Mengecoh Psikologi Konsumen lewat Slogan Promosi Usaha yang Tidak Mencerminkan Fakta Sebenarnya dari Harga Produk maupun Kualitas Barang

LEGAL OPINION
“Perjanjian mencakup tertulis maupun tidak tertulis, termasuk di dalamnya adalah tindakan bersama (concerted action) pelaku usaha.”
 (Kaedah Hukum bentukan Preseden, best practice Praktik Peradilan peradilan Persaingan Usaha Tidak Sehat)
Question: Sebagai masyarakat dan juga sebagai konsumen atau pembeli produk berupa kendaraan motor roda dua, kami terlena dan percaya begitu saja pada salah satu produsen atau pabrikan motor asal Jepang yang mengkampanyekan slogan “ONE HEART” dengan “Salam SATU HATI”-nya. Seolah-olah, pihak produsen kendaraan bermotor tersebut benar-benar cinta dan baik pada kita semua selaku warga masyarakat dan konsumennya.
Namun baru-baru ini barulah terkuak, ternyata di mata mereka (sang produsen kendaraan bermotor), kami selaku masyarakat dan konsumen semata dipandang sebagai objek “sapi perahan”, terbukti dari sudah adanya vonis KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) yang menguak modus tersistematis adanya kesepakatan banderol harga antara para produsen kendaraan bermotor tersebut. Mengaku-ngaku sebagai “ONE HEART”, “salam SATU HATI”, ternyata melakukan eksploitasi terhadap konsumen yang didudukan sebagai “sapi perahan”, berarti si produsen tidak “loyal” ke masyarakat, tapi masyarakat dibuat “loyal” kepada sang produsen.
Merasa terjebak oleh segala slogan “gimmick” semacam itu, mengapa hukum tidak menjadikan slogan yang bertendensi mengecoh sebagai bumerang bagi pihak produsen itu sendiri, bagaimana pandangan hukumnya tentang hal ini, sementara kita tahu KPPU hanya dapat menghukum dengan jumlah nominal sanksi denda maksimum yang hanya sekian miliar Rupiah, sementara keuntungan yang diraup dari usaha tidak sehat demikian dari masyarakat selaku konsumen dapat mencapai ratusan miliar Rupiah atau bahkan triliunan Rupiah?
Teknologi motor roda dua sudah berumur lebih dari satu abad lamanya, namun mengapa juga negeri ini seolah tidak mampu membuat merek dan produksi motor anak bangsa sendiri, sehingga menjadi ‘babak-belur’ dieksploitasi bangsa penjajah (secara ekonomi)? Adalah tidak masuk akal, jika sampai kapan pun negeri ini masih dikuasai cengkraman dan pendiktean harga oleh pabrikan motor asing. Sebetulnya itu tidak mungkin terjadi bila saja karyawan perusahaan asing, yang sesama orang Indonesia, tidak justru mengikuti dan turut-serta menjajah bangsanya sendiri, seolah belum cukup juga belajar dari kesalahan masa lampau.

Status Tersangka Korupsi Bukanlah Objek Praperadilan, Hanya Praperadilan Pidana Umum Bukan Tipikor yang dapat Mengamputasi Penetapan Status Penyidikan

ARTIKEL HUKUM
Apakah Beban Pembuktian Terbalik dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, Bersifat Sumir dan Semu?
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia telah membuat putusan bahwa alat bukti paling minimum dalam perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) disamakan dengan delik pidana umum, yakni minimum dua alat bukti untuk dapat menetapkan status seseorang sebagai Tersangka / Tersidik, maupun Terdakwa. Belum cukup sampai disitu, Mahkamah Konstitusi RI kembali mengabulkan uji materiil yang diajukan oleh Setya Novanto yang diwakili oleh kuasa hukumnya Fredrick Yunadi sang Pengacara Kepala “Bakpao”, dengan memutuskan bahwa status Tersangka dapat digugat praperadilan ke hadapan pengadilan yang hanya diputus oleh satu orang Hakim (bukan Majelis Hakim) dan tiada upaya hukum apapun yang dimungkinkan terhadap putusan praperadilan—alias “obstruction of justice” yang dilegalkan.

Kriminalitas & Faktor Kriminogen pada Era Kemajuan Teknologi yang Demikian Masif Tidak Terkontrol

ARTIKEL HUKUM
Pencetus dari sebuah atau serangkaian tindak-kejahatan atau yang juga populer disebut dengan istilah “kriminalitas”, selalu menjadikan dua unsur dari faktor kriminogen (crime factors) berikut sebagai unsur primairnya, yakni adanya “niat” serta adanya “kesempatan” sebagai kombinasinya. Tidak harus selalu “niat” timbul diawali oleh adanya “kesempatan”, karena bisa juga kejadiannya berkebalikan dimana adanya “kesempatan” mengundang “niat” buruk seperti kondisi pintu pagar rumah yang tidak dalam kondisi terkunci ketika ditinggal pergi oleh penghuninya.

Ragam Wajah Pengacara Indonesia, Musuh ataukah Kawan, ataukah “Musuh dalam Selimut”?

ARTIKEL HUKUM
Pada era keterbukaan informasi serta digitalisasi sekarang ini dimana peraturan perundang-undangan maupun format baku surat gugatan ataupun pledooi nota pembelaan dapat diakses dengan mudah oleh siapapun dan dimana pun, bahkan kian mudahnya akses lembaga peradilan lewat eCourt, menjadi sangat mengherankan bila masih terdapat masyarakat kita yang bersedia merogoh-kocek ratusan juta Rupiah semata hanya untuk menggugat ataupun membantah gugatan dengan “tangan yang teramputasi” sebagai konsekuensinya (mengingat seluruh berkas perkara beralih ke tangan sang pengacara, sehingga secara politis nasib klien selalu terdegradasi sejak menit awal diberikannya Surat Kuasa Khusus menggugat bagi sang Lawyer).

PENGACARA PENGEMIS, Afri Dhoni / Afry Dhony

ARTIKEL HUKUM
Sudah demikian jelas peringatan dalam website profesi kami ini maupun dalam invoice pemesanan eBook, tercantum secara eksplisit dengan keterangan peringatan tegas bahwa : “Hanya klien pembayar tarif jasa konsultasi yang berhak menceritakan ataupun bertanya tentang isu hukum. Selain klien pembayar tarif, masalah hukum Anda bukanlah urusan kami.” Adalah dusta yang terbilang “konyol” bagi yang mengklaim tidak pernah membaca peringatan demikian dalam website ini.

Kendaraan Hilang saat Dialih-Sewakan, menjadi Tanggung Jawab Pidana Penyewa Semula

LEGAL OPINION
Question: Jika kendaraan masih status kredit mencicil belum lunas, lalu dipinjamkan atau disewakan kepada orang lain, dan oleh orang lain itu lalu kemudian kendaraan dihilangkan atau bahkan digelapkan, maka yang tanggung jawab pidana penggelapan barang kredit ataupun kendaraan sewaan ini, siapakah, penyewa ataukah orang lain yang diberi pinjam kendaraan itu oleh penyewa? Orang lain itu yang menggelapkan objek kendaraan, mengapa penyewa yang dipersalahkan?

Menjadi Sarjana Hukum yang Modern dan Canggih, agar Tidak Tergantikan oleh Peran sebuah Robot ataupun Terdegradasi oleh Keganggihan Teknologi yang Tidak Lagi Terbendung

ARTIKEL HUKUM
Yang menjadi tuntutan bagi kalangan profesi hukum di era kecanggihan teknologi secara masif seperti masa kontemporer ini, ialah agar dapat dan mampu lebih canggih daripada kecanggihan kemajuan teknologi itu sendiri. Mampukan kita sebagai seorang manusia, lebih canggih serta lebih cerdas daripada kecanggihan teknologi itu sendiri?

Akal Sehat sebagai Hukum Tertinggi, Bukan Akal Sakit Milik Orang Sakit yang Menjadi Supremasi Hukum Negara

ARTIKEL HUKUM
Ketika Kode Etik profesi bertentangan dengan etika, manakah yang berlaku dan paling diberikan otoritas oleh supremasi hukum? Dapat kita jumpai pada Kode Etik Pengacara maupun Kode Etik kalangan profesi Notaris, terdapat pasal-pasal yang menyerupai Anggaran Dasar suatu perseroan, lantas dimana letak Etika dari pasal-pasal yang tidak terkait Etika pada berbagai substansi Kode Etik dimaksud selain hanya sekadar “judul”?

Antara Ius Curia Novit dan Pengacara Palugada (aPa yang eLu Mau, Gua Ada)

ARTIKEL HUKUM
Sempat diwacanakan, agar hukum acara perdata maupun pidana kita tidak lagi memungkinkan bagi pihak Penggugat, Tergugat, baik Jaksa Penuntut Umum maupun pihak Terdakwa, untuk menghadirkan keterangan ahli yang berlatar-belakang profesi Sarjana Hukum untuk menjelaskan perihal hukum kepada Majelis Hakim di persidangan, karena baik sang ahli hukum maupun sang hakim notabene adalah sesama sama-sama Sarjana Hukum. Diwacanakan, keterangan ahli yang dimungkinkan untuk dihadirkan ke hadapan persidangan guna didengarkan keterangannya, hanyalah sebatas mereka yang tidak berlatar-belakang profesi hukum, semisal untuk menjelaskan perihal teknologi, struktur bangunan dan konstruksi, dsb.

Menggugat Budaya Etiket Ketimuran

ARTIKEL HUKUM
Budaya dan etiket (norma sosial 'sopan-santun') moralitas Ketimuran, konon dianggap dan dinilai sebagai peninggalan budaya terluhur dalam sejarah peradaban manusia, bersanding dengan konsep hak asasi manusia (HAM) yang diusung oleh negara-negara Barat modern. Bila konsep perihal hak asasi manusia dinilai terlampau timpang dan tidak dapat berjalan ideal tanpa disertai konsep kewajiban asasi manusia (KAM), maka bukan berarti konsep etiket Ketimuran tidak memiliki cacat-cela sama sekali.

Seekor Semut Tidak Pernah Menjerit Kesakitan, apakah Artinya Tidak Pernah Sakit dan Tidak dapat Merasakan Perasaan Terluka?

ARTIKEL HUKUM
Beberapa waktu lampau, penulis sempat mendengarkan perbincangan dengan dialog sebagai berikut, antara seorang warga dan seorang pakar kesehatan yang disiarkan pada suatu media. Sang warga, “Ibu Dokter, mohon diteliti, mengapa semut-semut yang kecil itu selalu sehat dan tidak pernah jatuh sakit.” Sang pakar kesehatan memberi tanggapan secara simpatik tanpa bernada menghakimi (mungkin sambil tersenyum geli), dengan kalimat singkat dan sederhana saja sebagai berikut: “Bapak, itu semut-semut tidak bisa bicara. Jika saja semut-semut kecil itu bisa bicara seperti kita manusia, mungkin saja mereka akan mengaduh atau mengeluh karena sedang sakit demam atau nyeri karena encok dan flu.”

Menjadi PENJAHAT yang OTENTIK (Bukan Salah Tulis dan Anda Tidak Salah Membaca)

ARTIKEL HUKUM
PERINGATAN : Bagi Anda, Hitler cilik, yang sedari kecil bercita-cita menjadi seorang penjahat terkenal, tulisan berikut dapat membuat Anda membelot. Bagi yang tidak berminat untuk tercerahkan, hendaknya tidak melanjutkan pembacaan ini. Meneruskan membaca, resiko Anda tanggung sendiri.
Bila Anda bermaksud untuk mengejar impian Anda untuk menjadi seorang penjahat hebat kelas “kakap”, alih-alih penjahat kelas “teri”, maka tentunya disamping harus menjadi seorang penjahat yang profesional, maka Anda juga harus menjadi seorang penjahat yang “otentik”. Seorang penjahat yang “otentik”, setidaknya tidak perlu merepotkan diri untuk berakting menjadi “perompak berbulu malaikat”. Seperti apakah yang dimaksud dengan seorang penjahat yang “otentik”? Mari kita simak bersama, bagaimana cara menjadi seorang penjahat yang “otentik”.

Norma Hukum Bentukan Preseden (Praktik ‘Best Practice’ Peradilan) Bersifat Retroaktif, namun Mampu Menutup Celah Hukum

ARTIKEL HUKUM
Semua “preseden” (norma hukum yurisprudensi bentukan best practice praktik peradilan) selalu bersifat retroaktif (berlaku surut) adanya. Dengan demikian, apakah keberlakuan asas retroaktif dalam norma hukum bentukan “preseden” demikian, adalah melanggar ketentuan konstitusi perihal hak asasi manusia? Membiarkan praktik hukum dalam masyarakat tanpa adanya peran “preseden sebagai faktor pembentukan hukum nasional”, justru akan lebih melanggar konstitusi, mengingat “preseden” seringkali dibutuhkan sebagai tuntutan nyata praktik peradilan untuk dibentuk dan diterapkan demi menawarkan kepastian hukum bagi masyarakat, dengan menghindari “chaos” akibat ketiadaan norma hukum yang mengatur suatu perbuatan ataupun peristiwa hukum.

Cek Kosong, Dipidana sebagai Penipuan serta Syarat agar Pelaku / Terlapor Dijerat Hukuman Vonis Penjara, Adanya Kebohongan dari Pemberi Cek

LEGAL OPINION
Adanya Faktor Kurang Cermatnya Korban, Tidak Menjadi Alasan Pembenar bagi Pelaku untuk Melakukan Pidana Penipuan
Question: Bila kami selaku pemberi pinjaman sejumlah dana atau pihak pemasok barang, mendapati beberapa buah cek ataupun bilyet giro yang diberikan debitor atau rekan bisnis kami ternyata adalah “cek kosong”, apakah perbuatan rekanan kami tersebut termasuk dalam kategori kejahatan pidana? Kapankah sebuah “cek kosong” dikatakan semata sebagai masalah sengketea keperdataan, dan apa syaratnya agar “cek kosong” semacam itu dikategorikan sebagai pidana penipuan?

Mahkamah Agung RI dapat Mengamputasi Norma Undang-Undang lewat PRESEDEN, Uji Materiil ‘Terselubung’, Penerapan Prinsip ‘Law in Concreto’

LEGAL OPINION
Question: Apakah untuk bisa dianulirnya seuatu ketentuan hukum dalam suatu undang-undang, hanya bisa lewat uji materiil ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia?

Achmad Mustofa, GEMBEL Tukang Langgar Tukang Perkosa Tidak Punya Malu. +62 082231662934 mustofa341@gmail.com


BLACKLIST PELANGGAR & PEMERKOSA PROFESI KONSULTAN HUKUM
Terdapat seorang “GEMBEL Tukang Langgar Tukang Perkosa Tidak Punya Malu bernama Achmad Mustofa”, +62 082231662934 mustofa341@gmail.com, memborbardir kami dengan pesan ke nomor kontak kerja profesi kami maupun email profesi kami dengan judul pesan “Konsultasi hukum” (indikator nyata dirinya mengetahui betul bahwa kami berprofesi atau mencari nafkah sebagai seorang penyedia jasa konsultasi hukum yang menjual jasa tanya-jawab seputar hukum), dan dengan itikad buruk mencoba menipu kami dengan membuat judul subjek email yang mengecoh demikian seolah dirinya hendak mendaftar sebagai klien pembayar tarif) dengan transkrip sebagai berikut:

Bank Lalai Menerapkan Prinsip Kehati-Hatian, menjadi Resiko Nasabah Penabung ataukah Resiko Usaha Perbankan?

LEGAL OPINION
Question: Saat membuka rekening tabungan, kami sudah buat perikatan dengan pihak kantor cabang bank, bahwa yang bisa tanda-tangan slip penarikan dana adalah dua orang penandatangan, bukan hanya satu orang penandatangan selaku penarik dana secara kolegial. Tapi oleh pihak petugas bank, teller-nya ternyata tetap juga mencairkan dana dalam rekening itu sekalipun itu melanggar prosedur yang semestinya hanya bisa dicairkan bila ada penandatanganan oleh dua penarik yang berwenang. Kesalahan oleh pihak teller kantor cabang bank, sebenarnya menjadi tanggung-jawab atau menjadi kerugian bagi pihak siapa, menjadi kerugian pihak nasabah pemilik dana ataukah menjadi resiko beban kerugian pihak bank itu sendiri?

Pidana Menggelapkan Harta Milik Sendiri, sebuah Salah Kaprah Fatal Lembaga Peradilan maupun Penyidikan dan Penuntutan di Indonesia

LEGAL OPINION
Question: Hampir sepuluh tahun lalu, keluarga kami membuat usaha dalam bentuk Perseroan Terbatas. Usaha keluarga ini hanya dimiliki internal anggota keluarga sendiri, mulai dari pemegang saham, direksi, maupun komisarisnya. Selama ini memang pembukuan keuangan perusahaan tidak demikian ketat ataupun rapih, sebagaimana perusahaan milik keluarga pada lazimnya, karena namanya juga usaha keluarga sehingga “kas bon” yang tidak tercatat menjadi biasa.
Baru-baru ini perusahaan dijual kepada investor diluar keluarga, pihak ketiga yang tidak memiliki hubungan darah dengan kami. Namun, setelah saham perseroan sepenuhnya diakuisisi oleh pihak luar tersebut, pemegang saham baru kemudian melaporkan pidana terhadap direksi pemilik lama dari perseroan ke pihak kepolisian, dan bahkan jaksa pun mengajukan tuntutan berlanjut hingga persidangan, dengan tuduhan telah terjadi penggelapan terhadap harta milik perseroan beberapa tahun lampau saat masih dijabat direktur lama.
Namanya juga usaha keluarga, percuma juga jika segala aktivitas bisnis dicatat secara mendetail karena pemegang sahamnya juga masih satu keluarga. Yang perlu kami tanyakan dan ketahui, apa bisa pemegang saham baru yang kini ambil-alih kepemilikan perusahaan, mempermasalahkan perbuatan direksi lama saat perusahaan masih dimiliki oleh direksi lama bersangkutan, dengan tuduhan penggelapan?

Pertimbangan Hukum Hakim yang Bertolak Belakang dengan Amar Putusan, Satu Sisi Mengabulkan Keberatan namun pada Sisi Lain Menyatakan Menolak dalam Amar

LEGAL OPINION
Question: Apakah mungkin terjadi atau pernah terjadi, Mahkamah Agung membuat pertimbangan hukum yang tumpang-tindih atau bertolak-belakang dengan amar putusannya sendiri? Kita tahu bahwa pertimbangan hukum dibentuk sebelum membuat amar putusan, dan pertimbangan hukum itu juga yang menjadi dasar dibentuknya amar putusan. Ketika sampai terjadi tumpang-tindih demikian, manakah yang berlaku, karena ini ada kasus saya yang seperti itu putusannya, jadi tidak ada kepastian hukum? Sebuah putusan semestinya jelas, bukan justru membuat blunder baru.