pengurus korporasi itulah yang harus memikul pertanggungjawaban pidana atas perbuatan yang dilakukannya sekalipun perbuatan itu dilakukan untuk dan atas nama korporasi yang dipimpinnya;
“Menimbang, bahwa namun demikian menurut Majelis Hakim, tidak semua pengurus korporasi dapat dibebani pertanggungjawaban atas nama korporasi tersebut, hanya pengurus yang memiliki posisi sebagai penentu kebijakan korporasi atau memiliki kewenangan sah untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan yang mengikat korporasi tanpa harus mendapat persetujuan dari atasannya ataupun pemiliknya;
“Menimbang, bahwa selain itu berdasarkan ketentuan Pasal 32 huruf a UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, bahwa dalam menjalankan hak dan kewajiban sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, Wajib Pajak Badan (recht persoon) diwakili oleh pengurus;
“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan teori tersebut diatas dihubungkan kedudukan terdakwa sebagai Direktur Utama PT. TUBS DEVELOPMENT periode November 2007 sampai dengan Oktober 2009 dan berdasarkan Akta Surat dan Persetujuan tanggal 8 Januari 2008, bahwa Komisaris Perusahaan memberi Kuasa dan persetujuan kepada BENNY SETIAWAN untuk mengurus transaksi keuangan, menandatangani surat, kontrak kerjasama dan melakukan tindakan hukum, maka terdakwa BENNY SETIAWAN merupakan pengurus dari PT. TUBS DEVELOPMENT yang harus mempertanggungjawabkan setiap perbuatan atas nama PT. TUBS DEVELOPMENT selaku Wajib Pajak tersebut;
“Menimbang, bahwa dengan demikian Terdakwa adalah pengurus dari PT. TUBS DEVELOPMENT yang memiliki kedudukan sebagai penentu kebijakan korporasi atau memiliki kewenangan sah untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan yang mengikat PT. TUBS DEVELOPMENT tanpa harus mendapat persetujuan dari Komisaris ataupun pemiliknya, karena dalam menjalankan hak dan kewajiban PT. TUBS DEVELOPMENT diwakili oleh dan menjadi tanggung jawab Terdakwa;
“Menimbang, bahwa dengan merujuk pada ketentuan Pasal 7 UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, maka menurut hemat Majelis Hakim, pertanggungjawaban hukum tetap melekat secara pribadi pada diri terdakwa dalam periode kepemimpinannya, meskipun ia selanjutnya tidak lagi menduduki jabatan selaku Direktur Utama PT. TUBS DEVELOPMENT;
“Menimbang, bahwa sebagaimana fakta yang terungkap di persidangan bahwa kewajiban wajib pajak PT. TUBS DEVELOPMENT melalui Terdakwa untuk Tahun Pajak 2007, PT. TUBS DEVELOPMENT tidak melaksanakan kewajiban perpajakan untuk menyampaikan SPT Tahunan Wajib Pajak Badan maupun SPT Masa PPN, untuk Tahun Pajak 2008, Wajib Pajak melalui Terdakwa tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan, Wajib Pajak melalui Terdakwa juga tidak menyampaikan SPT Masa PPN masa Januari s/d Agustus 2008 dan masa Oktober s/d Desember 2008 dan menyampaikan Masa SPT September yang isinya tidak benar, sedangkan untuk Tahun Pajak 2009, Wajib Pajak melalui Terdakwa menyampaikan SPT Tahunan PPh WP Badan yang isinya tidak benar, Wajib Pajak melalui Terdakwa tidak menyampaikan SPT Masa PPN Masa Januari s/d Desember 2009, dapat dikatakan sebagai bentuk kesengajaan tidak melakukan pelaporan (penyampaian Surat Pemberitahuan);
“Menimbang, bahwa selanjutnya akan dipertimbangkan apakah ada unsur kesengajaan atas perbuatan Terdakwa pada waktu menjabat sebagai Direktur Utama PT. TUBS DEVELOPMENT yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atas kewajiban SPT Tahunan PPh Badan maupun SPT Masa PPN untuk tahun Pajak 2008 sampai 2009?
“Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan Terdakwa di persidangan menyatakan bahwa benar selama Terdakwa menjabat Direktur Utama pada PT. TUBS DEVELOPMENT sejak November 2007 sampai dengan Oktober 2008, belum pernah menyampaikan SPT baik pelaporan maupun penyetorannya, hal tersebut karena Terdakwa tidak memahami ketentuannya bahwa SPT Masa PPN tersebut harus dilaporkan tiap bulan, Terdakwa juga mengetahui adanya konseling yang dilakukan Manajer Keuangan Muhammad Tohir atas kewajiban Pajak Terhutang PT. TUBS DEVELOPMENT dengan Kantor Pajak KPP Pratama Purwakarta;
“Menimbang, bahwa saksi Muhammad Tohir di persidangan telah pula menerangkan bahwa untuk pelaporan maupun penyetoran pajak PPh Badan dan PPN tahun 2008 dan 2009 selalu ditunda-tunda untuk diakumulasi dan saat saksi mengajukan dana tiap bulannya (budgeting bulanan) kepada pihak manajemen tidak pernah dikabulkan, selain itu saksi Muhammad Tohir di persidangan juga menerangkan bahwa terhadap jumlah pajak terhutang PT. TUBS DEVELOPMENT sejak Tahun Pajak 2008 sampai 2009 tersebut telah dilakukan konseling sebanyak 4 (empat) kali dengan Kantor KPP Pratama Purwakarta;
“Menimbang, bahwa menurut teori kesengajaan suatu perbuatan dikatakan sengaja apabila suatu perbuatan tersebut dikehendaki (willens) dan diketahui (wettens) oleh pelaku;
“Menimbang, bahwa Terdakwa memahami adanya kewajiban PT. TUBS DEVELOPMENT untuk melakukan pelaporan dengan membuat PT. TUBS DEVELOPMENT baik PPh maupun SPT Masa PPN, menurut Majelis Hakim pemahaman Terdakwa tersebut ada dalam diri Terdakwa, karena diakui oleh Terdakwa di persidangan bahwa jabatan Direktur Utama pada PT. TUBS DEVELOPMENT bukan yang pertama bagi Terdakwa, dengan demikian menurut Majelis Hakim pengalaman dan kemampuan Terdakwa dalam mengelola suatu perseroan berikut pemahaman hak dan kewajiban perseroan cukup dipahami oleh Terdakwa, sehingga dalih kurangnya pemahaman Terdakwa mengenai prosedur pelapoarn SPT PPh maupun SPT Masa PPN haruslah dikesampingkan;
“Menimbang, bahwa dihubungkan dengan keterangan saksi Muhammad Tohir selaku Manajer Keuangan PT. TUBS DEVELOPMENT, bahwa pelaporan maupun penyetoran pajak PPh Badan dan PPN tahun 2008 dan 2009 selalu ditunda-tunda untuk diakumulasi dan saat saksi mengajukan dana tiap bulannya (budgeting bulanan) kepada pihak manajemen tidak pernah dikabulkan, menurut Majelis Hakim hal ini menunjukkan bahwa adanya suatu perbuatan yang diketahui dan dikehendaki oleh manajemen PT. TUBS DEVELOPMENT untuk tidak menyampaikan laporan SPT yang menjadi kewajibannya;
“Menimbang, bahwa melihat kedudukan Terdakwa yang menjabat sebagai Direktur Utama PT. TUBS DEVELOPMENT yang memiliki posisi sebagai penentu kebijakan korporasi dan memiliki kewenangan sah untuk melakukan perbuatan yang menjadi kewajiban PT. TUBS DEVELOPMENT tanpa harus mendapat persetujuan dari Komisaris, karena telah ada Surat Kuasa dari Komisaris, pada nyatanya kewenangan yang dimiliki Terdakwa tersebut tidak juga dilaksanakan;
“Menimbang, bahwa dengan demikian menurut Majelis Hakim terdakwa secara pribadi juga mengetahui dan menghendaki perbuatan tidak melaporkan SPT Tahunan PPh maupun SPT Masa PPN yang menjadi kewajiban PT. TUBS DEVELOPMENT untuk penyampaian SPT PPh dan SPT Masa PPN selama tahun Pajak 2008 sampai 2009;
“Menimbang, bahwa dengan demikian unsur ini telah terpenuhi oleh perbuatan Terdakwa;
3. Unsur ‘sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara;
“Menimbang, bahwa oleh karena sebagaimana petimbangan unsur pada point 2 tersebut diatas, terbukti wajib Pajak PT. TUBS DEVELOPMENT melalui Terdakwa telah dengan sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;
“Menimbang, bahwa sebagaimana keterangan ahli Hukum Perpajakan yaitu WIDI WIDIONO pengertian ‘dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara’ adalah bahwa kerugian pada pendapatan negara harus dipandang sebagai kerugian yang sudah terjadi maupun kerugian yang merupakan potential loss, sehingga pajak yang tidak dilaporkan sudah dapat dikatakan menimbulkan kerugian pendapatan negara;
“Menimbang, bahwa sebagaimana yang telah Majelis Hakim pertimbangkan pada unsur sebelumnya, bahwa Terdakwa sebagai Direktur Utama PT. TUBS DEVELOPMENT, meskipun yang menjaid wajib pajak dalam hal ini adalah badan PT. TUBS DEVELOPMENT, namun sebagaimana ketentuan dalam Pasal 32 UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pada pokoknya dijelaskan bahwa untuk melaksanakan hak dan kewajiban wajib pajak badan diwakili oleh Pengurusnya, dan menurut Majelis Hakim pengurus yang dimaksud adalah bukan sekadar pengurus, tetapi pengurus yang memiliki posisi sebagai penentu kebijakan perusahaan atau memiliki kewenangan sah untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan yang mengikat korporasi tanpa harus mendapat persetujuan dari atasannya ataupun pemiliknya, dan kualifikasi pengurus yang demikian ada pada diri Terdakwa;
“Menimbang, bahwa dengan demikian perbuatan Terdakwa saat menduduki jabatan sebagai Direktur Utama PT. TUBS DEVELOPMENT sebagai Wajib Pajak yang secara sengaja tidak melaporkan / menyampaikan SPT PPh Badan dari tahun 2008 sampai 2009 serta SPT Masa PPN dari tahun 2008 sampai 2009, maka Negara mengalami potential loss karena Pajak Terhutang, yang menjadi kewajiban PT. TUBS DEVELOPMENT sebagai Wajib Pajak, tidak dapat diperhitungkan dan hal demikian sudah dapat dikatakan merugikan pendapatan negara;
“Menimbang, bahwa dengan demikian unsur ini telah terpenuhi oleh perbuatan Terdakwa;
“Menimbang, bahwa oleh karena keseluruhan dalam dakwaan Primair telah terbukti, dengan demikian maka unsur Setiap Orang telah pula terbukti dan oleh karena itu pula, Terdakwa haruslah dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan Primair Penuntut Umum;
“Menimbang, bahwa oleh karena Majelis Hakim berpendapat bahwa dakwaan Penuntut Umum tersebut harus dibaca sebagai dakwaan kumulatif, maka selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan dakwaan Subsidair yang melanggar Pasal 39 Ayat (1) huruf (i) UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang unsur-unsurnya sebagai berikut:
1. Setiap orang;
2. yang dengan sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut;
3. sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara;
“Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi Mohammad Tohir, saksi Ali Santoso dan keterangan Terdakwa di persidangan bahwa benar harga jual rumah yang ditawarkan kepada konsumen tersebut diluar PPN dan BPHTB, dan dibenarkan bahwa PT. TUBS DEVELOPMENT telah memungut PPN dari para konsumen yang membeli unit rumah di kawasan Kota Permata Purwakarta;
“Menimbang, bahwa berdasarkan hasil perhitungan dari saksi ... yang bertugas sebagai Account Representatif dan saksi ... sebagai Kasi Pelayanan KPP Pratama Purwakarta, menerangkan bahwa selama wajib pajak PT. TUBS DEVELOPMENT melakukan kegiatan usaha sebagai pengembang perumahan sejak Januari—Agustus 2008 tidak melaporkan dan menyetorkan pajak PPN yang telah dipungut, untuk bulan PPN Masa September disetor pada pada tanggal 27 Februari 2009 sebesar Rp. 120.000.000;- dan selama Januari—Desember 2009 tidak melaporkan dan tidak menyetorkan pajak PPN yang telah dipungut atas penyerahan rumah kepada konsumen;
“Menimbang, ... yang semuanya itu belum dilaporkan dan disetorkan oleh wajib pajak PT. TUBS DEVELOPMENT sejak masa periode Terdakwa menjabat sebagai Direktur Utama saat itu sampai dengan periode saksi Rully Agus Rahman Hakim sebagai Direktur Utama;
“Menimbang, bahwa diakui oleh Terdakwa di persidangan, bahwa PPN yang telah dipungut dari konsumen atas penyerahan barang kena pajak yaitu perumahan, dalam penghitungan keuangan perusahaan saat dilaporkan kepada Komisaris maupun pemilik perusahaan yaitu Toto Utomo Budi Santoso, diakumulasikan dengan cash flow yang lain dan dihitung sebagai keuntungan (profit) perusahaan, padahal disadari oleh Terdakwa pemasukan atas pembayaran PPN dari konsumen seharusnya diperhitungkan sebagai beban atau biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan, namun karena diperhitungkan sebagai keuntungan (profit) perusahaan, maka dipergunakan oleh manajemen perusahaan untuk mengembangkan kegiatan usaha PT. TUBS DEVELOPMENT (membangun perumahan), selain itu diakui pula oleh Terdakwa di persidangan bahwa PPN yang telah dipungut dari konsumen tersebut, ditunda penyetorannya karena digunakan untuk mengurus pembayaran instalasi jaringan listrik di kawasan perumahan Kota Permata tersebut;
“Menimbang, bahwa dari fakta-fakta tersebut diatas menurut Majelis Hakim, unsur kesengajaan ada pada diri Terdakwa, karena diakui oleh Terdakwa bahwa Terdakwa menyadari dan mengetahui bahwa PPN yang telah dipungut dari Konsumen tersebut seharusnya disetorkan sebagai kewajiban pajak PT. TUBS DEVELOPMENT, namun pajak yang telah dipungut tersebut dan diketahui oleh Terdakwa dipergunakan oleh manajemen untuk memasang instalasi jaringan listrik di kawasan perumahan serta digunakan untuk mengembangkan kegiatan usaha pembangunan kawasan perumahan;
“Menimbang, bahwa sebagaimana pendapat Ahli Somawidjaja di persidangan menerangkan bahwa bila dalam diri pengurus atau direksi atau mewakili perusahaan berasarkan kewenangan yang dimilikinya telah melakukan suatu perbuatan melawan dan ada indikasi keinginan atau niat secara sadar disertai motivasi untuk mencari keuntungan korporasi atau kepentingan pemenuhan pencapaian perusahaan dapat dikualifikasikan untuk dijadikan dasar adanya unsur kesengajaan;
“Menimbang, bahwa oleh karena keseluruhan unsur dalam dakwaan Subsidair Penuntut Umum telah terpenuhi, maka Terdakwa haruslah dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sebagaimana dakwaan Subsidair Penuntut Umum;
“Menimbang, bahwa oleh karena keseluruhan dakwaan PRIMAIR dan SUBSIDAIR telah terpenuhi atas diri Terdakwa maka Terdakwa haruslah dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan PRIMAIR dan SUBSIDAIR;
“Menimbang, bahwa sebelum Majelis Hakim mempertimbangkan lebih lanjut mengenai penjatuhan pidana terhadap diri Terdakwa, terlebih dahulu Majelis Hakim akan mempertimbangkan bahwa penyelesaian perkara dibidang perpajakan secara pidana merupakan salah satu bentuk ultimum remedium atau senjata pamungkas, yang berarti bahwa sebelum dilakukan proses penyelesaian secara pidana terhadap wajib pajak PT. TUBS DEVELOPMENT telah dilakukan 2 (dua) kali surat teguran dan 4 (empat) kali konseling oleh KPP Pratama Purwakarta, namun tidak ada penyelesaian dari Wajib Pajak atas pajak terutang yang menjadi kewajibannya tersebut;
“Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa dinyatakan telah terbukti secara dan meyakinkan bersalah serta harus dijatuhi pidana maka dalam penjatuhan sanksi pidana bagi Terdakwa Majelis Hakim akan mempertimbangkan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa sebagaimana penjelasan Ahli Hukum Pidana yaitu Somawidjaja di persidangan, bahwa oleh karena wajib pajak yang melakukan pelanggaran adalah badan hukum, maka tindak pidana ini merupakan tindak pidana korporasi yaitu suatu perbuatan yang berpotensi melawan hukum dan yang melakukan adalah korporasi / badan hukum, menurut teori pertanggungjawaban korporasi bahwa yang mempunyai kewenangan atas dasar kuasa kewenangan yang dapat dipertanggungjawabkan, atau yang memiliki peranan yang penting dalam mengambil keputusan/kebijakan, posisi ini biasanya Pucuk pimpinan / direksi / direktur;
“Menimbang, bahwa sebagaimana tercantum pula dalam Pasal 32 UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, bahwa dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan dalam hal wajib pajak badan diwakili oleh pengurusnya;
“Menimbang, bahwa sebagaimana telah Majelis Hakim pertimbangkan dalam pertimbangan unsur diatas bahwa Terdakwa sebagai Direktur Utama PT. TUBS DEVELOPMENT sejak November 2007 sampai Oktober 2009, merupakan pengurus yang memiliki posisi sebagai penentu kebijakan perusahaan atau memiliki kewenangan sah untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan yang mengikat perusahaan sehingga Terdakwa adalah orang yang berhak untuk mewakili wajib pajak PT. TUBS DEVELOPMENT dalam memenuhi hak dan kewajibannya, dan oleh karena perbuatan PT. TUBS DEVELOPMENT melalui Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dibidang perpajakan saat menjabat Direktur Utama (Nopember 2007 s/d Oktober 2009), maka Terdakwa secara pribadi selaku Pimpinan (Direktur Utama) pada saat itu haruslah dibebani pertanggungjawabannya dengan dijatuhi pidana penjara;
“Menimbang, bahwa oleh karena dalam ketentuan Pasal 39 UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mencantumkan ketentuan pidana penjara dan pidana denda secara kumulatif, maka penjatuhan pidana denda dalam perkara a quo akan Majelis Hakim pertimbangan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa dalam ketentuan Pasal 39 UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, disebutkan: ‘Denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.’;
“Menimbang, menurut Majelis Hakim ketentuan penjatuhan pidana denda dalam tindak pidana perpajakan ini bersifat khusus, karena penjatuhan pidana denda tersebut tentunya berkaitan dengan jumlah pajak terutang dari wajib pajak yang terbukti melakukan tindak pidana perpajakan;
“Menimbang, bahwa wajib pajak dalam perkara a quo adalah PT. TUBS DEVELOPMENT, dan sebagaimana keterangan saksi-saksi di persidangan dijelaskan bahwa keberadaan PT. TUBS DEVELOPMENT secara hukum masih ada, sehingga menurut Majelis Hakim seharusnya PT. TUBS DEVELOPMENT secara an sich, dapat dimintakan pertanggungjawabannya;
“Menimbang, bahwa dengan merujuk pada Berita Acara penelaahan No. ... Atas Pemeriksaan Bukti Permulaan (usul untuk melakukan penyidikan), pada hlm. 3 telah disebutkan calon tersangka adalah Benny Setiawan selaku Mantan Direktur Utama PT. TUBS DEVELOPMENT dan Rully Agus Rahman Hakim selaku Direktur Utama PT. TUBS DEVELOPMENT (yang saat kini menjabat);
“Menimbang, bahwa menurut Majelis Hakim, Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan yang disusun oleh Tim Pemeriksa dari Kantor Wilayah DJP Jawa Barat I, sudah tepat dan benar dan Majelis Hakim sependapat dengan hasil laporan tersebut, bahwa yang seharusnya dijadikan tersangka dalam perkawa a quo bukan hanya Terdakwa, namun Rully Agus Rahman Hakim seharusnya juga didudukkan sebagai terdakwa dalam perkara a quo mewakili keberadaan wajib pajak PT. TUBS DEVELOPMENT saat ini, karena kedudukannya sebagai Direktur Utama, dalam kaitannya untuk menentukan pertanggungjawaban pidana PT. TUBS DEVELOPMENT sebagai Wajib Pajak atas pajak terhutangnya sampai saat ini yang tidak dibayar;
“Menimbang, bahwa dengan demikian Terdakwa sebagai mantan Direktur Utama PT. TUBS DEVELOPMENT saat ini menurut hemat Majelis Hakim, tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya dalam kapasitas mewakili keberadaan PT. TUBS DEVELOPMENT atas hutang pajaknya yang belum dibayar, namun hal tersebut tidak berarti terdakwa dapat dilepaskan pertanggungjawabannya secara pribadi saat terdakwa menduduki jabatan sebagai Direktur Utama PT. TUBS DEVELOPMENT pada periode November 2007 sampai dengan Oktober 2009, karena telah ternyata bahwa perbuatan yang dilakukan Terdakwa tersebut termasuk dalam ruang lingkup tugas yang diberikan dan tindak pidana yang dilakukan menguntungkan PT. TUBS DEVELOPMENT saat itu;
“Menimbang, bahwa menurut Majelis Hakim penjatuhan pidana denda dalam UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan memiliki karakteristik yang berbeda dengan undang-undang lainnya, ketentuan pidana denda dalam tindak pidana perpajakan, merupakan konversi dari Pajak Terhutang yang sengaja tidak dibayar oleh Wajib Pajak;
“Menimbang, bahwa dalam perkara a quo yang menjadi wajib pajak adalah PT. TUBS DEVELOPMENT dan keberadaan PT. TUBS DEVELOPMENT saat perkara ini diperiksa, secara hukum masih ada dan tetap melakukan aktivitas, maka kewajiban pajak terutang tersebut adalah menjadi kewajiban dari PT. TUBS DEVELOPMENT;
“Menimbang, bahwa hal demikian sejalan dengan tujuan dari sanksi dalam tindak pidana pajak, yaitu bertujuan bukan semata-mata untuk menghukum dan memberikan nestapa kepada pelaku, melainkan untuk mengakhiri pelanggaran dan memulihkan keadaan, mengingat pentingnya peranan penerimaan pajak dalam penerimaan pajak;
“Menimbang, bahwa oleh karena itu agar dapat dipenuhinya kewajiban pajak terutang PT. TUBS DEVELOPMENT maka sesuai ketentuan Pasal 32 UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, PT. TUBS DEVELOPMENT selaku Wajib Pajak yang diwakili oleh Direktur Utama yaitu Rully Agus Rahman Hakim seharusnya dimintakan pula pertanggungjawaban dan didudukkan sebagai Terdakwa di dalam persidangan, agar pajak terutang PT. TUBS DEVELOPMENT dapat ditagih sebagai piutang negara dan merupakan kewajiban yang harus dibayar dalam bentuk konversi menjadi pidana denda;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, maka bentuk penuntutan jaksa Penuntut Umum atas pidana denda kepada Terdakwa dengan mencantumkan pidana kurungan sebagai pengganti denda yang tidak dibayar, tidaklah sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 39 UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang tidak menganut adanya pidana kurungan (subsidair) sebagai pengganti denda yang tidak dibayar, sebagaimana dalam Pasal 38 UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, karena ketentuan Pasal 30 merupakan perbuatan atau tindakan yang dilakukan dengan sengaja dikenai sanksi yang berat mengingat pentingnya peranan penerimaan pajak dalam penerimaan negara (penjelasan Pasal 39 Ayat (1));
“Menimbang, bahwa oleh karena itu menurut Majelis Hakim, penuntutan yang dilakukan oleh Penuntut Umum dengan mencantumkan adanya pidana pengganti apabila denda tidak dibayar yang dibebankan kepada Terdakwa secara pribadi adalah tidak tepat dan tidak beralasan hukum, karena Terdakwa saat ini tidak lagi dapat mewakili PT. TUBS DEVELOPMENT (mantan Direktur Utama PT. TUBS DEVELOPMENT);
“Menimbang, bahwa selain dari pada itu, penuntutan dengan mencantumkan pidana pengganti denda juga akan berpotensi hilangnya penerimaan negara dari pajak terutang PT. TUBS DEVELOPMENT, karena secara yuridis dengan penjatuhan pidana pengganti denda tersebut dan kemudian apabila Terdakwa menerima memilh tidak membayar dengan serta memilih menjalani pidana kurungan, maka petugas pajak akan kehilangan kewenangannya untuk menagih pajak terutang dari PT. TUBS DEVELOPMENT;
“Menimbang, oleh karena itu agar pajak terutang tersebut yang dikonversi menjadi pidana denda yang dijatuhkan, agar tetap dapat ditagih oleh Negara, maka PT. TUBS DEVELOPMENT secara an sich terlebih dahulu harus didudukkan sebagai Terdakwa, dengan diwakilkan oleh pengurusnya, sedangkan telah ternyata dalam perkara ini terhadap Rully Agus Rahman hakim sebagai Direktur Utama PT. TUBS DEVELOPMENT maupun PT. TUBS DEVELOPMENT an sich tidak didudukkan sebagai terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum;
“Menimbang, bahwa namun demikian diharapkan setelah perkara ini Jaksa Penuntut Umum berdasarkan kewenangannya dapat melakukan penuntutan kembali terhadap PT. TUBS DEVELOPMENT an sich, dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 32 tentang siapa yang mewakili wajib pajak badan, dan Pasal 40 tentang daluarsa penuntutan tindak pidana perpajakan, agar tujuan dan amanat dari Undang-Undang Perpajakan yaitu menarik dan menagih pajak terutang dapat tercapai;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, maka meskipun sanksi pidana penjara dan denda bersifat kumulatif, namun dengan kedudukan Terdakwa saat ini sebagai mantan Direktur Utama PT. TUBS DEVELOPMENT (November 2007 s/d Oktober 2009) maka terhadap denda yang merupakan pajak terhutang tidak dapat dibebankan kepada Terdakwa sebagai mantan Direktur Utama, sehingga Terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana denda;
“Menimbang, bahwa sebelum Majelis Hakim menjatuhkan pidana perlu dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan:
Hal-hal yang memberatkan :
- Terdakwa selaku Direktur Utama pada saat itu tidak benar-benar menjalankan fungsinya dengan baik;
Hal-hal yang meringankan :
- Bahwa Terdakwa bersikap sopan di persidangan;
- Bahwa Terdakwa jujur dan berterus terang di persidangan;
- Bahwa pajak terutang PT. TUBS DEVELOPMENT saat Terdakwa menjabat periode November 2007 sampai dengan Oktober 2009 dipergunakan untuk kepentingan perusahaan;
- Bahwa Terdakwa tidak ada menikmati untuk kepentingan pribadi atas pajak terutang PT. TUBS DEVELOPMENT tersebut;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas maka menurut hemat Majelis Hakim, Terdakwa harus dijatuhi sanksi pidana penjara yang amarnya akan tersebut dibawah ini, tanpa dijatuhi pidana denda;
M E N G A D I L I :
1. Menyatakan Terdakwa BENNY SETIAWAN telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “PERPAJAKAN”;
2. Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan;
3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan kepadanya;
4. Memerintahkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan.”
Pekerja ataupun Direksi boleh saja bersikap loyal terhadap korporasi / pemilik usaha. Namun ketika terjadi masalah hukum, tidak pernah terdapat sejarah dimana pemilik usaha akan bersikap sama loyal-nya kepada Pekerja maupun Direksi yang selama ini telah berkorban—sebaliknya, akan melarikan diri, berkelit, serta aksi ‘cuci-tangan’ sambil menjadikan Pekerja ataupun Direksinya sebagai ‘bumper’ sekaligus ‘kambing-hitam’.
Tidak pernah ada kisah heroic dimana pengusaha bersikap loyal terhadap Pekerja / Direksinya yang selama ini ‘memasang badan’ dengan ‘menyerempet’ hukum. Oleh karenanya, dalam setiap kesempatan SHIETRA & PARTNERS kerap mengingatkan, adalah harapan semu ketika Pekerja berasumsi pengusaha akan bersikap sama loyalnya terhadap segala pengorbanan sang Pekerja selama ini demi kepentingan sang pengusaha.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.