Perbedaan Pidana Penyiksaan dan Penganiayaan

LEGAL OPINION
Question: Apa ada bedanya, antara penganiayaan dengan penyiksaan? Apa mungkin, hanya melukai organ tubuh yang tidak vital, namun ternyata dipidana dengan tuduhan membunuh?
Brief Answer: Tindak pidana penyiksaan pada dasarnya ialah delik penganiayaan, hanya saja dalam derajat yang lebih berat, karena faktor pengulangan (terus-menerus menyakiti secara fisik), terlepas dari apakah penyiksaan itu mengakibatkan luka berat atau tidak. Sementara itu, tindak pidana penganiayaan, yang sekalipun hanya dilakukan berupa satu kali pemukulan, bila berdampak fatal, maka dibebani ancaman sanksi pidana pemberatan bila korban mengalami luka berat atau bahkan kematian.
Namun demikian, ternyata terdapat derajat lain dari suatu tindak pidana penyiksaan yang mengakibatkan kematian, sebagai contoh: seseorang dilukai pada pergelangan tangannya oleh seorang pelaku, sehingga darah korban mengalir dari urat nadi, mengakibatkan korban meninggal karena lemas kehabisan darah, sementara pelaku hanya berdiam diri menyaksikan korbannya meninggal secara perlahan.
Terdapat dua buah kesalahan dalam kasus diatas: Pertama, melukai / menganiaya. Kedua, berdiam diri melihat korban terancam kehabisan darah. Karena derajatnya ialah kesalahan berganda, maka dapat dikategorikan sebagai penyiksaan berupa dolus (kesengajaan) dan culpa (lalai). Karena dikategorikan sebagai penyiksaan, tidak mengherankan bila korban kemudian ditemukan dalam keadaan tewas, serta didakwa dengan kualifikasi delik pembunuhan—bukan penganiayaan. Akan berbeda kasusnya bila pelaku kemudian segera membawa korban untuk diberi pertolongan medis, maka pelaku hanya akan dikenakan pasal delik penganiayaan semata.
PEMBAHASAN:
Sekalipun demikian, praktik peradilan telah ternyata tetap memaknai pembiaran terhadap korban hingga meninggal, sebagai “penganiayaan yang menyebabkan kematian”, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk pada putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana register Nomor 51 PK/Pid/2013 tanggal 30 Desember 2014, dimana Terdakwa didakwa karena telah dengan sengaja merampas nyawa orang lain (membunuh), sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 338 KUHP.
Awalnya pada tanggal 04 Februari 2011, Terdakwa mengajak kedua temannya untuk memalak / memeras pengunjung taman yang sedang pacaran. Kemudian Terdakwa bersama korban menghampiri orang yang sedang pacaran dengan maksud untuk meminta uang secara paksa. Namun kemudian antara Terdakwa dan korban terjadi selisih paham, cek-cok mulut, berlanjut tiba-tiba Terdakwa menganiaya korban dengan cara menusuk tubuh korban pada bagian paha kaki sebelah kanan dengan menggunakan alat berupa obeng, sehingga korban jatuh tergeletak dan banyak mengeluarkan darah, sedangkan Terdakwa hanya diam saja berdiri di tempat korban tergeletak hingga mati lemas.
Meninggalnya korban akibat perbuatan Terdakwa tersebut, diperkuat dengan keterangan-keterangan dari:
- Hasil Visum Et Repertum dari Tim Kedokteran Forensik RSP Dr. Sardjito Yogyakarta, dengan kesimpulan:
1. Jenazah laki-laki, umur dua puluh satu tahun, panjang badan seratus enam puluh tujuh centimeter, berat badan delapan puluh kilogram, golongan darah “O”;
2. Sebab kematian karena pendarahan akibat luka tusuk benda tajam di sekitar lipat paha kanan;
3. Saat kematian diperkirakan dua belas sampai dua puluh empat jam sebelum kematian.
- Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik Puslabfor Bareskrim POLRI Cab. Semarang tanggal 14 Februari 2011.
Sementara dalam Dakwaan Alternatif Kedua, Terdakwa didakwa karena telah melakukan penganiayaan yang mengakibatkan mati, sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 351 Ayat (3) KUHP. Dalam Dakwaan Alternatif Ketiga, Terdakwa didakwakan karena telah sengaja menempatkan atau membiarkan seseorang dalam keadaan sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan dia wajib memberi kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu yang mengakibatkan kematian yaitu terhadap korban sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 306 Ayat (2) KUHP.
Terhadap tuntutan Jaksa, yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Negeri Sleman Nomor 186/Pid.B/2011/PN.SLMN. tanggal 12 September 2011, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
1. Menyatakan Terdakwa RINO RIANGGITA VERDIANZAH alias RINO bin SUGIARTO telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘Penganiayaan Yang Mengakibatkan Matinya Orang’ sesuai Dakwaan Kedua;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa RINO RIANGGITA VERDIANZAH alias RINO bin SUGIARTO tersebut, oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 (enam) tahun;
3. Menetapkan masa tahanan sementara yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan kepadanya;
4. Memerintahkan Terdakwa tetap ditahan.”
Dalam tingkat banding, yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor 125/PID/2011/PTY. tanggal 12 Oktober 2011, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
- Menerima permintaan banding dari Terdakwa;
- Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Sleman tanggal 12 September 2011 Nomor 186/Pid.B/2011/PN.Slmn. yang dimintakan banding tersebut;
- Memerintahkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan.”
Terdakwa mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali, keberatan dijatuhi vonis sebagai seorang pembunuh (penganiayaan yang menyebabkan kematian) sementara dirinya merasa hanya menusuk bagian kaki dari tubuh korban, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
1. Bahwa tidak ternyata ada kekhilafan atau kekeliruan yang nyata dalam putusan Pengadilan Negeri Nomor 186/Pid.B/2011/PN.SLMN jo. Putusan Pengadilan Tinggi Nomor 125/PID/2011/PTY, karena hal-hal yang relevan secara yuridis telah dipertimbangkan dengan benar, yaitu perbuatan Terdakwa / Terpidana / Pemohon Peninjauan Kembali yang telah melakukan penganiayaan terhadap korban Eko alias Pak Dhe hingga mengakibatkan meninggalnya korban. Dengan demikian perbuatan Terdakwa / Terpidana / Pemohon Kasasi merupakan tindak pidana melanggar Pasal 351 Ayat (3) KUHP;
2. Bahwa tidak ternyata ada novum yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali, sehingga alasan-alasan permohonan Peninjauan Kembali tidak memenuhi syarat sebagaimana ketentuan Pasal 263 Ayat (2) KUHAP. Disamping itu alasan-alasan peninjauan kembali sudah dipertimbangkan dalam putusan terdahulu;
“Menimbang, bahwa dengan demikian berdasarkan Pasal 266 Ayat (2) a KUHAP permohonan peninjauan kembali harus ditolak dan putusan yang dimohonkan peninjauan kembali tersebut dinyatakan tetap berlaku;
M E N G A D I L I :
“Menolak permohonan peninjauan kembali dari : RINO RIANGGITA VERDINANZAH alias RINO bin SUGIARTO tersebut;
“Menetapkan bahwa putusan yang dimohonkan peninjauan kembali tersebut tetap berlaku.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.