Pelanggaran Peraturan Perusahaan, Tidak Menghapus Pesangon

LEGAL OPINION
Question: Saya akui pernah khilaf melanggar peraturan perusahaan. Tapi jika karena pelanggaran saya itu, lantas saya di-PHK, tanpa diberi kompensasi pesangon, dimana perusahaan berkilah dengan alasan karena saya telah melanggar peraturan perusahaan maka di-PHK tanpa pesangon, apa benar begitu hukumnya?
Brief Answer: Pelanggaran indisipliner terhadap Peraturan Perusahaan, tidak menghapus hak Pekerja/Buruh atas kompensasi pesangon atau hak-hak normatif lainnya ketka kemudian diputus hubungan kerja (PHK) akibat pelanggaran tersebut. Kaedah normatif tidak tertulis ini dibentuk lewat praktik putusan pengadilan (best practice / precedent).
Sedikit menyinggung perihal pesangon, SHIETRA & PARTNERS memiliki pandangan, adalah aturan yang rancu ketika Pekerja/Buruh yang mengundurkan diri dinyatakan tidak berhak atas pesangon. Agar Pekerja/Buruh tetap mendapat pesangon, ketika dirinya tidak lagi kerasan untuk tetep bekerja pada satu perusahaan yang tidak menghargai karya-karyanya, atau ketika Pengusaha mengintimidasi Pekerjanya agar mengundurkan diri, sebagai contoh, maka dapat menempuh resiko berupa pelanggaran indisipliner, agar Pengusaha menggugat PHK, sehingga Pekerja mendapat pesangon saat PHK diputuskan oleh Pengadilan Hubungan Industrial (PHI)—meski cara seperti ini tetap tidak SHIETRA & PARTNERS rekomendasi karena akan merusak nama baik pihak Pekerja itu sendiri.
Menggugat aturan mengenai ketiadaan pesangon bagi Pekerja yang mengundurkan diri, bukanlah pilihan arif, sebab Mahkamah Konstitusi RI dalam era tahun 2017 ini para hakimnya pemutusnya ditengarai merupakan ‘kaki-tangan’ kepanjangan tangan kalangan Pengusaha, yang tentunya akan menjatuhkan putusan berdasarkan pesan sponsor kalangan Pengusaha (lihat kasus Importir daging sapi yang menjerat Hakim Konstitusi Patrialis Akbar dan bagaimana Arief Hidayat menjadi pembicara pada simposium kalangan pengusaha dengan menyinggung perihal uji materiil perihal UU Ketenagakerjaan seakan perlu dibanggakan di hadapan para pengusaha). Kecuali, bila ke-9 Hakim Konstitusi tersebut telah diregenerasi oleh para Hakim Konstitusi baru yang memiliki daya intelektual seperti era kepemimpinan Mantan Hakim Konstitusi Mahfud MD.
PEMBAHASAN:
Ilustrasi berikut dapat memberikan cerminan, yakni putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 657 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 1 September 2016, perkara antara:
- PT MEGA CENTRAL FINANCE/MCF, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat; melawan
- EVALUASI ZENDRATO, S.E, selaku Termohon Kasasi dahulu Penggugat.
Penggugat mulai bekerja sejak tahun 2009 dengan masa kerja 6 tahun 2 bulan sebagai surveyor. Selama bekerja, Tergugat mempekerjakan Penggugat dengan waktu kerja 66,5 jam setiap Minggu (hari kerja Senin sampai dengan Minggu mulai pukul 08.30 Wib sampai dengan pukul 18.00 Wib setiap harinya), tanpa membayar upah lembur.
Upah yang diberikan Tergugat sejumlah Rp1.637.000,00 adalah dibawah Upah Minimum Kota Medan tahun 2014 yaitu sejumlah Rp1.851.500,00 dan di bawah Upah Minimum Kota Medan tahun 2015 yaitu sejumlah Rp2.037.000,00 yang ditetapkan oleh Gubernur Provinsi Sumatera Utara.
Permasalahan bermula ketika Tergugat memberhentikan Penggugat secara sepihak tanpa memberikan hak-hak Penggugat pada tanggal 9 Mei 2015, yang ditengarai PHK secara sepihak demikian guna menghilangkan pemberian hak-hak Penggugat.
PHK yang dilakukan oleh Tergugat secara tiba-tiba tanpa adanya surat teguran dalam bentuk surat peringatan I, II dan III terlebih dahulu kepada Penggugat. Berhubung perundingan bipartit tidak menemui penyelesaian, Penggugat mengajukan pengaduan ke Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Pemerintah Kota Medan.
Dikarenakan juga penyelesaian secara tripartit (mediasi) tersebut tidak juga membuahkan solusi, maka Disnaker Kota Medan mengeluarkan Surat Anjuran yang menyatakan bahwa PHK yang dilakukan pihak perusahaan belum sesuai dengan Pasal 161 ayat (1), dan (2) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sehingga Penggugat berhak memperoleh pesangon 2 kali Pasal 156 ayat (2), dan hak-hak lain sesuai dengan ketentuan Undang-Undang.
Tindakan Tergugat yang melakukan PHK sepihak tanpa memberikan hak-hak Penggugat serta tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, dinilai telah merugikan Penggugat. Sementara itu, Tergugat dalam bantahannya menyebutkan, gugatan Penggugat mendalilkan gugatannya mengenai permintaan upah lebur, mengenai upah dibawah upah minimum provinsi dan masalah pemutusan hubungan kerja dan perbuatan melawan hukum.
Mengenai permintaan upah lembur dan mengenai masalah upah dibawah upah minimum provinsi dalam perselisihan hubungan industrial termasuk dalam perselisihan hak. Dengan demikian Penggugat dalam gugatannya telah mencampuradukan dan menggabungkan mengenai perselisihan hak dan mengenai perselisihan PHK serta mengenai perbuatan melawan hukum, sehingga mengakibatkan gugatan kabur tidak jelas.
Note SHIETRA & PARTNERS: Dalam best practice sengketa hubungan industrial, variasi / derivatif gugatan hubungan industrial berupa ‘PHK disertai perselisihan hak’, ataupun ‘gugatan PHK disertai perselisihan kepentingan’, adalah tetap sahih dan tidak menjadikan gugatan sebagai obscuur libel.
Terhadap gugatan tersebut Pengadilan Hubungan Industrial Medan telah mengambil putusan, yaitu Putusan Nomor 228/Pdt.Sus-PHI/2015/PN Mdn., tanggal 7 Maret 2016, yang amarnya sebagai berikut:
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
- Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
- Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat putus sejak tanggal 7 Mei 2015 berdasarkan ketentuan Pasal 151 ayat (3) juncto Pasal 161 ayat (1) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
- Menghukum Tergugat untuk membayar hak-hak Penggugat akibat pemutusan hubungan kerja berdasarkan ketentuan Pasal 156 ayat (1) juncto Pasal 161 ayat (3) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang pengganti perumahan dan perobatan serta upah selama proses sejumlah Rp38.110.503,00 (tiga puluh delapan juta seratus sepuluh ribu lima ratus tiga rupiah);
- Menolak gugatan Penggugat selebihnya.”
Pihak Pengusaha mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa keberatan-keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi yang diterima tanggal 11 April 2016 dan kontra memori kasasi tanggal 17 Mei 2016, dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan tidak salah dalam menerapkan hukum, dengan pertimbangan sebagai berikut:
Bahwa sesuai fakta dipersidangan, Penggugat telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap Peraturan Perusahaan, oleh karenanya adalah adil pemutusan hubungan kerja yang didasarkan adanya pelanggaran, sesuai ketentuan Pasal 151 ayat (3) juncto Pasal 161 ayat (3) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003, Penggugat berhak atas kompensasi sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat (1) juncto Pasal 161 ayat (3) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang pengganti perumahan dan pengobatan serta upah proses, yang besarnya sebagaimana telah dipertimbangkan dengan tepat oleh Judex Facti;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, lagi pula ternyata bahwa putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi PT. MEGA CENTRAL FINANCE/MCF, tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. MEGA CENTRAL FINANCE/MCF, tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.