Pelanggaran terhadap Kontrak yang Menjelma Perbuatan Melawan Hukum

LEGAL OPINION

Kapan disebut Wanprestasi, dan Kapankah disebut sebagai Perbuatan Melawan Hukum

Question: Sebenarnya, jika pada mulanya ialah hubungan hukum kontraktual (perjanjian), maka kapan dapat disebut sebagai sebatas wanprestasi dan kapan beralih menjadi perbuatan melawan hukum. Bukankah hal itu harus ditentukan lebih dahulu, sebelum mengajukan gugatan (perdata) terhadap pihak lain dalam kontrak ini yang sudah merugikan pihak saya? Semisal, gugatan yang meminta ganti-kerugian moril, idiil, ataupun immaterial, hanya dikenal dalam model surat gugatan perbuatan melawan hukum.

Terbukti Melakukan Pidana dan Inkracht, artinya Terbukti Perbuatan Melawan Hukum Perdata

LEGAL OPINION

Tanggung Jawab Perdata dan Pidana Debitur Pemberi Cek ataupun Bilget Giro

Question: Sebenarnya jika sudah dibuktikan adanya putusan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap, seorang peminjam uang dihukum pidana penjara karena memalsu, menipu, atau menggelapkan, sehingga merugikan pihak pemberi pinjakan uang, maka apakah artinya yang bersangkutan juga terbukti telah melakukan perbuatan melawan hukum secara perdata sehingga dapat secara sumir saja dibuktikan kesalahannya jika kemudian ia kami gugat secara perdata?

Sengketa Kontraktual Bermuara Gugatan Perbuatan Melawan Hukum dan Ganti Kerugian Materiil & Moril

LEGAL OPINION

Kerugian Moril sebagai Konsekuensi Logis Perbuatan Melawan Hukum

Question: Jika awalnya, sengketa adalah seputar kontrak atau kesepakatan perjanjian, namun kemudian diingkari janjinya oleh salah satu pihak, bahkan melakukan kejahatan pula terhadap saya. Kini, kami mengalami banyak kerugian akibat ingkar janjinya pihak tersebut, kerugian mana tidak pernah diatur di dalam kontrak, namun banyak kerugian benar-benar pihak saya alami akibat perbuatan melawan hukum pihak seberang, bukan lagi sebatas wanprestasi semata. Jika gugatan yang akan benar-benar saya ajukan ialah berjenis gugatan perbuatan melawan hukum, maka apakah masih bisa minta ganti kerugian material dan juga imaterial?

Syarat Mutlak menjadi Sarjana dan Praktisi Hukum

LEGAL OPINION

Selamat Datang pada Era RIMBA BELANTARA HUKUM

Sarjana Hukum GENERALIS Vs. SPESIALIS, Pilih Mana?

Question: Apa betul, untuk menjadi sarjana hukum (serta praktisi hukum), maka kemampuan mengingat (daya ingat) dan menghafal harus kuat, semisal menghafal isi pasal-pasal dan isi undang-undang?

Istri Kreditor Wajib Turut Tanda-Tangan Perjanjian Hutang-Piutang

LEGAL OPINION

Ketidakcakapan Hukum Kreditor ataukah Debitor, yang Lebih Fatal secara Hukum?

Apakah hanya Debitor, yang Butuh Tanda-Tangan Istri / Suami?

Question: Sebenarnya jika seorang suami ada meminjamkan sejumlah uang kepada orang lain, apakah istri (dari sang keditor) juga harus ikut turut serta tanda-tangan perjanjian pinjam-meminjam uang ini? Setahu kami, hanya debitur yang wajib ada tanda-tangan baik di pihak suami dan pihak istri.

Cara Kalahkan Polisi, TIDAK ANDALKAN POLISI!

LEGAL OPINION

Jangan Bersikap Seolah-Olah Warga Sipil yang Butuh Polisi

Bila Tuhan lebih PRO terhadap Pendosa (“Pengampunan / Penghapusan Dosa” maupun “Penebusan Dosa”), maka Apa yang Anda Harapkan dari Seorang Polisi?

Question: Percuma dan rugi sendiri, (bagi warga) yang lapor ke polisi. Sudah merugi sebagai korban kejahatan, masih pula harus menanggung beban dan luka batin ketika dilecehkan dan bahkan mengemis-ngemis (merendahkan martabat sendiri) agar polisi memberikan keadilan (pidana) bagi korban (pelapor). Padahal kami selaku warga yang menjadi korban hanya meminta apa yang menjadi hak kami, yakni agar pelakunya diproses hukum (pidana) sebagaimana mestinya, dan itu sudah merupakan kewajiban dan tugas mereka selaku polisi.

Jika laporan korban diabaikan dan ditelantarkan tanpa respons juga tanpa ditindak-lanjuti bahkan tidak jarang dianggap remeh (disepelekan), artinya si polisi lalai dalam menjalankan tugas profesi dan kewajibannya melayani dan melindungi masyarakat. Sebagai warga biasa, kami merasa demikian lemah, tidak berdaya, tidak punya daya tawar di hadapan polisi yang suka sewenang-wenang menyalah-gunakan kekuasaannya. Padahal, mereka, itu polisi-polisi, monopoli (akses pidana)! Kami, sebagai korban, mau mencari keadilan ke mana lagi, ketika polisi ternyata justru tidak ubahnya penjahat yang telah menjahati kami?

Terus terang, sikap polisi membuat kami lebih merasakan trauma hebat, seolah-olah harus berjuang melindungi diri seorang diri dari penjahat dan tanpa perlindungan hukum, bahkan juga harus menghadapi polisi yang tidak ubahnya penjahat itu sendiri (preman berseragam dan bersenjata api). Negara, tidak benar-benar hadir di tengah masyarakat, karena itu benar bila ada yang menyebutkan bahwa preman-preman dipelihara oleh negara. Karena polisinya sendiri mirip preman!

ENDEMIK KORUPSI, Hidup Berdampingan dengan Korupsi?

SENI PIKIR & TULIS

Pendekatan Budaya untuk Melawan BUDAYA KORUPSI

Kasus-kasus korupsi seolah tidak pernah usai, ditumpas satu, tumbuh seribu, semata karena bukanlah akar “kejahatan pencurian yang berkelindan dengan kekuasaan” tersebut yang diberantas, namun adalah fenomena “puncak gunung es” yang menyembul ke atas permukaan dan tampak kasat mata oleh kita yang berada di daratan, sementara itu batang tubuh gunung es yang terbenam di bawah permukaan air laut, jauh lebih masif, tersistematis, terselubung, serta “mengakar” disamping “membatu / mengerak”. Apapun itu, baik korupsi maupun noda, semakin lama dibiarkan, semakin sukar untuk dibersihkan di kemudian hari. Ketika telah menjelma budaya, hampir mustahil untuk dibersihkan kecuali secara radikal semacam “revolusi mental” (yang bukan sebatas gimmick polesan bibir dan jargon).