Yayasan Tunduk pada Undang-Undang Ketenagakerjaan

LEGAL OPINION
Question: Apakah Yayasan tunduk pula pada UU Ketenagakerjaan? Dengan kata lain, apakah karyawan suatu Yayasan dilindungi oleh UU Ketenagakerjaan? Dapatkah dibenarkan alasan pengurus Yayasan yang seketika memutus hubungan kerja karyawannya dengan alasan Yayasan tidak tunduk pada UU Ketenagakerjaan karena Yayasan menurut UU Yayasan adalah nirlaba, dimana para anggotanya bersifat sukarela dan dapat di berhentikan sewaktu-waktu tanpa konsekuensi hukum apapun? Sekedar informasi, saya telah bekerja selama bertahun-tahun sebagai pengelola Yayasan ini.
Brief Answer: Yayasan selaku badan hukum, dimana pastilah terdapat pekerja yang menjadi pengelola tetap. Untuk itu, bila secara rutin pekerja diberi suatu upah (yang tetap sifatnya), maka seketika itu juga tercipta hubungan ketenagakerjaan, dimana antara Yayasan selaku pemberi kerja memiliki tanggung-jawab terhadap hak-hak normatif pekerjanya berdasarkan Hukum Tenaga-kerja positif yang berlaku.
Betul Yayasan (seyogianya) bersifat nirlaba (meski pada praktiknya kerap bersifat komersiel), namun bukan berarti melenyapkan kewajiban sebuah badan hukum karena sebuah badan hukum disamping memiliki hak juga disaat bersamaan memiliki kewajiban terhadap pihak eksternal tak terkecuali pihak internal.
Bahkan perihal PHK maupun Upah Minimun anggota Yayasan yang memang bekerja secara efektif sebagai suatu profesi pada badan hukum Yayasan, dilindungi oleh hukum ketenagakerjaan.
PEMBAHASAN:
Dalam putusan Mahkamah Agung RI tingkat kasasi sengketa hubungan industrial register perkara Nomor 357 K/Pdt.Sus-PHI/2015 tanggal 7 Juli 2015, yang merupakan sengketa antara:
- YAYASAN MA’HAD ULUMUDDIN, selaku Pemohon Kasasi, semula Tergugat; melawan
- SURYA MURNI, selaku Pemohon Kasasi, semula Penggugat.
Penggugat telah bekerja pada Tergugat dengan masa kerja lebih kurang 5 (lima) tahun sesuai dengan Surat Keputusan Pengangkatan. Sejak Penggugat bekerja pada Tergugat, Penggugat bekerja layaknya Pegawai lainnya serta menjalankan tugas sesuai dengan yang dipercayakan/ditugaskan Tergugat, yakni dibidang perpustakaan.
Selama bekerja pada Tergugat, Penggugat menerima upah yang diberikan satu kali dalam sebulan secara terus-menerus yang dibayarkan secara langsung oleh Tergugat dengan nilai Gaji/Upah untuk setiap bulannya.
Selama masa kerja tersebut, Penggugat selalu masuk kerja serta tidak pernah melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dalam lingkup Yayasan, akan tetapi tiba-tiba Tergugat mengirimkan surat pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap diri Penggugat tertanggal 23 Juni 2014, tanpa alasan dan tanpa pemberian pesangon, uang penghargaan masa kerja ataupun pengganti hak sebagaimana diatur Pasal 156 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan.
Tergugat melakukan PHK secara sepihak tanpa terlebih dahulu dilakukan teguran sebagaimana diamanatkan Pasal 161 UU Ketenagakerjaan serta juga tanpa didahului mediasi dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Oleh karena upaya penyelesaian secara bipartit gagal membuat persetujuan bersama, maka Penggugat menempuh upaya mediasi melalui Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Lhokseumawe, dimana juga tidak tercapai kesepakatan antara Penggugat dan Tergugat. Maka Mediator pada Disnaker mengeluarkan Surat perihal Anjuran tanggal 17 September 2014 yang menganjurkan:
a. Perusahaan memperkerjakan kembali Penggugat pada posisi semula dengan membayar hak-hak pekerja buruh berupa :
1. Gaji dari bulan Juli s/d Oktober 2014 = Rp7.000.000,00
2. Membayar denda sebesar 2 % Perbulan terhitung sejak bulan Juli s/d bulan Oktober 2014 dengan rincian :
a. Denda bulan Juli 2014 Rp1.750.000,00 x2 % = Rp35.000,00
b. Denda bulan Agustus 2014 Rp3.500.000,00 x 2% = Rp70.000,00
c. Denda bulan September 2014 Rp5.250.000,00 x 2 % = Rp105.000,00
d. Denda bulan Oktober 2014 Rp7.000.000,00 x2% = Rp140.000,00
Jumlah Denda = Rp350.000,00
3. Kekurangan Gaji/upah selama 2 Tahun kerja kebelakang yaitu :
Gaji/Upah Rp1750.000,00/ bulan upah yang diterima Rp700.000,00 = Rp1.050.000,00 x 24 bulan sisa gaji/upah yang belum diterima = Rp 25.200.000,00
Gaju/Upah bulan Juli s/d Oktober Rp 7.000.000,00
Jumlah Denda ........................ Rp 350.000,00
Sisa Gaji/Upah ........................... Rp25.200.000,00
Jumlah ................................ Rp32.550.000,00
b. Perusahaan (bila) tidak bersedia menerima pekerja kembali untuk bekerja di Yayasan Ma’had Ulumuddin dengan membayar hak-hak pekerja/buruh berupa :
1. Uang Pesangon Rp1.750.000,00 x 6 bulan upah = Rp10.500.000,00
2. Uang Penghargaan Rp1750.000,00 x 2 bulan upah = Rp 3.500.000,00
3. Uang Pengganti Hak 15% dari jumlah Pesangon dan uang Penghargaan 15% x14.000.000,00 =Rp. 2.100.000,00
4. Kekurangan Gaji/Upah Dua Tahun kebelakang Rp. 25.200.000,00
Jumlah Uang Pesangon....................Rp.10.500.000,00
Jumlah Uang Penghargaan .............Rp. 3.500.000,00
Jumlah Uang Pengganti Hak............Rp. 2.100.000,00
kekurangan Gaji/Upah................. Rp.25.200.000,00
Jumlah ................................ Rp.41.300.000,00
c. Agar kedua belah pihak memberi jawaban secara tertulis atas anjuran tersebut diatas, selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima anjuran;
Terhadap gugatan tersebut PHI pada Pengadilan Negeri Banda Aceh telah memberikan putusan Nomor 06/Pdt.Sus PHI/2014/PN.Bna., tanggal 23 Pebruari 2015 yang amarnya sebagai berikut:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian;
2. Menyatakan hubungan kerja antara dan Penggugat dan Tergugat adalah hubungan kerja waktu tidak tertentu;
3. Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat tersebut putus demi hukum sejak putusan ini diucapkan;
4. Menyatakan akibat dari adanya pemutusan hubungan kerja tersebut, Tergugat wajib memberikan hak-hak Penggugat sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku;
5. Menyatakan gaji/upah yang diberikan Tergugat kepada Pengugat tidak sesuai dengan Upah Minimum Provisi (UMP) Aceh;
6. Menghukum Tergugat untuk membayar hak-hak Penggugat atas putusnya hubungan kerja serta membayar kekurangan gaji/upah yang tidak dibayar oleh Tergugat adalah sebagai berikut :
Jumlah Uang Pesangon ... Rp10.500.000,00 (sepuluh juta lima ratus ribu rupiah);
Jumlah Uang Penghargaan ... Rp 3.500.000,00 (tiga juta lima ratus ribu rupiah);
Jumlah Uang Pengganti Hak ... Rp 2.100.000,00 (dua juta seratus ribu rupiah);
Kekurangan Gaji/Upah ... Rp25.200.000,00 (dua puluh lima juta dua ratus ribu rupiah);
Jumlah ... Rp41.300.000,00 (empat puluh satu juta tiga ratus ribu rupiah);
7. Menghukum Tergugat untuk membayar seluruh Gaji / Upah Penggugat selama proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial terhitung mulai bulan Nopember 2014 sampai dengan Mei 2014 sebesar Rp 12.250.000,00 (dua belas juta dua ratus lima puluh ribu rupiah) untuk per bulannya;
Atas putusan tersebut, Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi, dengan dalil bahwa putusan PHI telah keliru mengkatagorikan Yayasan sebagai suatu Perusahaan seperti yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, padahal Tergugat adalah hanya semata-mata yayasan yang bergerak dibidang pendidikan, agama, dan bentuk sosial lainnya sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar Yayasan vide Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001, maka dalam menjalankan roda kepemimpinan dalam memperkerjakan karyawan termasuk Penggugat dan karyawan lainnya menganut sistim sukarela alias sosial, sebab Yayasan adalah suatu Lembaga nirlaba, sehingga tuntutan Penggugat dengan mengkedepankan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tidak relevan untuk disandingkan dengan UU No. 16 Tahun 2001.
Atas permohonan kasasi tersebut, Mahkamah Agung membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap keberatan-keberatan tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 9 Maret 2015 dan kontra memori kasasi tanggal 27 Maret 2015 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Banda Aceh tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa Judex Facti telah benar menerapkan ketentuan Pasal 1 angka 6 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 karena Tergugat adalah hukum Yayasan sehingga masuk pengertian Pengusaha;
“Bahwa Judex Facti telah benar menerapkan ketentuan Pasal 90 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 karena pengusaha dilarang memberi upah dibawah upah minimum;
“Bahwa Judex Facti telah benar menerapkan telah benar menerapkan ketentuan Pasal 156 Udang-undang Nomor 13 Tahun 2003 karena Pemtusan Hubungan Kerja (PHK) tidak beralasan, Tergugat tidak dapat membuktikan alasan PHK yang sah;
“M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi KETUA YAYASAN MA’HAD ULUMUDDIN tersebut;”
Meski pernyataan MA RI dalam pertimbangan hukumnya agak sedikit “terpelincir” dengan menyatakan Yayasan adalah pengusaha, namun yang hendak disampaikan oleh MA RI ialah bahwa Yayasan sekalipun perlu memerhatikan kesejahteraan para pengelolanya.
Mengapa dapat demikian?
SHIETRA & PARTNERS melihat fakta lapangan, berbagai Yayasan didirikan sebagai wadah “nama” belaka dimana tujuan utamanya tidak lain ialah untuk mengumpulkan penghasilan sebesar-besarnya demi keuntungan para pengurusnya --meski secara yuridis terlarang (mengingat: pemerintah tidak pernah mengaudit alokasi anggaran kekayaan setiap badan hukum Yayasan).
Benar, pada asasnya Yayasan bersifat nirlaba. Namun dalam tataran praktik, praktis hampir tiada Yayasan yang benar-benar menjalankan sifat nirlaba, kecuali Yayasan tersebut benar-benar menjiwai sifat sosial dan demi tujuan pendidikan mencerdaskan anak bangsa.
Bukti, lihatlah berbagai perguruan tinggi dan lembaga pendidikan, meski berpayung pada satu badan hukum bernama Yayasan, namun orientasinya tidak lain ialah komersiel, dimana para karyawannya berdasarkan best practice berbagai yurisprudensi dilindungi oleh Hukum Ketenagakerjaan.
Dalam hal ini PHI dan MA RI bersifat pragmatis dengan melihat fakta lapangan yang ada dari berbagai wadah beremblem “Yayasan”.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.