Tips dan Kiat Menjadi Legal Officer / Staf Hukum suatu Perusahaan

ARTIKEL HUKUM
Menjadi staf hukum suatu perusahaan membutuhkan suatu “seni” tersendiri, gampang-gampang susah. Bagaikan penari “sal-sa” yang bergerak “maju dan mundur”, begitupula seorang staf hukum menjalankan perannya. Jangan terlampau loyal pada perusahaan, jangan pula terlalu percaya pada manajer ataupun Direksi, namun juga tidak terlampau “loss”.
Artikel ini penulis susun dan publikasikan, mengingat mayoritas sarjana hukum berkecimpung dalam bidang satu ini. Satu kelebihan utama menjadi staf hukum suatu perusahaan, dirinya akan memiliki keterampilan serta pengetahuan praktis tentang suatu bidang hukum bisnis sesuai bussiness core perusahaan tempatnya berkarya. Kekurangan utamanya, cenderung menjadi tumpul terhadap disiplin ilmu hukum lainnya sebagaimana kerap penulis jumpai dalam praktik. Terlebih bila tugas pokok dan fungsinya hanyalah sebagai Legal Admin, maka seorang sarjana hukum akan menjelma seorang staf administrasi belaka.
Tips pertama, waspada dan berhati-hatilah terhadap tipe calon atasan yang manipulatif. Lebih berbahaya lagi tipe pimpinan yang otoriter namun “ucapannya tidak dapat dipegang”. Lebih baik berkarya pada pengusaha yang memiliki komitmen pada konsistensi antara ucapan dan praktik sehari-hari, dan yang menjadi perusahaan paling ideal ialah perusahaan yang taat hukum dan beroperasi “lurus-lurus” saja—satu ini baru sukar dijumpai. Sekali Anda mendapati adanya inkonsistensi antara ucapan dan tindakan dari pimpinan, segera “jaga jarak” untuk seterusnya, karena seseorang pimpinan dengan perilaku munafik, cenderung akan mengulangi kemunafikan yang sama dikemudian hari, dan siap-siaplah Anda akan dijadikan “kambing hitamnya”.
Tips kedua, jangan terlampau loyal terhadap perusahaan tempat Anda bekerja. Rata-rata tipe pengusaha adalah tipe “penghisap”, bukan sinterklas yang ada untuk kebaikan Anda. Perhatikan dan utamakan pula diri Anda sendiri. Pastikan Anda tidak bersikap lugu ataupun polos—kedua sikap ini akan menjadi sasaran empuk tipe pengusaha yang manipulatif. Ingat, Anda kerja untuk menyambung hidup, bukan hidup untuk bekerja bagi sang bos. Untuk apa pula Anda banting tulang dalam arti sesungguhnya bila yang diuntungkan hanya atasan Anda. Adalah munafik ada pengusaha yang mengatakan reward berbasis prestasi dan kontribusi. Pada dasarnya pengusaha memiliki tabiat tidak puas, sehingga selalu memandang kontribusi Anda jauh lebih rendah dari gaji yang diberikannya meski upah yang Anda dapat jauh dari memadai.
Tips Ketiga: Jangan mau jadi “tukang stempel”. Masih kerap dijumpai perusahaan yang merekruit pegawai hukum untuk sekedar menjadi “tukang stempel”. Bagaimana hal ini dapat terjadi? Perhatikan ilustrasi berikut: divisi marketing mendesak Anda meng-acc draf kontrak bisnis rekanan mereka. Ketika Anda bersikap kritis, Anda akan dianggap tidak kooperatif dan menghambat langkah divisi marketing. Mau tidak mau Anda "acc", dan ketika terjadi masalah, Anda menjadi kambing hitam karena Anda adalah filter hukum pada perusahaan. Ketika Anda hanya menjadi “tukang stempel”, siap-siap menjadi “kambing hitam”.
Tips Keempat: Jangan mau jadi “agen korup”. Banyak dan kerap terjadi hingga saat ini, pegawai hukum dijadikan “agen korup”, dimana atasan memerintahkan sang pegawai untuk menyerahkan satu bungkusan hitam kepada seseorang pejabat. Mendadak Anda tertangkat operasi tangkap-tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, dan alhasil Anda terkejut isi bungkusan adalah uang suap. Bagaimana tanggapan atasan Anda? “Saya tak tahu menahu akan perbuatan anak buah saya!” Janganlah menjadi bumber. Alm. Harry Natakoesoemah pernah menyampaikan, ketika dilema demikian kita hadapi, kita harus siap mengambil pilihan untuk hengkang.
Tips Kelima: Jangan mau bantu pengusaha kotor. Mungkin Anda akan diminta untuk mencari celah hukum agar dapat mem-PHK (pemutusan hubungan kerja) para karyawan tanpa perlu perusahaan membayar pesangon sepeser pun. Atau kejahatan dan kekotoran-kekotoran lainnya, seperti celah hukum penghindaran pajak, ataupun praktik-praktik licik lainnya, maka ingatlah selalu bahwa Anda pun dapat diperlakukan sama oleh pengusaha seperti pengusaha tersebut memperlakukan karyawan lainnya. Jangan berasumsi pengusaha akan sama loyalnya terhadap Anda sebagaimana loyalnya Anda terhadap pengusaha tersebut. Setiap pengusaha memiliki semboyan: “Habis manis sepah dibuang.”—dan ini fakta yang tidak kita pungkiri.
Tips Keenam: hindari calon pimpinan yang meminta Anda menjadi “yes bos, yes man”. Tipe pimpinan semacam ini, terbukti secara empiris, adalah tipe ekspoitatif, dalam arti akan memanipulasi dan memperalat Anda tanpa rasa malu dan tanpa segan. Adalah kebohongan besar ketika calon pimpinan tersebut akan mengatakan kepada Anda, bahwa Anda dibuat repot setengah mati agar Anda dapat menjadi “bertumbuh besar”. Adalah orang bodoh yang mau percaya mitos demikian. Dengan akal sehat kita perlu bersikap rasional, setiap pengusaha berorientasi “keuntungan setinggi-tingginya dengan modal serendah-rendahnya”, dan tidak terkecuali modal biaya untuk membayar sumber daya manusia. Anda bukan sapi perahan dan Anda dapat tumbuh berkembang di mana saja, bukan hanya pada tempat tersebut. Dunia tidak selebar daun kelor.
Bila Anda bekerja pada suatu badan hukum seperti PT (Perseroan Terbatas), ingatlah selalu bahwa Anda bukan karyawan sang direksi, namun Anda adalah karyawan PT. Direksi hanyalah salah satu organ dalam PT, disamping organ lain seperti para pemegang saham dan Dewan Komisaris. Kita perlu belajar dari kasus pemerasan tenaga manusia oleh seorang direktur bernama Eddy Santoso Tjahja terhadap karyawan PT. Jobs DB Indonesia, dimana direktur tersebut memeras waktu serta tenaga karyawan PT. Jobs DB dengan berbagai perintah demi perintah untuk kepentingan pribadi sang direktur yang disaat bersamaan memiliki usaha pribadi bernama PT. AUDITSI UTAMA dan PT. METRO PACIFIC dengan bidang rekruitmen tenaga kerja yang serupa dengan PT. Jobs DB. Tidak akan mengejutkan bila pimpinan semacam itu akan memeras tenaga serta ratusan jam kerja dari waktu Anda hanya dengan kompensasi berupa sekotak nasi bungkus. Pada tahun 2008, RUPS PT. Jobs DB memutuskan, untuk memecat secara tidak hormat direktur penyalahguna wewenang tersebut, dimana kemudian sang mantan direktur menggugat Jobs DB Indonesia, yang ditolak oleh Mahkamah Agung RI.
Jika Anda karyawan divisi hukum pada instansi pemerintahan, ini lebih berbahaya lagi. Comford zone menjadi musuh utama Anda. Penulis mendapati suatu fenomena unik, staf hukum instansi pemerintah memiliki pengetahuan serta keterampilan hukum yang demikian tumpul. Zona nyaman memang berbahaya. Tak terkecuali perusahaan swasta, Anda mungkin harus melepas potensi besaran pesangon demi mencari tempat kerja baru dimana Anda bisa menggali potensi Anda lebih besar lagi ketika pada sautu titik Anda mencapai titik buntu dalam pengetahuan dan keterampilan hukum Anda. Keterampilan hukum merupakan investasi itu sendiri ketika Anda menjelang pensiun.
Tips terakhir: tetap berfokus pada kelebihan utama Anda, dan selalu ingat bahwa waktu adalah sumber daya manusia yang sangat berharga. Tipe pimpinan manipulatif biasanya akan selalu menjatuhkan mental dan kepercayaan diri Anda sehingga dapat dimanipulasi dengan cara berfokus pada segala kelemahan Anda. Segala yang menurut kacamata sang pimpinan adalah “kelemahan”, akan senantiasa menjadi peluru yang ia gunakan guna menekan Anda. Tempat kerja demikian adalah tidak sehat dan harus dihindari, karena Anda tidak akan bertumbuh—justru hanya akan dihisap hingga Anda benar-benar menjadi kering dan tumpul. Jangan biarkan waktu Anda habis hanya demi kepentingan pribadi pimpinan Anda atau perusahaan tempat Anda bekerja.
Selalu terdapat beragam cara untuk bertumbuh serta berkembang. Kata kuncinya bukanlah bersikap loyalitas membuta terhadap pimpinan atau perusahaan tempat Anda bekerja. Bukan perihal betapa keras Anda bekerja dan berjuang, namun berapa cerdas Anda menempatkan diri. Segera introspeksi hubungan kerja Anda, bilamana Anda dipaksa oleh kondisi untuk selalu menjalani lembur, namun tak sepeserpun uang lembur Anda dapatkan. Pikirkan juga betapa timpangnya hubungan kerja, bila Anda dibebani beban terhadap puluhan badan hukum grup usaha perusahaan, dimana kesemua itu hanya dikerjakan oleh seorang Legal Officer. Jangan rendahkan martabat Anda dengan menjadi objek “perbudakan manusia”. Amati tempat Anda akan bekerja. Bila seorang staf dihardik oleh pimpinan yang memperlakukan karyawan secara tidak manusiawi karena bobot kerja yang overload, maka besar kemungkinan Anda pun mendapati kejadian serupa terhadap diri Anda.
Prinsip utamanya ialah: tempat kerja yang ideal merupakan sebuah hubungan simbiosis-mutualisme antara perusahaan dengan karyawan hukumnya serta karyawan-karyawan lainnya. Terdapat prinsip take and give. Ketika prinsip tersebut menjadi tidak berimbang, jangan berpikir dua kali untuk mencari tempat berkarya yang lebih baik, terlebih bila Anda tidak mendapat bukti tertulis perjanjian kerja dan bukti perikatan akan besaran gaji ataupun janji akan hak-hak Anda lainnya. Sekali Anda menemui fakta bahwa Anda tidak diberikan bukti tertulis perikatan hubungan kerja, segera sadari itikad buruk sang pengusaha. Sikap lugu dan polos akan menjadi bumerang bagi Anda sendiri. Mintakan bukti, dan cermati respon sang pemberi kerja. Di sana dan pada titik itulah Anda akan menemukan isi batin sang pengusaha.
Hargai waktu Anda, hendaknya menghindari sikap "jual murah" terlebih mengobral tenaga Anda. Pernahkah Anda sadari, bobot tanggung jawab serta keterampilan seorang sarjana hukum acapkali tidak sebanding dengan gaji yang didapatkan. Apakah logis bila gaji seorang Staf Hukum tidak jauh berbeda dengan gaji seorang resepsionis? 
Semakin tinggi resiko, mengingat profesi hukum berkutat pada hal yang tidak pasti meski undang-undang bersifat tertulis dan rigid namun "man behind the desk who interpret the law", maka sudah sepatutnya mendapat tempat serta kompensasi jasa secara terhormat. Bila calon pimpinan suatu perusahaan tidak menyadari peran serta tanggung jawab staf hukum, maka tampaknya Anda "the right man/women in the wrong place".
Pilihan terbaik dan terideal: Jadilah staf hukum untuk beberapa waktu, ketika kepercayaan diri telah terpupuk baik, nekatlah untuk bersolo karir. Bersolo karir dapat mengalami keuntungan juga resiko kerugian. Tahun-tahun pertama merugi adalah hal yang lumrah, namun percayalah bahwa bersolo karir akan benar-benar memacu kreatifitasmu mencapai titik teroptimal.
Yakinlah, Anda bisa tumbuh berkembang di mana saja, selama Anda menyadari bahwa Anda tidak layak "di-bonsai" oleh lingkungan kerja yang tidak produktif bagi perkembangan keterampilan Anda dalam ber-seni hukum. Hukum adalah profesi seni itu sendiri, profesi memahat hukum dan argumentasi.
Seperti yang pernah dituliskan oleh seorang tokoh: “Kemendesakan adalah sebuah pengetahuan.” Aura dan aliran Kemendesakan itu baru akan Anda rasakan ketika Anda pernah berada pada ujung tanduk ketika melangkah bersolo karir.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.