KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Advokat (Kuasa Hukum) Semestinya hanya Berhak Mewakili “Pemberi Kuasa” di Dalam Persidangan, bukan di Luar Persidangan

Imunitas Profesi Advokat, Kerap Disalahgunakan Oknum-Oknum “Pengacara Nakal”

Idealnya, profesi pengacara, atau yang beken dikenal dengan sebutan “advokat” ataupun “lawyer”, hanya dapat mewakili subjek hukum kliennya di dalam pengadilan, bukan “diluar dan didalam pengadilan”. Berangkat dari dasar argumentasi dan fakta empirik apakah? Dalam praktik di lapangan, banyak penulis temui modus-modus para pelaku mafia tanah, yang keseluruh proses aktivitas mafianya memakai “bumper” kalangan advokat, dengan kedok “kuasa hukum”.

Ambiguitas Pidana Penjara bagi Suami yang Menelantarkan Istri dan Anak

Mantan Suami Dipidana Penjara, karena Tidak Memberikan Nafkah bagi Anak dan Mantan istri

Question: Pernah ada kasus seorang suami dipenjara dengan alasan tidak memberikan uang bagi keluarga serta mengabaikan istri maupun anak-anak. Jika sudah sampai seperti itu, bukankah artinya si istri maupun anak tidak lagi bisa berharap dapat nafkah karena suami atau ayahnya mendekam dibalik jeruji sel penjara?

Vonis PERSONA NON GRATA sebagai Alternatif Vonis Hukuman Mati, Dibiarkan Hidup namun Diperlakukan Bak Almahum

Alternatif Vonis Pidana Penjara yang Lebih Menakutkan Kalangan Kriminal daripada Vonis Hukuman Mati

KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) Nasional, sejatinya merupakan KUHP warisan kolonial namun dengan kemasan baru. Kelak, akan kita jumpai kembali kasus-kasus dimana seorang terdakwa pelaku korupsi sebagaimana perkara korupsi di tubuh ASABRI maupun JIWASRAYA, yang dinyatakan terbukti bersalah namun divonis pidana penjara NOL tahun, karena maksimal pidana penjara kumulatif yang dapat dijatuhkan kepada seorang terdakwa hanya sebatas maksimum 20 tahun penjara lamanya, karenanya jika seorang kriminil telah menjelma kriminal, janganlah tanggung-tanggung dalam melakukan kejahatan seperti hanya melakukan korupsi di satu tempat saja—itu belum mengkalkulasi remisi yang bisa mencapai puluhan bulan totalnya.

Cara Membedakan antara “OKNUM” dan “KULTUR” Korup Suatu Bangsa

Masalahnya Bukan Terletak pada Regulasi, namun pada Integritas-Mentalitas Aparaturnya

Buat Apa jadi Orang Baik, jadi Penjahat (Pendosa) Saja Masuk Surga Lewat Iming-Iming “PENGHAPUSAN DOSA” (too good to be true)—sekalipun hanya Seorang PENDOSA yang Butuh “PENGHAPUSAN DOSA”

Question: Bukankah di Indonesia, tidak pernah kekurangan kaum agamais yang mengaku bertuhan dan beragama yang rajin beribadah, sehingga mengapa regulator selaku pembuat kebijakan, kini mulai merancang jarak antara masyarakat pemohon layanan publik dan aparatur di kantor-kantor pemerintahan dengan membuat aplikasi digital pelayanan publik sehingga tidak perlu berjumpa ataupun bertatap-muka dengan aparatur? Bukankah itu artinya, mesin atau robot atau AI masih lebih jujur dan lebih ideal ketimbang manusia-manusia yang katanya ber-agama dan ber-tuhan? Pertanyaan kedua, apakah aplikasi-aplikasi pelayanan publik tersebut, benar-benar bisa menyelesaikan masalah pungli yang selama ini menghantui warga?