Kupas Tuntas Makna ANCAMAN SERANGAN YANG SANGAT DEKAT sebagai ALASAN PEMAAF yang Menghapus Pemidanaan

LEGAL OPINION

BELA & JAGA DIRI Bukan Bermakna Membiarkan Diri Kita menjadi Objek Sasaran Empuk yang Pasif dan Berdiam Diri dengan Bodohnya Dipukul dan Dianiaya hingga Terluka

Question: DI Undang-Undang seperti KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), ada pasal yang mengatur tentang “hal-hal yang menghapuskan pidana”, salah satunya tentang “pembelaan terpaksa”, dimana ada diatur istilah “ancaman serangan yang sangat dekat”. Namun mengapa selama ini praktik di lembaga penegak hukum semacam kepolisian, selalu yang dipersalahkan ialah pihak yang terlebih dahulu memukul dan ada yang terkena pukulan, terlepas siapapun yang terlebih dulu mengintimidasi dan melakukan ancaman?

Tidak logis rasanya, mengapa kita harus dan hanya boleh diam dengan pasif berdiri mematung dan menjadi sasaran empuk orang yang jelas-jelas punya niat tidak baik hendak menyakiti (menganiaya) diri kita? Kita diberi Tuhan kaki dan tangan bukan untuk diam saja menunggu disakiti, bukan kodrat kaki dan tangan ini untuk diam menghadapi ancaman sedekat itu. Itu namanya bukan “bela diri”, tapi dengan konyolnya membiarkan diri terluka.

Yang namanya “bela diri”, jelas tidak membiarkan diri kita terluka ataupun dilukai. Guru “martial arts” mana, yang mengajarkan murid-muridnya untuk menjadi patung? Semua guru bela diri akan berkata pada murid-muridnya, “Kamu bukan patung ataupun ‘wooden doll’ yang hanya bisa berdiri diam saja ketika lawan menyerang!” Jika kita yang terlebih dahulu sanggup menangkis serangan atau menghindari pukulan ataupun tendangan lawan, lantas balik menyerang dan berhasil memukul lawan terlebih dahulu bahkan sampai akhir pertarungan, maka apakah artinya kita yang justru akan dipersalahkan oleh polisi? Jika antara pukulan kami, meski ia yang memulai melancarkan pukulan terlebih dahulu, namun semata karena pukulan gerak refleks saya yang lebih cepat, sehingga ia yang telah ternyata terkena pukulan lebih dahulu, apa saya juga yang dipersalahkan oleh hukum pidana di Indonesia? Salahkan dirinya sendiri, yang pukulannya lamban tidak terlatih.

4 Hal yang Paling Merepotkan ketika Menghadapi Orang Dungu

SENI SOSIAL

IQ memang Bukan Segalanya, namun Segalanya Membutuhkan IQ

IQ Bukanlah Sumber Kejahatan, justru Kekurangan IQ yang Selama Ini menjadi Sumber Kejahatan

Question: Apa maksudnya, ketika Bapak Hery Shietra menyatakan bahwa untuk bisa memiliki EQ, maka IQ-nya harus memadai. Apakah memang terdapat korelasi yang linear antara IQ (kecerdasan intelektual) dan EQ (kecerdasan emosional)?

Percuma Belajar Ilmu Hukum walau Seribu Tahun, bila Tidak Memahami HUKUM KARMA

ARTIKEL HUKUM

Hukum yang Tertinggi, Lebih Tinggi daripada Hukum yang Paling Tinggi, itulah HUKUM KARMA

Sungguh disayangkan bila terdapat orang-orang yang memandang dirinya para pakar hukum, profesor dibidang hukum, ataupun mereka dengan bangga menyandang gelar sarjana hukum, menghabiskan seluruh hidupnya untuk memelajari dan mendalami ilmu hukum, membaca tidak terhitung jumlahnya pasal peraturan perundang-undangan yang setiap tahunnya terus diterbitkan, diubah, atau diganti secara demikian masifnya menjelma “rimba belantara hukum” yang tiada habis-habisnya, memenangkan ribuan gugatan, namun telah ternyata sangat buta alias tidak melek perihal apa yang disebut sebagai Hukum Karma, alias hukum perihal sebab-akibat, hukum yang paling egaliter dan paling mengedepankan prinsip meritokrasi, dimana kita sendiri masing-masing yang paling bertanggung-jawab atas hidup, nasib, sebagai buah dari perbuatan kita sendiri.

Makna PENIPUAN dalam Perspektif Hukum Pidana maupun Nalar Orang Awam

LEGAL OPINION

Jangan Buat Akta Perdamaian ketika Perkara Pidana sudah Berproses di Pengadilan

Question: Aturan pidana untuk perbuatan curang ada di Pasal 378 KUHP, “Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.” Untuk bahasa mudah dan sederhananya bagi orang awam, pidana penipuan itu terjadi karena atau bilamana terjadi kejadian semacam apakah?

Perspektif Pribadi sebagai Preferensi dalam Memandang dan Merespons Dunia Luar Eksternal Diri

SENI SOSIAL

Ambivalensi antara Subjektivitas dan Sikap Objektif, sebuah PARADOKS

Mungkinkah seseorang Mampu Bersikap Objektif dengan Melepaskan Diri dari Perspektif Pribadi yang Berangkat dari Latar Belakang Pengalaman Pribadi yang Personal Sifatnya dan Berbeda antar Individu?

Question: Maksudnya apa, ketika ada orang yang meminta kita untuk bersikap objektif?

JAGA & BELA DIRI merupakan Hak Asasi KORBAN

LEGAL OPINION

Hak untuk Membela Diri merupakan “AKIBAT”, bukan “SEBAB”

ASAS KESEIMBANGAN dalam Konteks BELA / JAGA DIRI, Korban Tidak dapat Dikriminalisasi bila Pelaku Kejahatan justru Balik Terluka atau bahkan Tewas oleh Perlawanan Korban

Question: Seorang diri, disantroni atau disergap para “begal” (pelaku aksi perampokan, yang biasanya disertai ancaman kekerasan fisik maupun ancaman senjata tajam sehingga tidak segan menganiaya ataupun melukai korbannya), korban sekadar bela diri, dan pelaku “begal” yang justru tewas seketika di tempat karena faktor refleks yang baik dari korban ketika menjaga dirinya dan melakukan perlawanan balik, dimana tekanan jiwa begitu hebatnya ketika dihadapkan dua pilihan sukar (mati dibunuh atau balik menyerang pelaku aksi yang mengancam akan membunuh, semisal karena disertai ancaman berupa senjata tajam) tanpa ada waktu untuk membaca situasi ataupun untuk melarikan diri, sehingga pilihan satu-satunya ialah melawan sebagai opsi paling rasional ketika dituntut untuk berpikir cepat tatkala dalam kondisi kritis dan genting, mengapa korban yang kemudian justru dikriminalisasi oleh negara sebagai tersangka kasus pembunuhan?

Itu sama artinya negara lewat aparatur penegak hukumnya tidak mendidik masyarakat umum sekaligu memberi “karpet merah” bagi kalangan penjahat manapun, dimana hanya memberikan kesempatan bagi pelaku kejahatan untuk “besar kepala”, karena korban selalu dalam posisi sukar, lemah, tidak berdaya, tidak punya daya tawar, serba salah, terpojok, terjepit, tertekan secara psikis, takut, serta masih pula menghadapi ancaman dikriminalisasi oleh negara semata karena melakukan apa yang namanya mempertahankan hidup.

Alih-alih korban diberi insentif oleh negara, justru dipojokkan dan terjebak dalam kondisi “serba salah” seorang diri menghadapi penjahat yang selalu lebih unggul dari segi jumlah maupun senjata ataupun fisik. Tiada ada penjahat yang sebodoh itu mencari calon sasaran korban yang setara atau “equal” dengan mereka, sehingga semua kasus kejahatan pasti terjadi ketimpangan posisi antara pelaku dan korban, sehingga korban yang memilih untuk memberanikan diri melakukan perlawanan, semestinya diapresiasi oleh negara semisal karena berani seorang diri melawan lebih dari satu pelaku kejahatan sekalipun timpang kondisinya. Bukankah hak untuk hidup merupakan hak asasi manusia yang diakui oleh konstitusi negara kita (Undang-Undang Dasar), sehingga bukankah juga itu bermakna bahwa membela diri dalam rangka mempertahankan hak untuk hidup adalah juga hak asasi manusia?

Antara Nasionalisme, Pancasilais, Komun!stik, dan Uang Sogokan bernama Gaji / Upah

ARTIKEL HUKUM

Makna NASIONALIS, Mudah untuk Diucapkan dan Mengaku-Ngaku, namun Tidak Semua Warga Sanggup Menjalankannya : Tidak Menyakiti dan Tidak Merugikan Sesama Anak Bangsa

Masyarakat Indonesia dewasa ini ramai-ramai mengutuk dan mengecam ideologi, pengikut, anggota, maupun simpatisan komun!sme sebagai musuh bersama yang dinilai merongrong ideologi dan persatuan bangsa maupun negara. Namun, seolah tidak konsisten dan ber-“standar ganda”, tidak sedikit diantara rakyat kita yang justru mendukung dan membela tindakan Rusia (negara komun!s) dalam menjajah berbagai wilayah Ukraina sejak bertahun-tahun lampau dan kembali menjajah saat kini—saat ulasan ini disusun, sedang berkecamuk perang antara Rusia dan Ukraina—dan disaat bersamaan pula menjadi pelanggan setia waralaba asal Amerika Serikat (sang l!beralis).

Diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), GIMMICK yang Mengecoh dan Menjebak Masyarakat

LEGAL OPINION

Otoritas Jasa Keuangan Mengawasi Lembaga Keuangan dan Pembiayaan? Itu kata Undang-Undang, Iming-Iming yang Meninabobokan, Tidak Mendidik, dan Menjebak Masyarakat

Otoritas Mengawasi, namun Sejauh apa dan Seberapa Efektif? Itu Masalahnya

Question: Apa yang perlu dan paling harus kami waspadai sebagai calon pengguna jasa, saat akan menghadap marketing pihak bank ataupun asuransi di kantor cabang mereka?