Sengketa Bisnis dalam Modus Pinjam Pakai Nama Perusahaan

LEGAL OPINION
Question: Dalam dunia bisnis, sering kita jumpai praktik pinjam pakai nama perseroan oleh pihak lain untuk keperluan tender pemerintah, impor ekspor, maupun untuk hubungan bisnis lainnya. Hal ini lazim para pengusaha lakukan. Pernah juga terjadi, pihak yang meminjam nama perseroan merusak reputasi nama perseroan, bahkan mengakibatkan resiko hukum bagi perseroan. Jika sudah demikian, bagaimana hukum memandangnya?
Brief Answer: Itulah resiko praktik pinjam-nama badan usaha. Guna mengamankan / antisipasi serta mitigasi, dapat dibuat kontrak tertulis yang mencantumkan hak dan kewajiban antara pihak peminjam dan pihak yang dipinjam badan usahanya.
Meski demikian, badan hukum yang dipinjam pakai namanya, tetap bertanggung jawab terhadap pihak ketiga yang melangsungkan hubungan hukum dengan badan hukum yang dipinjam pakai. Perihal sengketa antara peminjam dan terpinjam, adalah sengketa internal yang tidak dapat menyangkut-pautkan pihak ketiga lainnya.
Namun perlu dipahami, bahwa praktik pinjam-pakai nama badan usaha demikian cenderung disalahgunakan oleh pelaku usaha untuk mengelabui atau menyamarkan asal-usul pengusaha, dan tidak dapat dibenarkan secara etika maupun secara moril—disamping fakta bahwa hukum tidak akan memberikan perlindungan terhadap para pelaku praktik yang tidak jujur demikian.
PEMBAHASAN:
Ilustrasi pinjam-pakai nama korporasi dengan konteks yang agak sedikit menyerupai, dapat dijumpai dalam putusan Mahkamah Agung RI sengketa bisnis register Nomor 2429 K/Pdt/2016 tanggal 27 Oktober 2016, perkara antara:
- MICHAEL A. AYOMI, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat; melawan
- ROBERTH RAMSES MARO, selaku Termohon Kasasi dahulu Penggugat.
Penggugat dan Tergugat merupakan para pengusaha yang bergerak dibidang pengadaan barang dan jasa, yang pada mulanya saling berteman. Pada tahun 2014, Tergugat menelpon Penggugat, membicara kepentingan Tergugat yang sifatnya terkait pekerjaan proyek pengadaan tripleks untuk pemasangan baliho di kota dan distrik-distrik Jayapura yang Tergugat dapat dari KPU Kota Jayapura.
Tergugat bermaksud meminta pinjaman uang kepada Penggugat sebesar Rp100.000.000,00 untuk membiayai kegiatan tersebut. Dilandasi rasa pertemanan, maka Penggugat bersedia membantu tanpa membuat suatu perjanjian tertulis, namun hanya berupa kesepakatan secara lisan dimana Penggugat bersedia memberikan pinjaman sebesar Rp100.000.000,00 untuk Tergugat dalam jangka waktu 4 hari Tergugat akan mengembalikan pinjaman tersebut.
Untuk pegangan Penggugat cukup dibuat kwitansi bermeterai dan dibubuhi tanda tangan. Namun setelahnya, Tergugat berupaya untuk menghindarkan diri dari kewajiban mengembalikan dana pinjaman.
Sementara Tergugat dalam bantahannya mendalilkan, pada tahun 2013 Penggugat meminjam secara lisan, perusahaan Tergugat CV. Altavistalaya, untuk mengerjakan proyek Pembangunan Gedung Bank Papua Kantor Cabang Pembantu Ransiki.
Dari versi Tergugat, Penggugat menyampaikan kepada Tergugat tentang adanya informasi dari kakak perempuan Penggugat yang bernama Oktovina Paulina (menjabat Pimpinan Bank Papua di Manokwari) tentang adanya rencana Proyek Pembangunan Gedung Kantor Cabang Pembantu Ransiki.
Kemudian Penggugat meminta kepada Tergugat agar meminjamkan Perusahaan Tergugat CV. Altavista Jaya sebagai perusahaan yang akan dipakai Penggugat untuk mengikuti tender Proyek Pembangunan Gedung Bank Papua Kantor Cabang Pembantu Ransiki tersebut dengan mengatakan bahwa Penggugat tidak bisa menggunakan perusahaan Penggugat sendiri yakni CV. Pratama Jaya, karena jabatan kakak perempuannya, (Ibu Oktovina Paulina) sebagai Kepala Cabang Bank Papua Manokwari.
Mengingat bahwa Penggugat adalah teman Tergugat sebagai rekan pengusaha, maka Tergugat bersedia meminjamkan perusahaan Tergugat yakni CV. Altavista Jaya untuk dipakai Penggugat mengikuti tender pekerjaan Pembangunan Gedung Bank Papua Kantor Pembantu Ransiki tersebut dengan syarat bahwa Penggugat harus mengerjakan dengan baik pembangunan Gedung Bank Papua tersebut, tidak boleh ada kendala-kendala dalam pekerjaan yang dapat merusak nama baik perusahaan Tergugat pekerjaan harus selesai sesuai waktu, dan kwalitas pekerjaan dapat dipertanggung-jawabkan sesuai kontrak serta tidak boleh ada permasalahan dengan Pihak ketiga lainnya yang berkaitan dengan pembangunan Gedung Bank Papua tersebut karena hal ini menyangkut nama baik perusahaan.
Penggugat dan Oktovina Paulina menerima syarat yang diajukan oleh Tergugat seperti diuraikan diatas, dan menawarkan komisi perusahaan Tergugat (CV. Altavista Jaya) sebesar 5% dari nilai Proyek Pembangunan Gedung Bank Papua Kantor Cabang Pembantu Ransiki tersebut, namun kesepakatan secara lisan saja karena antara Penggugat dengan Tergugat saling percaya.
Selanjutnya, Tergugat mempersiapkan segala administrasi dan mendaftarkan CV. Altavista Jaya kepada Panitia Pelelangan di Bank Papua, dan hasil seleksi Panitia Lelang menyatakan CV. Altavista Jaya sebagai pemenang untuk mengerjakan Pembangunan Gedung Bank Papua Kantor Cabang Pembantu Ransiki, sebagaimana dalam Surat Perjanjian (Kontrak) antara PT. Bank Pembangunan Daerah Papua Dengan CV. Altavista Jaya, dengan nilai kontrak Rp2.568.809.000,00.
Setelah Tergugat mengikuti tender dan memenangkannnya, maka Tergugat menyerahkan seluruh pelaksanaan pekerjaan Pembangunan Gedung Bank Papua Kantor Cabang Pembantu Ransiki tersebut kepada Penggugat dan Oktovina Paulina.
Kemudian, Penggugat dengan Oktovina Paulina mengerjakan proyek tersebut pada waktu pencairan uang muka, pencairan tahap pertama dan pencairan tahap kedua masih berjalan dengan baik, tetapi pada tahap-tahap selanjutnya dalam pelaksanaan pekerjaan terjadi kendala-kendala, sebagaimana disampaikan pengawas lapangan kepada Tergugat, antara lain pembayaran tukang yang tidak lancar, sehingga tukang tidak mau mengerjakan proyek lagi dan berhenti, pembayaran material pada toko bangunan sangat lambat sehingga toko bangunan menghentikan pengiriman bahan bangunan ke Ransiki, dan pekerjaan menjadi macet.
Oleh karena proyek tersebut adalah atas nama perusahaan Tergugat, maka untuk menjaga nama baik perusahaan, Tergugat melakukan pembayaran dengan menggunakan uang sendiri kepada tukang dan juga membayar bahan bangunan di toko bangunan agar proyek bisa dilaksanakan.
Kemudian pengawas dari Bank Papua melakukan pemeriksaan atas pelaksanaan proyek tersebut dan menurut hasil pengawasan dari Bank Papua, pelaksanaan proyek tidak sesuai dengan yang ditentukan dalam kontrak, maka pengawas dari Bank Papua melakukan teguran secara lisan dan teguran I dan teguran II secara tertulis kepada Tergugat selaku Direktur CV. Altavista laya, yang bertanggung jawab atas pekerjaan sesuai kontrak.
Untuk menjaga nama baik perusahaan, maka Tergugat turut membantu penyelesian pekerjaan tersebut dengan mengeluarkan dana pribadi sampai akhirnya pekeriaan bisa selesai walaupun tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh Bank Papua.
Dikarenakan Penggugat dan Oktovina Paulina telah tidak menepati kesepakatan untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik, maka Tergugat meminta uang pembayaran fee dari jumlah 25% kepada Oktovina Paulina dan kepada Penggugat, dan permintaan Tergugat tersebut disetujui dengan mentransfer ke rekening Tergugat sejumlah Rp100.000.000,00.
Sebagai bukti bahwa Penggugat telah melakukan transfer uang sejumlah Rp100.000.000,00 ke rekening Tergugat, Penggugat menyodorkan kwintansi untuk ditandatangani Tergugat dan dalam kwitansi tersebut hanya bertuliskan nilai Rp100.000.000,00 saja dan tidak ada tulisan lain karena Tergugat tidak curiga akan disalah gunakan kwitansi tersebut, maka walaupun kwitansi yang disodorkan oleh Penggugat hanya mencantumkan nilai uang yang ditransfer, Tergugat menandatanganinya. Jadi tidak ada kalimat tertulis dalam kwintasi tersebut sebagai pinjaman.
Uang tersebut merupakan komisi Tergugat karena Penggugat meminjam secara lisan perusahaan Tergugat yakni CV. Altavista Jaya, untuk melaksanakan pembangunan Kantor Cabang Pembantu Bank Papua, sehingga tidak benar Tergugat melakukan perbuatan ingkar janji yang mengakibatkan kerugian kepada Penggugat.
Terhadap gugatan Penggugat maupun bantahan Tergugat, Pengadilan Negeri Jayapura selanjutnya menjatuhkan Putusan Nomor 320/Pdt.G/2014/PN-Jap tanggal 8 Oktober 2015, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
DALAM POKOK PERKARA:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Perjanjian Lisan pada hari Kamis, tanggal 04 April 2014 adalah Sah dan Mengikat;
3. Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Wanprestasi;
4. Menghukum Tergugat untuk membayar kerugian Penggugat baik materiil maupun immateriil sebesar Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah);
5. Menolak gugatan Penggugat untuk sebagian dan selebihnya.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Tergugat, putusan Pengadilan Negeri diatas kemudian diperbaiki oleh Pengadilan Tinggi Jayapura dalam Putusan Nomor 5/PDT/2016/PT.JAP tanggal 1 April 2016 dengan amar sebagai berikut:
− Menerima permohonan banding Pembanding semula Tergugat;
− Memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Klas IA Jayapura tanggal 08 Oktober 2015 Nomor: 320/Pdt.G/2014/PN-Jap yang dimohonkan banding sekedar mengenai menghukum Tergugat untuk membayar kerugian Penggugat baik Materiil maupun Immateriil sebesar Rp400.000.000,00 (Empat ratus juta Rupiah), sehingga berbunyi sebagai berikut:
MENGADILI :
DALAM POKOK PERKARA:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan perjanjian lisan pada hari Kamis, tanggal 04 April 2014 adalah sah dan mengikat;
3. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan wanprestasi;
4. Menghukum Tergugat untuk membayar kepada Penggugat hutang pokok sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
5. Menghukum Tergugat untuk membayar kepada Penggugat bunga sebesar 6% (enam persen) setiap tahunnya dari hutang pokok sebesar Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) terhitung sejak gugatan Penggugat didaftarkan di Pengadilan Negeri Klas IA Jayapura tanggal 22 Desember 2014 sampai dengan putusan ini dilaksanakan sepenuhnya oleh Tergugat;
6. Menolak gugatan Penggugat untuk sebagian atau selebihnya.”
Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena pertimbangan hukum Putusan Judex Facti (Pengadilan Tinggi Jayapura) yang memperbaiki Putusan Judex Facti (Pengadilan Negeri Jayapura) untuk mengabulkan gugatan Penggugat sebagian dapat dibenarkan, karena berdasarkan fakta-fakta dalam perkara a quo Judex Facti (Pengadilan Tinggi Jayapura) telah memberikan pertimbangan yang cukup, terbukti Tergugat telah melakukan wanprestasi kepada Penggugat;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, ternyata putusan Judex Facti/Pengadilan Tinggi Jayapura dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi MICHAEL A. AYOMI tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi MICHAEL A. AYOMI Tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.