Bank Tidak Boleh Menjual Cessie kepada Kreditor Perorangan

LEGAL OPINION

Semua BANK adalah RENTENIR

Denda merupakan BUNGA TERSELUBUNG, Praktik RENTENIR Kreditor Perbankan maupun Perorangan

Question: Apa benar, ada yang mengatakan bahwa jika mau pinjamkan utang ke orang (debitor) dan mau ambil untung besar, agar tidak disebut sebagai rentenir, maka bunga dalam perjanjian hutang-piutang atau akta pinjam-meminjam uang ini, cukup sekian persen saja yang kecil angka bunganya, namun dibuat besar dalam tagihan denda (akibat menunggak), karena perihal denda bila terjadi tunggakan tidak diatur oleh negara juga tidak dilarang oleh hukum? Pertanyaan kedua, apakah boleh bank jual “hak tagih”-nya (cessie maupun subrogasi) kepada “kreditor perorangan”?

Hak Asasi KORBAN, Berteriak dan Menjerit

SENI PIKIR & TULIS

Korban yang Menjerit, merupakan AKIBAT. Pelaku Kejahatan yang Menjahati Korban, merupakan SEBAB. Siapakah yang Paling “Tidak Sopan”, Pelaku Kejahatan ataukah Korban?

Jangan Bersikap Seolah-olah Korban adalah Sebongkah Mayat yang hanya Boleh Bungkam dan Tabu untuk Menjerit Kesakitan

Kelirutahu, atau kekelirutahuan, itulah akar penyebabnya akibat perspektif yang sempit atau yang dikotori oleh anasir-anasir sikap “timpang / berat sebelah”. Sebagai contoh, seringkali kalangan ibu dari seorang anak yang mengidap sindrom autis, dianggap sebagai seorang ibu yang “dingin”. Masyarakat umum menilai dan memberikan pandangan negatif terhadap seorang ibu dari penyandang autis—meski, menurut kajian ilmiah, sikap “dingin” sang ibu merupakan “akibat”, dimana kondisi autis anaknya merupakan “sebab”. Dibutuhkan sebentuk kecerdasan intelektual serta emosional untuk dapat menentukan manakah “sebab” dan manakah yang merupakan “akibat”. Memahami cara kerja paradigma yang lebih jernih demikian, kita akan mulai menyadari, bahwa korban selalu memiliki hak untuk menjerit sebagai “akibat”, bukan “sebab”.

GRADUAL Vs, KONTRAS, manakah yang Lebih Berbahaya?

SENI PIKIR & TULIS

Perbandingan, menjadi Tolar Ukur. Masalahnya, Sejauh atau Sependek apakah, Tolak Ukurnya?

Antara Hitam Vs. Putih, diantaranya terdapat Zona Abu-Abu yang Tidak Terhitung Gradasinya

Mengapa seseorang, bisa berubah karakternya seratus delapan puluh derajat, tanpa ia sadari? Mengapa, tubuh seseorang dari semula “langsing semampai” dapat berubah menjadi gemuk bak “gentong” yang “bulat”? Mengapa seseorang yang semula bodoh, dapat menjadi pandai dan cerdas (from zero to hero)? Mengapa juga, seseorang yang semula miskin “melarat” dapat menjelma konglomerat dan miliarder atau setidaknya sebagai jutawan? Itulah, perbandingan yang sifatnya ekstrim, membentuk apa yang disebut perspektif keberadaan “kontras”. Tolak ukur perbandingannya sangat jauh, karenanya menimbulkan efek psikologis, dramatis, serta sebagian diantaranya bahkan “traumatik” bagi kita dalam menyikapi dan memandangnya.

Etika Komunikasi yang Buruk, Anda Pikir SIAPA DIRI ANDA?

ARTIKEL HUKUM

Jangan Bersikap Seolah-olah Orang Lain Kurang Kerjaan untuk Bermain Teka-Teki dan Mengikuti Kemauan Tidak Jelas yang Menyerupai SPAMMER

Manusia Sampah, Spammer, Banyak di Luar Sana. Dunia ini Tidak Pernah Kekurangan Manusia Sampah yang hanya dapat Mengganggu dan Merusak Pemandangan

Entah bagaimana sistem pendidikan formal dan nonformal bangsa Indonesia selama ini diterapkan, dimana semestinya orang-orang dewasa dengan akal sehat mampu berpikir dan menyadari perihal etika komunikasi yang dilandasi EQ, setidaknya yang paling mendasar, namun faktanya kerapkali penulis sampai harus merepotkan diri mendebat dan didebat sekadar untuk menegur etika komunikas banyak manusia dewasa “Made in Indonesia” ini. Salah satunya ialah seorang “spammer” (manausia sampah) yang “menyampah” dengan menyalah-gunakan informasi alamat email profesi penulis yang diperuntukkan hanya bagi klien pengguna jasa konsultasi seputar hukum, yakni dengan identitas pelaku pelanggar: Shalom Nommensen <legaltaxconsultant1211 @gmail.com>, dengan isi pesan “sampah” pengganggu sebagai berikut:

Aparatur Penegak Hukum (Penyidik POLRI) Tidak Perlu Tunduk pada Peraturan Menteri Hukum

ARTIKEL HUKUM

Menteri Hukum yang Mencoba Mengangkangi Institusi Kepolisian dan Aparatur Penegak Hukum, Hak Veto Delusif Penuh Conflict of Interest

Kepala Polisi Republik Indonesia (POLRI), “Wahai Menteri Hukum, Anda pikir diri Anda itu siapa, Undang-Undang?

Kapolri (Kepala POLRI) adalah sejajar dan sederajat terhadap para pejabat Menteri lainnya, dalam segi hierarkhi di kursi kabinet yang dikepalai oleh seorang Kepala Pemerintahan. Karenanya, apakah mungkin dibenarkan, langkah institusi POLRI dan jajaran vertikal dibawahnya, ketika hendak melakukan upaya penegakan hukum pidana seperti menyidik, memanggil, menyita, menggeledah, ataupun menahan, dapat di-“jegal” ataupun di-“veto” oleh seorang menteri yang mengatas-namakan atau mendalilkan dan mengalibikan sebuah alasan pembenar bernama adanya Peraturan Menteri yang dibuat dan diterbitkan oleh sang menteri itu sendiri?