Uji Prosedur Bukan Monopoli Praperadilan

LEGAL OPINION
Question: Pak Hery (dari SHIETRA & PARTNERS) mengatakan bahwa untuk protes terhadap prosedur penyidikan yang keliru, tidak perlu praperadilan, tapi bisa diajukan keberatan saat perkara dakwaan jaksa dimajukan ke persidangan. Adakah contoh kasus konkretnya sebelum ini, untuk meyakinkan saya bahwa terdakwa memang punya hak bisa begitu?
Brief Answer: Alangkah lebih elegen membuktikan diri bebas murni dengan diputuskan oleh tiga orang hakim (Majelis Hakim), ketimbang seumur hidup diberi stigma oleh masyarakat sebagai ‘bebas tidak murni’ oleh seorang Hakim Tunggal praperadilan—terutama ketika berkas perkara tuntutan telah dimajukan ke hadapan Majelis Hakim yang akan memeriksa dan memutus tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Tidak mengajukan praperadilan tidak menghapus hak Terdakwa untuk mengajukan eksepsi dan keberatan terhadap prosedur pihak penyidik dalam Note Pembelaan saat sidang pidana acara pembuktian digelar dengan diperiksa oleh tiga orang Majelis Hakim.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi, tepat kiranya SHIETRA & PARTNERS memberi rujukan putusan Mahkamah Agung RI tingkat kasasi perkara tindak pidana nark*tika register Nomor 1969 K/PID.SUS/2014 tanggal 7 Oktober 2015, dimana terhadap dakwaan Jaksa Penuntut, yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Negeri Blambangan Umpu Nomor 105/Pid.B/2013/PN.BU tanggal 31 Oktober 2013, dijatuhkan vonis sebagai berikut:
1. Menyatakan Terdakwa ... tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan Tunggal Penuntut Umum;
2. Membebaskan Terdakwa ... dari dakwaan Penuntut Umum tersebut;
3. Memerintahkan agar Terdakwa segera dikeluarkan dari tahanan;
4. Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya (rehabilitasi).”
Pihak Kejaksaan mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan kasasi dari Pemohon Kasasi / Jaksa / Penuntut Umum tersebut Mahkamah Agung berpendapat sebagai berikut:
“Bahwa alasan-alasan kasasi dari Pemohon Kasasi / Jaksa / Penuntut Umum bahwa putusan Judex Facti yang membebaskan Terdakwa dari segala dakwaan telah salah menerapkan hukum tidak dapat dibenarkan dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa dalam putusan Judex Facti telah dipertimbangkan dengan tepat dan benar dari fakta dan keadaan serta alat-alat pembuktian dari hasil persidangan, ditemukannya 2 (dua) pil ek*tasi pada waktu penggeledahan gudang rumah Terdakwa, tanpa didampingi saksi tetangga dan tidak ada pula ijin penggeledahan dari Ketua Pengadilan Negeri setempat. Di samping itu Terdakwa sendiri tidak mengakui pil ekstasi tersebut miliknya dan tidak pula tahu adanya 2 (dua) pil tersebut di gudang;
“Oleh karena itu putusan Judex Facti/Pengadilan Negeri yang membebaskan Terdakwa dari segala dakwaan, merupakan putusan yang benar menurut hukum dan cara mengadili telah sesuai ketentuan Undang-Undang serta tidak melampaui batas-batas kewenangannya;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut Mahkamah Agung berpendapat bahwa ternyata Pemohon Kasasi / Jaksa / Penuntut Umum tidak dapat membuktikan bahwa putusan Judex Facti telah memenuhi ketentuan Pasal 253 ayat (1) huruf a, b atau c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP) maka permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Jaksa / Penuntut Umum berdasarkan Pasal 254 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP) harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: Jaksa / Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Blambangan Umpu tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.