Modus Klasik Kreditor Nakal, Membuat Debitor Serba-Salah
Question: Ketika kami mulai berselisih pendapat dengan pihak
bank, barulah kami menyadari ada yang ganjil dan membingungkan. Di akta kredit,
disebut bahwa para pihak memilih pengadilan negeri Jakarta Selatan sebagai
pengadilan yang berwenang mengadili dan memutus sengketa. Namun anehnya, di APHT
(akta pembebanan Hak Tanggungan) dimana agunan milik kami menjadi jaminan
pelunasan hutang, disebutkan bahwa para pihak memilih pengadilan negeri Jakarta
Pusat sebagai pengadilan yang berwenang memutus sengketa. Mana yang benar?
Jika kami selaku debitor, menggugat kreditor ini ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, nanti dibilang salah pengadilan, karena di APHT cantumkan pengadilan negeri Jakarta Pusat sebagai pengadilan yang berwenang. Sebaliknya, jika kami menggugat ke pengadilan negeri Jakarta Selatan, maka nanti dibilang yang berwenang ialah pengadilan negeri Jakarta Pusat. Ini tampak seperti jebakan yang dirancang dari sejak awal oleh pihak bank, untuk berkelit ketika digugat oleh debitornya, karena memang tidak mungkin kreditor yang menggugat debitornya bila kreditor sudah punya agunan sebagai jaminan pelunasan hutang-piutang.
Brief Answer: Hal tersebut merupakan salah satu modus
kejahatan yang kerap dilakukan oleh kalangan perbankan, untuk berkelit, berupa
ambigu kompetensi absolut lembaga penyelesaian sengketa atau peradilan yang
berwenang mengadili ketika dikemudian hari terjadi sengketa antara kreditor dan
debitor pemilik agunan. Sejatinya, bila debitor dan penjamin (pemilik agunan)
adalah pihak yang sama, maka kedudukan hukumnya ialah debitor sekaligus sebagai
pemilik agunan, mengingat antara debitor dan penjamin bisa merupakan dua subjek
hukum yang berbeda.
Karenanya, bila antara debitor dan penjamin adalah dua subjek hukum yang
berbeda, maka “kompetensi absolut” (pilihan lembaga penyelesaian sengketa,
apakah Pengadilan Negeri ataukah Arbitrase) maupun “kompetensi relatif”
(pilihan Pengadilan Negeri tertentu yang berwenang memeriksa dan memutus
perkara) bisa berbeda antara di APHT dan di Perjanjian Kredit, dimana APHT hanya
mengikat antara penerima jaminan dan pihak penjamin. Karenanya, bila yang
menggugat ialah pihak penjamin, maka pilihan domain lembaga / tempat penyelesaian
sengketanya merujuk kepada APHT.
Begitupula sebaliknya, bila yang menggugat ialah debitor, maka pilihan pengadilan
dalam Perjanjian Kredit menjadi norma otoritatifnya. Menjadi ambigu serta
rancu, ketika antara debitor dan pihak penjamin adalah subjek hukum yang sama, sehingga
satu subjek hukum memiliki dua kapasitas disaat bersamaan, namun pilihan lembaga
/ tempat penyelesaian sengketanya justru berbeda antara di Perjanjian Kredit
dan di APHT.
Bila itu yang terjadi, maka hanya dapat dimaknai bahwa sang Penggugat mengajukan
gugatan dalam kapasitas sebagai siapakah, sebagai debitor ataukah sebagai
penjamin. Bila penggugat mengajukan gugatan dalam kapasitas keduanya, maka
seharusnya dapat dipilih cukup salah satu lembaga peradilannya, mengikuti forum
penyelesaian sengketa yang diatur dalam Perjanjian Kredit atau APHT (fakultatif)—sebagaimana
asas peradilan sederhana, cepat, serta biaya ringan.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah ilustrasi
konkret sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan lewat putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sengketa kredit disertai agunan register Nomor 670/Pdt.G/2023/PN.Jkt.Pst
tanggal 21 Maret 2024, perkara antara:
- PT TELEDYNO KARYA UTAMA, sebagai
Penggugat; melawan
1. PT OKE ASSET INDONESIA,
sebagai Tergugat I;
2. PEMERINTAH REPUBLIK
INDONESIA Cq. KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA Cq.
KEPALA KANTOR KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG (KPKNL) JAKARTA V,
sebagai Tergugat II;
3. PT BANK OKE INDONESIA, Tbk.,
sebagai Turut Tergugat I; dan
4. PEMERINTAH REPUBLIK
INDONESIA Cq. KEMENTERIAN AGRARIA dan TATA RUANG / BPN RI Cq. KANTOR WILAYAH
BADAN PERTANAHAN NASIONAL (BPN) PROVINSI DKI JAKARTA Cq. KEPALA KANTOR BADAN
PERTANAHAN NASIONAL (BPN) KOTA JAKARTA SELATAN, sebagai Turut Tergugat II.
Terhadap gugatan pihak Penggugat
yang merupakan debitor sekaligus berkapasitas sebagai pemilik agunan (penjamin),
terhadapnya Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai
berikut:
“Menimbang bahwa terhadap
eksepsi kewenangan Tergugat I tersebut, Penggugat mengajukan tanggapan sebagai
berikut:
“Bahwa Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat Kelas I A Khusus berwenang mengadili perkara a quo, sesuai dengan
dalil Gugatan Penggugat pada nomor 7, berdasarkan Pasal 13.1 huruf b Perjanjian
Retsrukturisasi Kredit No. 203/PK-BOI/RC-SME1/IX/2020 tanggal 18 September
2020 diatur sebagai berikut: “Untuk pelaksanaan Dokumen Fasilitas Kredit dan
segala akibat hukumnya Para Pihak memilih domisili umum dan tetap di Kantor
Panitera Pengadilan Negeri di Jakarta Pusat”;
“Menimbang, bahwa untuk
membuktikan dalil eksepsinya Tergugat I mengajukan bukti awal berupa surat:
1. Bukti TI-1 Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 2641/2019, seluas 894 m2 (delapan
ratus sembilan puluh empat meter persegi), terletak di Jalan Kemang Timur V No.
A3 (d/h. Jl. PN Sandang Blok A Persil No. 3), Kelurahan Bangka, Kecamatan
Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta, terdaftar atas nama
Dicky Juliandri.
2. Bukti TI-2 Sertifikat Hak Tanggungan Nomor 4438/2019, Peringkat I (Pertama)
Jo. Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) Nomor : 116/2019, tertanggal 1
Agustus 2019, yang dibuat dihadapan Sita Listiani, S,.H., M.kn, PPAT di Kota Administrasi
Jakarta Selatan. [NOTE Redaksi : Pihak Tergugat selaku kreditor, sengaja tidak mengajukan
Perjanjian Kredit sebagai alat bukti, sekalipun sebenarnya APHT hanyalah
perjanjian turunan dari Perjanjian Kredit.]
“Menimbang bahwa para pihak
menyatakan tidak ada lagi hal-hal yang akan diajukan dan mohon putusan;
“Menimbang bahwa untuk
menyingkat putusan, segala sesuatu yang termuat dalam berita acara persidangan
dianggap telah termuat dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan putusan
ini;
V. TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM
“Menimbang bahwa maksud dan
tujuan gugatan Penggugat yang pada pokoknya memohon supaya Tergugat I dan
Tergugat II dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum dalam melaksanakan
setiap proses pelelangan terhadap SHM Nomor: 2641/Bangka yang terletak di Jalan
Kemang Timur V No.A3 (Dahulu Jl. Pn Sandang Blok A Persil No.3), Kelurahan
Bangka, Kecamatan Mampang Prapatan, Kota Jakarta Selatan;
“Menimbang bahwa terhadap
gugatan Penggugat, Tergugat dalam jawabannya mengajukan eksepsi kewenangan
mengadili (kompetensi relatif) oleh karena itu berdasarkan Pasal 136 HIR
maka Majelis Hakim akan mempertimbangkan lebih dahulu eksepsi tersebut sebagai
berikut;
“Menimbang bahwa asas
mengajukan gugatan adalah Pasal 118 HIR, dimana yang berwenang mengadili suatu
perkara adalah Pengadilan Negeri tempat tinggal tergugat atau letak objek
sengketa. Lebih lanjut M. Yahya Harahap dalam bukunya, Hukum Acara Perdata
(hal. 192-202), berpendapat terdapat 7 (tujuh) patokan dalam menentukan
kewenangan relatif pengadilan, yakni:
1. Actor Sequitur Forum Rei (gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri pada
tempat tinggal tergugat);
2. Actor Sequitur Forum Rei dengan Hak Opsi (dalam hal ada beberapa orang
tergugat, gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri pada tempat tinggal salah satu
tergugat atas pilihan penggugat);
3. Actor Sequitur Forum Rei Tanpa Hak Opsi, tetapi berdasarkan tempat
tinggal debitur principal (dalam hal para tergugat salah satunya merupakan
debitur pokok / debitur principal, sedangkan yang selebihnya berkedudukan
sebagai penjamin, maka gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri pada tempat
tinggal debitur pokok / principal);
4. Pengadilan Negeri di Daerah Hukum Tempat Tinggal Penggugat (dalam hal
tempat tinggal atau kediaman tergugat tidak diketahui);
5. Forum Rei Sitae (Gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri berdasarkan
patokan tempat terletak benda tidak bergerak yang menjadi objek sengketa);
6. Kompetensi Relatif Berdasarkan Pemilihan Domisili (para pihak dalam
perjanjian dapat menyepakati domisili pilihan yakni menyepakati untuk memilih
Pengadilan Negeri tertentu yang akan berwenang menyelesaikan sengketa yang
timbul dari perjanjian);
7. Negara atau Pemerintah dapat Digugat pada Setiap PN (dalam hal Pemerintah
Indonesia bertindak sebagai penggugat atau tergugat mewakili negara, gugatan
dapat diajukan ke Pengadilan Negeri di mana departemen yang bersangkutan
berada);
“Menimbang bahwa untuk
membuktikan dalil eksepsinya bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak
berwenang Tergugat I mengajukan bukti berupa Sertifikat Hak Tanggungan Nomor
4438/2019, Peringkat I (Pertama) Jo. Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT)
Nomor : 116/2019, tertanggal 1 Agustus 2019, yang dibuat dihadapan Sita
Listiani, S,.H., M.kn, PPAT di Kota Administrasi Jakarta Selatan pada pasal
4 menentukan bahwa para pihak dalam hal-hal mengenai hak tanggungan tersebut
diatas dengan segala akibatnya memilih domisili pada kantor Panitera Pengadilan
Negeri Jakarta Barat;
“Menimbang, bahwa pengikatan
hak tanggungan tersebut sebagai pihak adalah Penggugat sehingga dengan demikian
ketentuan pilihan domisili pada kantor Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Barat
telah disetujui pula oleh Penggugat, sebagaimana penjelasan diatas pada angka 6
yaitu Kompetensi Relatif Berdasarkan Pemilihan Domisili (para pihak dalam
perjanjian dapat menyepakati domisili pilihan yakni menyepakati untuk memilih
Pengadilan Negeri tertentu yang akan berwenang menyelesaikan sengketa yang
timbul dari perjanjian);
“Menimbang, bahwa dalam
repliknya Penggugat membantah bahwa berdasarkan Pasal 13.1 huruf b Perjanjian
Retsrukturisasi Kredit No. 203/PKBOI/ RC-SME1/IX/2020 tanggal 18 September
2020 diatur Untuk pelaksanaan Dokumen Fasilitas Kredit dan segala akibat
hukumnya Para Pihak memilih domisili umum dan tetap di Kantor Panitera Pengadilan
Negeri di Jakarta Pusat”.
“Bahwa ternyata Penggugat tidak
mengajukan bukti awal berupa Perjanjian Resrukturisasi Kredit No.
203/PK-BOI/RC-SME1/IX/2020 tanggal 18 September 2020 sehingga dalil bantahan
tersebut tidak didukung oleh bukti yang relevan sebagaimana asas Actori In
Cumbit Probatio yang berarti siapa yang mendalilkan dialah yang wajib
membuktikan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan tersebut oleh karena Tergugat I dapat membuktikan dalil eksepsinya
maka pengadilan yang berwenang untuk memeriksa gugatan a quo adalah
Pengadilan Negeri Jakarta Barat;
“Menimbang bahwa berdasarkan
pertimbangan tersebut diatas, Majelis Hakim berpendapat bahwa eksepsi Tergugat
I beralasan hukum oleh karena itu harus dikabulkan dan selanjutnya Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat menyatakan tidak berwenang mengadili perkara ini;
“M E N G A D I L I :
1. Mengabulkan eksepsi Tergugat I;
2. Menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili
perkara ini;”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.