Laporan Visum yang Ideal, Tidak Mencantumkan Kriteria Berat-Ringannya Luka yang Diderita oleh Korban Pelapor
Disparitas Persepsi Kalangan Profesi Kedokteran Vs.
Profesi Hukum
Banyak sekali pertanyaan dalam praktik, perihal berat-ringannya luka yang diderita oleh korban. Mulai dari isu hukum bahwa apakah kriteria “luka berat”, hanya berlaku untuk luka fisik? Bagaimana jika luka yang bersifat psikis, semisal trauma, membuat korban tidak lagi dapat beraktiivitas normal secara wajar seperti sedia kala seperti bekerja ataupun belajar secara hampir permanen (dunia psikiater mengenalnya dengan istilah “trauma berat” sehingga diresepkan obat penenang), apakah dapat dikategorikan sebagai “luka berat”? Namun dalam kesempatan ini penulis akan mengajak para pembaca mendalami isu hukum perihal kriteria berat-ringannya luka yang diderita korban dari segi fisik alias lahiriah. Luka fisik pun, terbagi menjadi dua golongan, yakni luka fisik bagian luar, dan luka fisik bagian dalam tubuh yang sukar diobservasi ataupun direkam potret secara kasat-mata (semisal pendarahan otak ataupun patah tulang). Untuk melakukan observasi adanya luka dalam, proses visum oleh dokter yang memiliki kewenangan melakukan visum, menjadi penting sifatnya.